I. Komponen-komponen Belajar Mengajar
A.
Tujuan
Tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dari
pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu pembelajaran yang diprogramkan tanpa
tujuan, karena hal ini merupakan kegiatan yang tidak memiliki kepastian dalam
menentukan arah, target akhir dan prosedur yang dilakukan.
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran merupakan suatu
cita-cita yang bernilai normatif. Sebab dalam tujuan terdapat sejumlah nilai
yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Nilai-nilai yang tertanam akan
mewarnai cara peserta didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosial, baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas atau umum ke khusus
atau sempit. Semua tujuan itu berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dan
tujuan di atasnya. Bila tujuan terendah tidak tercapai, maka tujuan yang lebih
tinggi tidak akan tercapai. Hal ini disebabkan tujuan berikutnya merupakan
turunan dari tujuan sebelumnya. Artinya, dalam merumuskan tujuan, guru guru
harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan pendidikan
dan pengajarannya. Oleh karena itu, guru dalam melakukan pengajaran, sekalipun
hanya berupa sub materi bahan ajar, tidak boleh terlepas dari konteks tujuan
sebelumnya.
Rosetiyah (1989) mengartikan tujuan pengajaran merupakan
deskripsi tentang penampilan perilaku (kinerja) peserta didik yang diharapkan
setelah mempelajari bahan pelajaran tertentu. Suatu tujuan pengajaran
mennujukan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran dan bukan sekedar
proses dari pengajaran itu sendiri.
B.
Bahan ajar
Bahan ajar atau materi pelajaran merupakan media untuk
mencapai tujuan pengajaran. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang
secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat.
Bahan ajar yang diterima peserta didik harus mampu merespons setiap perubahan
dan mengatisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan. Menurut
Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan
belajar mengajar, karena memang bahan ajar tersebut yang diupayakan untuk
dikuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu, guru pada khususnya atau
pengembang kurikulum pada umumnya, harus memperhatikan dan mimikirkan sejauh
mana bahan-bahan atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan dengan
kebutuhan peserta didik di masa akan datang. Sebab, minat peserta didik akan
tumbuh bila suatu bahan ajar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Maslow dalam Sudirman (1988), berkeyakinan bahwa minat
seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. Jadi bahan
ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik akan memotivasi peserta didik
dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian, bahan ajar merupakan komponen yang tidak
dapat diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan ajar merupakan inti dalam proses
belajar mengajar.
C.
Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan peserta didik
terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan ajar sebagai medianya. Dalam
interaksi itu peserta didiklah yang harus aktif, yang merupakan tujuan dari
pendekatan CBSA (cara belajar siswa aktif), di mana peserta didik adalah pusat
dari pembelajaran. Keaktifan peserta didik tentu mencakup kegiatan fisik dan
mental, baik individual maupun kelompok. Oleh karena itu, interaksi dikatakan
maksimal jika terjadi antara guru dengan semua peserta didik, antara peserta
didik dengan guru, antara peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik
dengan bahan ajar dan media pembelajaran, bahkan peserta didik di dalam dirinya
sendiri, tetapi harus dalam kerangka tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Untuk memproses hasil optimal, sebaiknya guru memperhatikan
perbedaan individual peserta didik, baik aspek biologis, intelektual, maupun
psikologis. Ketiga aspek ini diharapkan memberi informasi pada guru, bahwa
setiap peserta didik dapat mencapai prestasi belajar yang optimal, sekalipun
dalam tempo yang berbeda antara satu dengan yang lain. Pemahaman tentang
perbedaan potensi individual menghendaki pendekatan pembelajaran yang
sepenuhnya bisa melayani perbedaan keunikan peserta didik masing-masing.
D.
Metode Pembelajaran
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat
diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab
seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai
metode secara tepat.
Djamarah dan Surakhmad (1991), mengemukakan lima macam
faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yaitu:
1.
Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya
2.
Peserta didik dengan berbagai tingkat
kematangannya
3.
Perbedaan individual peserta didik
4.
Fasilitas bervariasi secara kualitas dan kuantitasnya
5.
Kepribadian dan kompetensi guru yang
berbeda-beda
E.
Alat Bantu atau Media Pembelajaran
Alat bantu pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dalam proses pengajaran,
alat mempunyai fungsi sebagai peengkap untuk mencapai tujuan (Marimba, 1991).
Alat bantu pembelajaran dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu alat verbal dan alat bantu non verbal.
Alat verbal berupa perintah, larangan dan sejenisnya. Alat bantu non
verbal dapat berupa globe, papan tulis, gambar, diagram, slide. video (audio visual),
multimedia interaktif dan sebagainya.
Jika dilihat dari sisi asalnya, alat terbagi atas alat
material dan non material. Alat material termasuk alat bantu audio visual.
Dwyer (1967) berpendapat bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika
menggunakan bahan-bahan audio-visual yang mendekati realistis. Melalui alat
bantu pembelajaran yang tepat, diharapkan guru dapat memberikan pengalaman
belajar yang banyak dengan cara sedikit bantuan.
Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat pembelajaran
atau media pembelajaran audio-visual mempunyai sifat sebagai berikut:
1.
Kemampuan untuk meningkatkan persepsi
2.
Kemampuan untuk meningkatkan pengertian
3.
Kemampuan untuk meningkatkan transfer
pengetahuan
4.
Kemampuan untuk memberikan penguatan atau
pengetahuan yang dicapai
5.
Kemampuan untuk meningkatkan ingatan.
F.
Sumber Pelajaran
Sumber pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran bisa didapatkan. Menurut
Nasution (1993), sumber pelajaran dapat berasal dari masyarakat dan
kebudayaannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan
peserta didik. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat di manapun
seperti di sekolah, di pusat kota, pedesaan, lingkungan sekitar, pasar, rumah
sakit dan sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumber pelajaran tersebut tergantung
pada kreatifitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya.
Menurut Rosetyah (1989), sumber-sumber belajar meliputi:
1.
Manusia (masyarakat, sekolah dan keluarga)
2.
Buku (perpustakaan)
3.
Media masa (majalah, surat kabar, radio,tv dan
lainnya)
4.
Lingkungan alam dan sosial
5.
Alat Pembelajaran
6.
Museum
Menurut Sudirman (1991), sumber belajar meliputi:
1.
Manusia
2.
Bahan/Material
3.
Lingkungan
4.
Alat dan perlengkapan
5.
Aktivitas (pengalaman)
G.
Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu
evaluation.Menurut Brown dan Wand pengertian evaluasi adalah suatu tindakan
atau proses untuk menentukan nilai dari suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu. Menurut nurkancana dan Suartana, definisi evaluasi
dalam pendidikan adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan bidang pendidikan.
Definisi yang lebih operasional dikemukan oleh Rosetyah
(1989), evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya dan
sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas peserta didik guna mengetahui sebab
akibat dan hasil belajar peserta didik guna mendorong atau mengembangkan
kemampuan belajar mereka.
Evaluasi memilii tujuan :
1.
Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf
kemajuan peserta didik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
2.
Memungkinkan pendidik/guru menilai
aktivitas/pengalaman belajar yang didapat peserta didik dalam pembelajaran.
3.
Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991), tujuan evaluasi adalah:
1.
Merangsang kegiatan peserta didik
2.
Menemukan sebab kemajuan atau kegagalan peserta
didik
3.
Memberikan bimbingan yang sesuai dengan
kebutuhan perkembangan dan bakat masing-masing peserta didik.
4.
Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan
peserta didik yang diperlukan oleh orang tua atau lembaga pendidikan.
5.
Untuk memperbaiki mutu pengajaran/cara belajar
dan metode mengajar.
Pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar
baik berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun berkenaan dengan hasil
suatu pendidikan dan desain belajar mengajar dimasa yang akan datang.
Definisi evaluasi proses menurut Winkel (1989), adalah suatu
evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana kerjasama setiap komponen
pengajaran yang telah dilakukan dan apakah dalam proses itu ditemukan kendala
sehingga tujuan kurang tercapai secara optimal. Evaluasi hasil adalah suatu
evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui bagaimana hasil belajar siswa, dan
bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan ajar /materi pelajaran yang telah
guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Evaluasi sebagai sebuah sistem yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar dan di dalamnya melibatkan guru dan siswa, pada
dasarnya memiliki fungsi ebagai berikut:
1.
Memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar
untuk memperbaiki proses pengajaran serta mengadakan program perbaikan bagi
peserta didik.
2.
Memberikan angka yang tepat tentang kemajuan
atau hasil belajar dari setiap peserta didik. Misal dalam rapor tengah
semester, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang
siswa.
3.
Menentukan posisi peserta didik dalam situasi
belajar mengajar agar sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik
lainnya) yang dimiliki masing-masing peserta didik.
4.
Mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan
lingkungan) peserta didik yang mengalami kesulitan-kesuliatan belajar, yang
kemudian dapat digunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan
belajar.
Pendidik atau guru tidak dapat mengabaikan evaluasi dalam
pendidikan. Namun seni, cara atau teknik pelaksanaannya berbeda-beda antara
satu pendidik dengan yang lainnya. Tetapi yang perlu diingat agar evaluasi yang
dilaksanakan tidak boleh menjadi sesuatu yang menakutkan bagi peserta didik dan
memberikan masukkan bagi proses pembelajaran selanjutnya.
<<<back next>>>
<<<back next>>>
No comments:
Post a Comment