Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

Teori Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Kooperatif

Perspektif motivasional dalam pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja (Slavin, 1993). Deutsch (1949) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan: 1) kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain, 2) kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya, 3)individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsekuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya. Perspektif motivasional yang dikemukakan Johnson (1981) dan Slavin (1983), struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan individu adalah jika kelompok mereka dapat berhasil. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna membuat kelompok mereka berhasil, dan yang lebih penting adalah mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal. Dengan kata lain, penghargaan kelompok yang didasarkan pada kinerja kelompok (atau akumulasi dari kinerja individual) menghasilkan struktur penghargaan interpersonal di mana anggota kelompok akan memberikan atau menghalangi pemicu-pemicu sosial (seperti pujian dan dorongan) dalam merespons usaha-usaha yang berhubungan dengan tugas kelompok (Slavin, 1983).

Kritik terhadap pengaturan kelas tradisional yang diberikan oleh para pencetus teori motivasional adalah bahwa penilaian yang kompetitif dan sistem penghargaan informal di kelas menciptakan norma-norma diantara mereka yang berlawanan dengan usaha-usaha akademik (Coleman, 1961). Karena keberhasilan salah satu siswa menurunkan kesempatan berhasil untuk siswa lainnya, para siswa lebin suka mengekspresikan norma-norma bahwa pencapaian yang tinggi hanyalah untuk "siswa berprestasi tinggi" dan siswa kesayangan guru. Norma-norma penghalang seperti ini sering ditemukan dunia bisnis. Akan tetapi ketika para siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, seperti yang mereka lakukan ketika struktur pengharagaan kooperatif diterapkan, mereka belajar tentang usaha yang dapat membantu keberhasilan teman satu timnya. Oleh sebab itu, para siswa saling mendorong pembelajaran satu sama lain, mendorong usaha akademis satu sama lain, dan mengekspresikan norma-norma yang sesuai dengan pencapaian akademik.

Beberapa kajian telah menemukan bahwa ketika para siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apa pun yang diperlukan untuk keberhasilan kelompok (Deutsch 1949, Thomas, 1957). Di dalam kelas yang kooperatif murid yang berusaha keras, selalu hadir di kelas, dan membantu yang lainnya belajar akan dipuji dan didukung oleh teman satu timnya, ini bertolak belakang dengan situasi di dalam kelas tradisional. Para siswa di dalam kelas-kelas kooperatif merasa bahwa teman sekelas mereka ingin agar mereka belajar. Dalam kelompok, kooperatif, pembelajaran menjadi sebuah aktivitas yang bisa membuat para siswa lebih unggul diantara teman-teman sebayanya. Para siswa dalam kelompok kooperatif yang berhasil meraih prestasi membuktikan status sosial mereka di dalam kelas, sedangkan di dalam kelas-kelas tradisional siswa-siswa seperti ini kehilangan status. Perubahan ini akan sangat penting artinya dalam konsekuensi sosial keberhasilan akademis. Dukungan siswa untuk tujuan akademik merupakan penentu pencapaian mereka.

Tujuan kooperatif menciptakan norma-norma yang pro akademik di antara para siswa dan norma-norma pro akademis memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.
Share:

No comments:

Post a Comment

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru