Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

ANALISIS SOAL KIMIA DASAR

ANALISIS SOAL KIMIA DASAR

Nopriawan Berkat Asi, S.Si., M.Pd.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Kimia Program Sarjana S1, Universitas Palangka Raya

Abstrak
Berpikir kritis sangat penting dalam pembelajaran kimia. Dalam konteks ini, pembahasan difokuskan pada analisis soal kimia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis soal yang digunakan sebagai alat ukur keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada mata kuliah kimia dasar. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif, dengan bentuk penelitian studi pustaka. Peserta didik yang berpikir kritis dan memecahkan masalah kimia adalah mereka yang dapat menerapkan strategi penyelesaian soal kimia yang disajikan kepadanya dengan tepat dan berhasil menunjukkan cara penyelesaian soal. Berpikir kritis merupakan dasar pengembangan pengetahuan dan konsep kimia. Peserta didik yang mendapatkan berbagai konsep dalam konteks kimia diharapkan dapat berhasil mengenali perbedaan antara satu soal dibandingkan dengan tipe soal lainnya.
.
Kata kunci: soal kimia, berpikir kritis,  pengetahuan



Pendahuluan
Berpikir kritis telah banyak didefinisikan dalam berbagai literatur pendidikan. Menurut Elaine (2000) berpikir kritis adalah berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas untuk menganalisis, memecahkan kasus, dan mengambil keputusan. Peter, dkk (2001) mendefinisikan berpikir kritis dalam istilah mengkritik, yaitu menilai kelebihan (efektivitas dan efisiensi) suatu solusi untuk memecahkan kasus, secara khusus inti pemikiran kritis adalah mengkritik. Pushkin (2000) mendefini-sikan berpikir kritis adalah mengembang-kan kesadaran diri tentang pemikiran sendiri. Berpikir kritis dalam memecahkan kasus mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan kemampuan kognitif “memahami”.
Masing-masing definisi yang telah dikemukakan dari berbagai sudut pandang memiliki keunikan tersendiri, tetapi ada kesamaan. Berpikir kritis melibatkan kontekstualisasi pengetahuan seseorang. Peserta didik perlu memahami dan menghargai pengetahuan atau fakta yang memiliki konteks tertentu. Peserta didik membuat keputusan berdasarkan penge-tahuannya. Mereka belajar tentang diri sendiri melalui pengetahuannya sendiri. Mereka dapat menghargai pandangan individu dengan pengetahuannya.

Kajian Teori
Secara teoritis untuk menjelaskan  arti berpikir kritis, dapat diartikan sebagai suatu kebutuhan untuk menghargai pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan pembelajaran. Dalam konteks proses belajar-mengajar kimia, pendidik mengajarkan pengetahuan, pada dasarnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir tentang pengetahuan tersebut. Pengetahuan adalah hasil dari proses berpikir peserta didik, yang dapat berupa:
1.      pengetahuan deklaratif
2.      pengetahuan prosedural
3.      pengetahuan situasional
4.      pengetahuan strategis
Pembahasan tentang hubungan antara berpikir dan pengetahuan memiliki hirarki paralel. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tingkat terendah dan sejajar dengan berpikir tingkat rendah. Pengetahuan prosedural sejajar dengan berpikir tingkat tinggi. Kombinasi pengetahuan situasional dan strategis sejajar dengan berpikir kritis.
Laura (2002) menjelaskan tujuan pembelajaran Gagne mencakup pengetahuan deklaratif yaitu mengetahui apa yang terjadi, pengetahuan prosedural adalah mengetahui bagaimana melakukan sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan deklaratif adalah kumpulan fakta, teori, peristiwa, dan benda-benda, sedangkan pengetahuan prosedural meli-batkan langkah-langkah dalam melakukan sesuatu.
            Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural merupakan algoritma atau sebaliknya, pengetahuan deklaratif meru-pakan algoritma dan pengetahuan prose-dural adalah pengetahuan konseptual. Pertimbangkan hukum kekekalan massa yang menyatakan massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama.
Agak sulit untuk membedakan istilah konseptual untuk pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Istilah konseptual didefinisikan berasal dari atau memiliki konsep, ide, atau prinsip-prinsip yang berhubungan dengan konsep; namun kurang tepat untuk menjelaskan pengetahuan deklaratif atau prosedural. Mungkin akan lebih baik untuk mempertimbangkan pengetahuan konsep-tual atau pemahaman konseptual sebagai kombinasi pengetahuan deklaratif dan prosedural. Pemahaman konseptual  ber-hubungan dengan pengetahuan deklaratif dan keterampilan dengan pengetahuan prosedural.
Relatif mudah untuk membedakan berpikir tingkat rendah dari berpikir tingkat tinggi, tetapi tidak mudah untuk membedakan berpikir tingkat tinggi dari berpikir kritis. Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi disimpan dan dihubungkan dan/atau menata kembali serta memperluas informasi untuk mencapai tujuan atau kemungkinan jawaban terbaik. Sejajar dengan pengetahuan prosedural, tidak ada hubungan eksplisit untuk pengetahuan kondisional; dengan kata lain, berpikir tingkat tinggi tidak selalu melibatkan konteks perhitungan atau sesuatu yang tidak memerlukan berpikir kritis. Dalam penyelesaian soal kimia, peserta didik sering menjumpai persamaan matematika dan menurunkannya menjadi ungkapan baru terhadap penyelesaian soal multi langkah. Dalam penyelesaian soal kimia, peserta didik dapat menggabungkan pengetahuan mereka tentang rumus kimia, konversi mol-massa, dan persamaan reaksi kimia untuk menyelesaikan soal yang melibatkan stoikiometri.
Soal berikut adalah sampel butir soal ujian untuk mata kuliah Kimia Dasar di Universitas untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan kemampuan berpikir: 50ml Ammonium sulfat 0,5M ditambahkan ke dalam larutan berlebih Barium klorida. Campuran menghasilkan endapan.
1.      Jika menghasilkan 3,25 gram endapan, berapa persen yield-nya?
2.      Bagaimana kemungkinan hasil yang didapat berbeda jika menggunakan 50ml Perak nitrat 0,1M? Berikan alasan secara kuantitatif!
Sekilas, soal ini tampaknya menjadi masalah stoikiometri kompleks yang menggambarkan pemikiran tingkat tinggi. Namun, dengan melihat lebih dekat, soal ini menyajikan lebih dari sekedar hubungan molar dan satuan konversi. Sebagai contoh, peserta didik diberi larutan air sebagai reaktan, sehingga mereka harus memanfaatkan pengetahuan apriori tentang molaritas. Selain itu, karena peserta didik melakukan perhitungan yang melibatkan endapan, mereka perlu untuk membedakan bahwa konversi molar melibatkan padatan yang berbeda dari konversi molar yang melibatkan larutan. Wilayah kognitif yang terabaikan ketika mengajar dan menilai pengetahuan peserta didik tentang stoikiometri adalah bahwa pendidik kimia terkadang tidak memberikan banyak waktu dalam mempelajari reaksi yang melibatkan larutan air atau gas. Hal ini dapat memberikan peserta didik kesan bahwa masalah stoikiometri hanya melibatkan praktik berulang konversi mol-massa, mengabaikan konversi molaritas-mol dan konversi liter-mol. Dengan kata lain, pendidik kimia dapat bersalah karena menghadirkan konsep yang sangat rabun dari stoikiometri dan apa maknanya berkaitan dengan menganalisis reaksi kimia.
Selain itu, ada wilayah lain pengetahuan yang sering diabaikan oleh beberapa pendidik kimia selama penilaian, perhatikan bahwa rumus kimia reaktan tidak diberikan, tetapi nama-nama kimia. Hal yang tampaknya menjadi "seni yang hilang" adalah keterampilan menerjemahkan nama kimia menjadi rumus kimia dan sebaliknya. Lebih sering tes kimia dan buku pelajaran kimia, cenderung memberikan kedua nama kimia dan rumus kimia, sehingga mengambil kesempatan dari peserta didik untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi keterampilan kimia dasar. Sekali lagi, hal itu mungkin memberikan kesan kepada peserta didik bahwa kimia hanyalah subjek memanipulasi angka untuk perhitungan daripada perhitungan yang hanya menjadi materi pelajaran. Selain itu, produk dari reaksi kimia tidak diberikan, memaksa peserta didik untuk menentukan produk dari reaktan tersebut yang merupakan reaksi substitusi ganda. Bahwa ada endapan terbentuk dan menuntut peserta didik untuk memprediksi produk endapan, berdasarkan aturan kelarutan. Sementara keterampilan ini mungkin tampak mendasar untuk pendidik kimia, pengetahuan tersebut sering diabaikan dalam penilaian peserta didik, sehingga membatasi pengetahuan mereka.
Mari perhatikan langkah-langkah penyelesaian soal, untuk menggambarkan hirarki pengetahuan dan pemikiran. Pertama, peserta didik harus menulis persamaan kimia yang benar dan setimbang untuk reaksi Amonium sulfat dengan Barium klorida. Selain itu, peserta didik harus memprediksi produk berdasarkan reaksi subtitusi ganda, serta mengidentifikasi endapan.
(NH4)2SO4(aq) + BaCl2(aq) à 2NH4Cl(aq) + BaSO4(s)
Menulis persamaan kimia yang setimbang awalnya muncul gambaran pengetahuan deklaratif dan pemikiran tingkat rendah. Namun, kita perlu menyadari bahwa ada pengetahuan prosedural dan berpikir tingkat tinggi yang terlibat juga. Peserta didik menggunakan keterampilan proses, misalnya bagaimana memprediksi produk dari reaktan berdasarkan jenis reaksi, cara menulis rumus kimia, dan bagaimana untuk menyetimbangkan persamaan. Semua keterampilan proses ini tampak algoritmik. Lebih lanjut, memprediksi endapan adalah keterampilan proses dan membutuhkan lebih dari satu langkah berpikir, karena peserta didik perlu mengetahui produk mana yang larut dalam air dan mana yang tidak.
Peserta didik perlu mengetahui bahwa amonium sulfat adalah reagen pembatas dalam reaksi ini, dan bahwa semua perhitungan akan berhubungan dengan barium sulfat dan amonium sulfat. Sekali lagi, ini juga menggambarkan pengetahuan prosedural dan berpikir tingkat tinggi, yaitu mengidentifikasi hubungan kimia dan rasio molar yang melibatkan beberapa langkah pemikiran penyelesaian soal. Hal ini diikuti perhitungan, menggambarkan pengetahuan prosedural dan berpikir tingkat tinggi, karena algoritma matematika yang diperlukan.
a)      mol (NH4)2SO4 = (50ml)(0,5mol/L) (10-3L/ml) = 0,025mol
b)      sesuai teori, mol BaSO4 setara dengan mol (NH4)2SO4 = 0,025mol
c)      yield teoritis BaSO4 = (0,025mol) (233,39g/mol) = 5,83g
d)     persen yield = yield aktual/yield teoritis = 3,25g/5,83g = 0,557 = 55,7%
Namun, ada beberapa hal pengetahuan kondisional dan berpikir kritis yang terlibat, seperti peserta didik harus membuat keputusan penyelesaian soal berdasarkan konteks kasus. Sebagai contoh, peserta didik perlu tahu kapan harus menggunakan konversi mol yang melibatkan molaritas terhadap konversi mol ke gram. Proses perhitungan mol menggambarkan pengetahuan prosedural dan berpikir tingkat tinggi, yaitu penentuan yang perlu proses perhitungan dengan menggambarkan pengetahuan situasi/ strategi dan berpikir kritis.
Bagian kedua dari soal adalah contoh yang lebih ilustratif untuk berpikir kritis. Perak nitrat menggantikan Amonium sulfat, sehingga mengubah persamaan reaksi yang setimbang dan endapan yang terbentuk.
2AgNO3(aq) + BaCl2(aq) à
Ba(NO3)2(aq) + 2AgCl(s)
Menulis rumus kimia, memprediksi produk dari reaksi, dan menyetimbangkan persamaan kimia menggambarkan pengetahuan prosedural dan berpikir tingkat tinggi. Namun, peserta didik menghadapi aturan kelarutan baru dibandingkan dengan reaksi pertama. Dalam reaksi baru ini, peserta didik menghadapi kasus Perak klorida sebagai endapan dan harus menyadari bahwa itu adalah salah satu dari beberapa klorida yang larut dalam air. Sementara peserta didik kemungkinan hanya tahu bahwa Perak klorida larut dalam air. Mereka perlu pengetahuan kognitif untuk membedakan antara aturan kelarutan untuk klorida dan senyawa nitrat.
Pemikiran kritis terutama terletak pada kasus yang dihadapi peserta didik yang harus berurusan dengan menghitung yield untuk reaksi kedua.
a)      mol AgNO3 = (50mL) (0,1mol/L) (10-3 L/mL) = 0,005mol
b)      secara teoritis, mol AgCl setara dengan mol AgNO3 = 0,005mol
c)      yield teoritis dari AgCl = (0,005mol) (143,45g/mol) = 0,72g
Mari perhatikan, yield teoritis untuk reaksi ini jauh lebih kecil dari 3,25gram endapan dalam reaksi pertama. Apakah ada salah perhitungan? Tidak, perhitungan di atas benar mencerminkan data yang diberikan. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan yang menarik bagi peserta didik. Jika reaksi kedua hanya menghasilkan yield teoritis 0,72gram, haruskah 3,25gram endapan didapat pada kondisi ini? Jawabannya jelas tidak, peserta didik tidak harus mendapat produk dari apa yang diprediksi secara teoritis.
Apakah soal bagian kedua akan membantu bagi peserta didik jika 50ml  Perak nitrat 0,5M yang digunakan? Belum tentu. Meskipun nilai molaritas dan volumenya akan konstan. Sementara perhitungan selanjutnya untuk yield akan dianggap "realistis" (yaitu, yield teoritis dari AgCl = 3,59g, persen yield = 90,6%). Hasilnya tidak akan realistis dalam pengaturan laboratorium, karena konsentrasi standar untuk larutan perak nitrat biasanya 0,1M bukan 0,5M. Apakah senyawa kimia yang berbeda memiliki massa molar yang berbeda? Hal ini terlalu mendasar untuk mengharapkan peserta didik berpikir kritis.
Alasan mengapa perlu menyajikan kasus kimia bukan sekedar untuk memperpanjang proses menghitung hasilnya atau berdasarkan data laboratorium, melainkan untuk menghadapkan peserta didik dengan skenario pembelajaran yang berbeda, sehingga mereka dapat membuat berbagai keputusan, dan belajar dari konsekuensi keputusan tersebut. Peserta didik disajikan sebuah skenario perak nitrat dan barium klorida bereaksi menghasilkan endapan, tetapi jauh lebih sedikit massanya daripada ketika Amonium sulfat bereaksi dengan barium klorida menghasilkan barium sulfat sebagai endapan. Kasusnya terletak pada pernyataan 3,25gram endapan dibentuk ketika amonium sulfat bereaksi dengan barium klorida. Meskipun hal ini benar ketika barium sulfat mengendap, hal itu belum tentu benar ketika perak klorida dihasilkan sebagai endapan. Karena yield teoritis untuk perak nitrat-barium klorida sangat rendah.
Prediksi terletak pada pernyataan 3,25gram endapan terbentuk ketika amonium sulfat bereaksi dengan barium klorida. Meskipun pada soal tidak secara eksplisit menyatakan bahwa 3,25gram endapan barium sulfat, peserta didik harus menyimpulkan bahwa hasil ini sebenarnya hanya spesifik untuk produk ini, dan setiap hasil selanjutnya harus dilihat berdasarkan pada masing-masing reaksi. Berpikir kreatif melibatkan variabel bebas, berpikir kritis melibatkan pertimbangan terhadap implikasi dari variabel terikat.
Cara termudah untuk menjelaskan aspek-aspek ini adalah untuk menyajikan konsep kausalitas. Untuk sepenuhnya memahami soal kimia adalah menafsirkan apa makna/arti jawabannya. Jawaban berarti sesuatu ketika peserta didik dapat menyatakan bahwa peristiwa itu adalah karena sesuatu yang lain, dengan kata lain mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara variabel independen dan dependen. Berpikir kritis pada dasarnya membutuhkan beberapa aspek validasi jawaban, keputusan, dan evaluasi.
Pada setiap langkah analisis kuantitatif, peserta didik harus mengidentifikasi hubungan antara potongan informasi yang berbeda dan memvalidasi hubungan tersebut. Peserta didik disajikan beberapa tingkat kasus dalam soal kimia, yang memerlukan keputusan yang berbeda dan hasil berdasarkan keputusan. Ini adalah sesuatu yang melibatkan pengetahuan kondisional, menggunakan strategi khusus, atau membuat keputusan tertentu berdasarkan situasi yang disajikan. Mungkin yang terbaik adalah untuk membahas pemikiran kritis dalam hal peserta didik mengenali dan berurusan dengan pengetahuan kondisional.

Pembahasan
Dalam kasus kimia yang disajikan, peserta didik disajikan masalah stoikiometri yang relatif kompleks dengan menggabungkan beberapa aspek yang berbeda dari pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural (misalnya, rumus kimia, menyeimbangkan persamaan kimia, massa molar, konversi mol, reagen pembatas, aturan kelarutan). Jika pendidik kimia hanya ingin mengkonfirmasi bahwa peserta didik dapat menggabungkan beberapa tingkat pengetahuan untuk memecahkan kasus, maka skenario amonium sulfat bereaksi dengan barium klorida sudah cukup. Namun, hal itu belum cukup jika tujuannya adalah berpikir kritis.
Struktur masalah pengetahuan yang disajikan sangat penting dan perlu merefleksikan tujuan pembelajaran yang dimaksudkan. Terlepas dari tujuan pembelajaran berpikir tingkat tinggi atau berpikir kritis, kasus kimia yang terstruktur dengan baik memberikan kepada peserta didik kesempatan untuk meninjau pengetahuan prasyarat dan memastikan domain pengetahuan  mereka terorganisir dengan baik. Jika tujuan pembelajaran yang dimaksud adalah berpikir kritis, maka kasus kimia yang disajikan perlu menghadirkan kepada peserta didik altematif skenario terhadap cara berpikir yang mereka biasanya gunakan. Hal ini tidak memadai dengan membatasi ruang lingkup pengetahuan peserta didik dengan membatasi konsep, seperti halnya satu atau dua aturan kelarutan yang sama, reagen pembatas yang sama, atau urutan yang sama dari langkah-langkah prosedural. Apakah instruksi yang berulang-ulang akan efektif, sehingga mengakibatkan penguasaan dalam lingkup pengetahuan dan keterampilan yang terbatas? Meskipun hal ini mungkin mengindikasikan kemampuan berpikir yang tinggi dalam beberapa aspek ilmu pengetahuan, tetapi tidak selalu menerjemahkan keterampilan ilmiah.
Ada persamaan antara pandangan pemikiran kritis dalam hal pengambilan keputusan dan berpikir evaluatif dan apa yang disebut sebagai pengembangan keterampilan validasi dan regulasi kognisi. Untuk membuat keputusan atau evaluasi “valid”, peserta didik perlu membuat koneksi antara skenario tertentu dan/atau data dan hasilnya. Peserta didik perlu memvalidasi keputusan atau evaluasi yang tidak berbeda dari proses pemeriksaan mendasar untuk jawaban mereka dalam latihan soal yang memerlukan aljabar.
Jawaban itu sendiri pada dasarnya berarti tanpa koneksi ke masalah asli. Masalahnya memiliki konteks sendiri; begitu juga dengan solusi atau jawaban. Peserta didik dapat sampai pada kesimpulan yang benar, solusi. atau menjawab untuk alasan yang tepat atau salah.
Hal yang menghubungkan segala sesuatu bersama-sama adalah proses pemecahan kasus. Bagi pendidik ilmu kimia, untuk menentukan sejauh mana peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir kritis, perlu untuk mengamati bagaimana peserta didik memecahkan kasus. Selain mengkonfir-masikan pengetahuan prasyarat dan organisasi domain pengetahuan, pendidik perlu menyajikan kepada peserta didik kasus dalam soal. Penting untuk mengamati sejauh mana peserta didik mengenali kasus dan bagaimana mereka berurusan dengannya. Dengan kata lain, kita perlu mengamati sejauh mana pengetahuan situasional dan strategis peserta didik, atau lebih secara khusus, hubungan antara pengetahuan situasional dan strategis mereka.
Hubungan ini dapat disebut sebagai regulasi kognisi. Secara umum, hubungan dapat memberitahu pendidik tentang bagaimana berbagai tingkat skema-spesifik pengetahuan dipekerjakan oleh pemecah kasus. Sekali lagi, ini memerlukan masalah ilmu untuk menyajikan beberapa tingkat kasus untuk peserta didik. Soal tanpa hanya memungkinkan peserta didik menggunakan pengetahuan apriori untuk mengkonfirmasi kebenaran. Unsur kasus memungkinkan pendidik dan peserta didik untuk memperluas ruang lingkup pengetahuan yang bisa diterapkan dalam soal, sehingga meningkatkan kebermak-naan pengetahuan peserta didik dan validitas atau nilai jawaban mereka.
Hal ini penting untuk menghargai bahwa membangun masalah yang lebih kompleks atau kegiatan belajar, tidak selalu menyamakan advokasi pemikiran kritis. Pendidik ilmu kimia dapat mempertimbangkan ilustrasi berpikir kritis mungkin hanya benar-benar mencerminkan pemikiran tingkat tinggi. Karena kompleksitas dari kegiatan belajar mungkin hanya menunjukkan jumlah kuantitatif pengetahuan peserta didik dituntut untuk memiliki atau digunakan. Dengan kata lain, hanya berurusan dengan jumlah yang terbatas dari pengetahuan yang tidak cukup berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: Apa yang peserta didik tahu? Berapa banyak pengetahuan yang mereka miliki?
Di sisi lain, ketika kegiatan belajar, terlepas dari kompleksitas, peserta didik tidak hanya dapat lebih baik, ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. mereka mungkin dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: Bagaimana peserta didik: mengetahui apa yang mereka ketahui? Mengapa mereka tahu apa yang mereka ketahui? Bagaimana mereka menerapkan apa yang mereka tahu? Pendidik berhadapan dengan spektrum pengetahuan yang lebih luas. Kontekstual pengetahuan, baik secara kuantitatif dan kualitatif.
Berpikir kritis perlu memiliki tempat yang lebih menonjol dan lebih baik didefinisikan dalam pendidikan kimia. Pengetahuan harus dibangun dalam hal kedalaman dan luasnya. Berpikir kebutuhan untuk menjadi lebih dari pada tingkat linear; itu harus luas. terletak, dan saling berhubungan. Peserta didik tidak hanya perlu menghargai pengetahuan, tetapi juga bagaimana menggunakannya. kapan dan di mana mereka menggunakannya, dan mengapa mereka menggunakannya. Literasi kimia harus lebih bermakna, bukan sekedar untuk mendapat pengetahuan; pengetahuan memiliki sedikit nilai jika tidak digunakan untuk aplikasi secara maksimal.

Kesimpulan
Berpikir kritis merupakan cara berpikir yang melibatkan hubungan antara pengetahuan situasional dan strategis. Hal ini terutama terkait dengan memecahkan kasus kimia secara kuantitatif dalam pembelajaran. Kontekstualisasi berpikir mencerminkan penggunaan pengetahuan strategis peserta didik yang berkaitan dengan situasi yang spesifik. Aspek kunci untuk hubungan ini adalah adanya kasus. Kasus dalam soal menciptakan peluang yang menantang peserta didik untuk belajar mengenali karakteristik unik dari soal, karakteristik yang menentukan mana konsep yang secara khusus relevan untuk menyelesaikan soal. Inti berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengenali kasus, membuat keputusan, dan menjelaskan cara penyelesaian. Kasus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Peserta didik yang berpikir kritis dan memecahkan kasus dalam soal kimia adalah mereka yang dapat menerapkan strategi penyelesaian soal kimia yang disajikan kepadanya dengan tepat dan berhasil menunjukkan cara penyelesaian soal. Berpikir kritis merupakan dasar pengembangan pengetahuan dan konsep kimia. Peserta didik yang mendapatkan berbagai konsep dalam konteks ilmu kimia diharapkan dapat berhasil mengenali perbedaan antara satu kasus dibandingkan dengan kasus lainnya.




Daftar Pustaka
1.      Anderson, L.W. & Krathwhol, D.R. (2010). Kerangka landasan pembelajaran, pengajaran dan asesmen. Judul asli: a taxonomy for learning, teaching and assessing: a revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives. Penerjemah: Agung Prihantoro. Pustaka Pelajar.
2.      Damarin, S.K. (1993). Schooling and situated knowledge: Travel or tourism?. Educational Technology, vol.33 p27-32.
3.      Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning:What it is and why it’s here to stay. Corwin Press, Inc. California.
4.      Laura E.H. (2002). Problem solving concept and theory. JVME. AAVMC.
5.      Lewis, A. & Smith, D. (1993). Defining higher order thinking. Theory into practice.

6.      Pushkin, D.B. (2000). Critical thinking in science - How do we recognize it? Do we foster it? Perspectives in critical thinking: essays by teachers in theory and practice vol.110. Peter Lang. New York.
Share:

No comments:

Post a Comment

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru