Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

Penilaian Ketrampilan atau psikomotor atau sensorimotor

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan adalah rumusan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 25 ayat 4 menyatakan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2007 menyebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian adalah menyeluruh dan berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Cakupan aspek penilaian yang dimaksud adalah aspek kognitif (pengetahuan), aspek  psikomotor (keterampilan), dan aspek afektif (sikap).
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: Cognitive Domain (Ranah Kognitif) yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri, dan Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik. (Wikipedia, 2011)
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga, kemampuan merakit komputer, kemampuan membuat jaringan, kemampuan dalam membuat pembukuan, analisi dalam sisklus akuntansi. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya menggunakan jangka sorong. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah: 1) Apakah siawa sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka? 2)  Apakah siswa sudah dapat menghayatinya? 3) Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari? Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik untuk melihat kemampuan penguasaan proses, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes penguasaan produk.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Mengapa perlu dilakukan assesmen sensorimotor (psikomotorik) atau penilaian ketrampilan?
2.      Bagaimana mengkonstruksi instrumen assesmen sensorimotorik (psikomotorik) atau penilaian ketrampilan dalam bentuk proses?
3.      Bagaimana mengkonstruksi instrumen assesmen sensorimotorik (psikomotorik) atau penilaian ketrampilan dalam bentuk produk?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.   Untuk memahami alasan dan tujuan dilakukan assesmen ranah sensorimotor (psikomotorik) atau ketrampilan.
2.   Untuk memahami cara mengkonstruksi instrumen assesmen sensorimotorik (psikomotorik) atau ketrampilan dalam bentuk proses.
3.   Untuk memahami cara mengkonstruksi instrumen assesmen sensorimotorik (psikomotorik) atau ketrampilan dalam bentuk produk.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Assesmen
Istilah asesmen berasal dari kata assess yang berarti menempatkan sesuatu atau membantu penilaian. Asesmen adalah proses mengumpulkan informasi tentang peserta didik atau tentang kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan (Arends, 2008). Informasi dapat diperoleh melalui pengukuran dan nonpengukuran termasuk di dalamnya dengan melakukan observasi kelas, menggunakantes yang standar atau tes buata guru, proyek, dan protofolio subjek belajar.
Asesmen merujuk pada penilaian menyeluruh yang meliputi beberapa aspek yang dimiliki siswa, yaitu pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap; atau dapat pula merujuk pada alat ukur yang digunakannya. Alat ukur yang digunakan pada asesmen meliputi berbagai metode atau prosedur, formal maupun informal untuk menghasilkan informasi mengenai siswa, misalnya tes tertulis atau pedoman wawancara. Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dari program yang bersangkutan. Dalam hal ini termasuk di dalamnya untuk mengetahui keberhasilan seluruh subjek belajar yang menempuh suatu program.
Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat berupa lembar observasi atau portofolio.
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang diamati. Lembar observasi dapat berbentuk daftar periksa/check list atau skala penilaian (rating scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai unjuk kerja peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5. Pada umumnya, baik daftar periksa observasi maupun skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) persiapan, (2) Proses, dan (3) produk. Penilaian psikomotorik dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik untuk asesmen ranah psikomotor dalam bentuk proses, atau sesudah proses berlangsung untuk asesmen ranah psikomotor dalam bentuk produk.

B.     Ranah sensorimotor (Psikomotorik) atau ranah ketrampilan
Satu bentuk hasil belajar yang umum digunakan adalah pengelompokkan dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir mulai menghapal sampai analisis, sintesis dan evaluasi sedangkan afektif berhubungan dengan perilaku mencakup perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah psikomotor berhubungan dengan pengembangan motorik, koordinasi otot, dan keterampilan-keterampilan fisik.
Ranah psikomotor menurut pendapat Harrow, A. (1972) dalam http://users.rowan.edu/~cone/curriculum/psychomotor.htm  mencakup:
1) Reflex movements - Automatic reactions; 2) Basic fundamental movement - Simple movements that can build to more complex sets of movements; 3) Perceptual - Environmental cues that allow one to adjust movements; 4) Physical activities - Things requiring endurance, strength, vigor, and agility; 5) Skilled movements - Activities where a level of efficiency is achieved; 6) Non-discursive communication - Body language.

Maksudnya bahwa ranah psikomotorik menurut Harrow mencakup:
1.   Gerak refleks (reflex movements): merupakan reaksi-reaksi/gerak otomatis. Hal ini mengandung arti bahwa gerak itu secara otomatis dan tidak dapat dilatih. Gerak refleks merupakan gerakan yang tidak disadari dan diperoleh sejak lahir yang berhubungan dengan gerakan yang dikoordinasikan oleh otak dan bagian sumsum tulang belakang.
2.      Gerak dasar pokok (basic-foundamental movements): merupakan gerakan sederhana yang dapat membangun satu set gerakan yang lebih kompleks. Pola gerakan yang melekat dibentuk oleh kombinasi gerak refleks. Gerakan yang mengarah keketerampilan yang sifatnya kompleks seperti gerakan lokomotor (gerakan yang mengakibatkan tubuh berpindah tempat yaitu berjalan, tengkurap, merangkak), gerakan non-lokomotor (gerakan dinamis yang bertumpu pada sumbu tertentu seperti menari, senam, membungkuk), dan gerakan manipulatif (gerakan yang terjadi pada sebagian anggota badan seperti dalam kegiatan menggambar, naik sepeda).
3.  Kemampuan perseptual (perceptual abilities): merupakan isyarat yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan gerak. Hal ini merupakan Interpretasi berbagai rangsangan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan penyesuaian terhadap lingkungan. Kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan seperti diskriminasi kinestetik (menyadari gerakan tubuh seseorang) dan body awareness (keberatsebelahan atau keseimbangan).
4.  Kemampuan fisik (physical abilities): yang berkaitan dengan daya tahan, kekuatan, dan kelincahan. Daya tahan berkaitan kemampuan tubuh pada diri seseorang untuk dapat melakukan gerakan yang kontinyu. Kekuatan berkaitan dengan kemampuan mengerahkan kekuatan. Kelincahan berkaitan dengan yaitu kemampuan untuk bergerak dengan cepat, menanggapi rangsang untuk memulai/mengakhiri sesuatu, mengubah arah gerakan dan lain sebaginya.
5.      Gerak terlatih (skilled movements): merupakan gerakan efisiensi saat melakukan tugas-tugas yang kompleks. Hal ini berkaitan juga dengan semua bentuk adaptasi pola gerak terpadu dari gerak-gerak dasar pokok dalam melaksanakan gerakan.
6.      Komunikasi berkesinambungan (non-discursive communication) yang merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi wajah ataupun gerak isyarat. Komunikasi berkesinambuangan Meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.

Selain itu, ranah psikomotorik menurut Simpson E. J. (1972) dalam http://users.manchester.edu/Student/GJTribbett/Webpage/Bloom%27s%20Taxonomies.pdf menyatakan:
“The psychomotor domain includes physical movement, coordination, and use of the motorskill areas. Development of these skills requires practice and is measured in terms of speed, precision, distance, procedures, or techniques in execution. The seven major categories listed the simplest behavior to the most complex: 1) Perception: The ability to use sensory cues to guide motor activity. This ranges from sensory stimulation, through cue selection, to translation. 2) Set: Readiness to act. It includes mental, physical, and emotional sets. These three sets are dispositions that predetermine a personís response to different situations (sometimes called mindsets). 3) Guided Response: The early stages in learning a complex skill that includes imitation and trial and error. Adequacy of performance is achieved by practicing. 4) Mechanism: This is the intermediate stage in learning a complex skill. Learned responses have become habitual and the movements can be performed with some confidence and proficiency; 5) Complex Overt Response: The skillful performance of motor acts that involve complex movement patterns. Proficiency is indicated by a quick, accurate, and highly coordinated performance, requiring a minimum of energy. This category includes performing without hesitation, and automatic performance. For example, players are often utter sounds of satisfaction or expletives as soon as they hit a tennis ball or throw a football, because they can tell by the feel of the act what the result will produce; 6) Adaptation: Skills are well developed and the individual can modify movement patterns to fit special requirements; 7) Origination: Creating new movement patterns to fit a particular situation or specific problem. Learning outcomes emphasize creativity based upon highly developed skills”


Maksudnya bahwa ranah psikomotor menurut Simpson mencakup tujuh jenjang sebagai berikut.
1.      Persepsi: yakni kemampuan untuk menggunakan isyarat-isyarat sensori untuk memandu aktivitas motorik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan menangkap stimulus, menyeleksi isyarat, dan kemampuan mentranslasinya ke dalam aksi yang ditampilkan. Contoh kata kerja yang digunakan adalah menggambarkan, mendeteksi, membedakan, mengidentifikasi, mengisolasi. Misalnya memperkirakan dimana bola akan mendarat saat dilemparkan dan kemudian pindah ke lokasi yang tepat untuk menangkap bola.
2.      Set: Kesiapan untuk bertindak. Ini mencakup mental, fisik, dan emosional. Ketiga set adalah ketentuan yang menunjukkan respon seseorang untuk situasi yang berbeda (kadang-kadang disebut pola pikir). Contoh kata kerja yang digunakan adalah menunjukkan, menjelaskan, bergerak, melanjutkan, bereaksi, menunjukkan.
3.      Respon terpandu: tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks yang mencakup peniruan dan trial and error. Kecukupan kinerja dicapai dengan berlatih. Contoh kata kerja mengikuti, bereaksi, memperbanyak, merespon. Misalnya mengikuti instruksi ketika membangun sebuah model.
4.      Mekanisme: Ini adalah tahap peralihan dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. Maksudnya menampilkan suatu kegiatan yang sifatnya habitual sehingga menghasilkan suatu keterampilan (skill). Contoh kata kerja yang digunakan menggambarkan "mekanisme" merakit, mengkalibrasi, membangun, membongkar, memasang, melampirkan, memperbaiki, menggiling, memanipulasi, mengukur, memperbaiki, mengatur. Misalnya memperbaiki stopkontak listrik, mengkalibrasi alat ukur listrik.
5.      Respon terbuka yang Kompleks: kinerja tindakan yang melibatkan pola gerakan yang kompleks. Kemahiran itu ditunjukkan dengan kinerja cepat, akurat, dan sangat terkoordinasi, membutuhkan energi minimal. Kategori ini termasuk melakukan tanpa ragu-ragu, dan secara otomatis. Contoh kata kerja yang digunakan adalah membangun, mengkalibrasi, membongkar, mengencangkan, memanipulasi, mengukur, memperbaiki, menggunakan. Misalnya menggunakan alat ukur secara cepat dan akurat.
6.      Adaptasi: Keterampilan yang dikembangkan dengan baik dan dapat memodifikasi pola pergerakan sesuai persyaratan khusus. Misalnya kemampuan mengubah-ubah pola gerakan karena adanya masalah yang dihadapi. Contoh kata kerja yang menggambarkan adaptasi adalah untuk beradaptasi, mengubah, memodifikasi, mengatur ulang, merevisi.
7.      Origination: membuat pola gerakan baru agar sesuai dengan situasi tertentu atau masalah khusus. Hasil pembelajaran menekankan kreativitas berdasarkan keterampilan yang dikembangkan. Contoh verba menggambarkan originasi adalah: mengorganisasi, membangun, menggabungkan, menulis, membangun, membuat, desain, memulai. Sebagai contoh, siswa membangun sebuah teori baru.


C.    Taksonomi Bloom Terbaru
Taksonomi Bloom pada tahun 1956 dipisahkan menjadi tiga domain, yakni domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Taksonomi Bloom terbaru (Dettmer, 2006) terdiri dari Empat domain, yaitu domain kognitif, domain afektif, domain sensorimotor (sebagai pengganti psikomotor), dan domain sosial. Keempat domain tersebut sebagai aktualisasi dalam pembelajaran membentuk satu kesatuan yang disebut dengan unity (kesatuan). Oleh karena itu, dalam membuat perencanaan kegiatan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajara dan melaksanakan asesmen ranah/domain taksonomi Bloom terbaru ini dapat dijadikan sebagi sumber acuan, seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1.
Keempat domain pada Tabel 1 memiliki hubungan satu sama lain dalam kaitannya dengan aktivitas pembelajaran dan melakukan sesuatu hal (learning and doing). Kemampuan berinovasi merupakan puncak dari domain sensorimotor  yang dapat ditumbuhkembangkan agar dimiliki seseorang. Konsep Bloom yang baru memaparkan bahwa pembelajaran dapat dibedakan menjadi pembelajaran dasar (basic learning), pembelajaran terapan (applied learning), dan pembelajaran ideasional (ideational learning). Ketiga bentuk pembelajaran tersebut tidak dapat terlepas dari target yang ingin dicapai (Dettmer, 2006)
Ciri pembelajaran dasar adalah realisme (apa yang akan peserta didik ketahui). Isi/konten bersifat esensial. Perolehan aspek sensorimotorik berupa proses mengamati  (fase 1) dan bereaksi (fase 2). Ciri pembelajaran terapan adalah pragmatisme (apa yang dapat peserta didik perbuat). Pembelajaran domain sensorimotor ini bersifat pengembangan sehingga penekanan pada beraktifitas (fase 3), beradaptasi (fase 4) dan melakukan aktifitas yang sesungguhnya (fase 5). Oleh karena itu, pembelajaran ini sudah bersifat kompleks dan bersifat individual bagi setiap peserta didik. Pembelajaran ideasional dikarakterisasi oleh idealisme atau aspirasi peserta didik. Pembelajaran bertumpu pada apa yang menjadi aspirasi peserta didik untuk mencapai perolehan dari mengharmonisasikan beberapa hal (fase 6) sampai pada tataran inovasi (fase 8).


Tabel 1
Domain yang Dikembangkan dalam Pembelajaran



D.    Pengembangan Instrumen Ranah Psikomotorik
Penilaian ranah psikomotor tidak berbeda jauh dengan penilaian ranah kognitif. Perbedaan di antara keduanya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif umumnya dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor  menggunakan penilaian kinerja.
Untuk mengkonstruksi instrumen dalam menilai ranah psokomotor ini, sama halnya dengan ranah kognitif, dimulai dari penentuan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, kemudian dibuatkan ke dalam kisi-kisi.
Instrumen yang akan digunakan untuk menilai ranah psikomotor mempunyai karakteristik khusus, umumnya ada komponen tugas dan kriteria. Tugas-tugas yang dirancang untuk menilai keterampilan tangan (hands-on). Penilaian kinerja sering digunakan dalam menilai keterampilan. Penilaian kinerja dengan mengamati siswa ketika mereka mempertunjukkan keterampilan mereka dan dapat menilai kreasi mereka dalam bentuk produk-produk yang mereka buat.
1.      Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah penilaian yang difokuskan pada aspek keterampilan yang berkait dengan ranah psikomotor yang dapat didemonstrasikan oleh siswa. Kinerja atau kemampuan yang didemonstrasikan, dapat dibuat dari kinerja yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Kinerja yang paling rendah misalnya kemampuan siswa menjawab saat ditanya bagaimana meletakkan alat ukur basic meter di atas meja pada saat melakukan pengukuran. Kinerja agak tinggi misalnya siswa diminta mendemonstrasikan cara meletakkan aalat ukur basic meter di atas meja pada saat melakukan pengukuran. Kinerja yang lebih tinggi lagi misalnya siswa diminta melakukan pengukuran dengan menggunakan basic meter., dan kinerja yang sangat tinggi jika siswa mampu menggunakan basic meter untuk mengukur tegangan yang lebih tinggi dengan memanfaatkan batas ukur yang lebih besar.
Berdasarkan kontek di atas, maka kinerja  mencakup ranah kognitif dan sekaligus mencerminkan ranah psikomotor. Ranah kognitif adalah tingkat kebenaran dari aspek berpikir yang mendasari tindakannya, dan keterampilan psikomotor yang didemonstrasikan berupa kemampuan meletakkan alat ukur basic meter di atas meja pada saat melakukan pengukuran, dan dapat melakukan pengukuran tegangan listrik hingga memproleh hasil pengukuran. Dengan kata lain aspek psikomotor menyangkut penguasan prosedur. Akan tetapi, dapat pula aspek psikomotor dapat dinilai dari produk yang dihasilkan oleh suatu tindakan tertentu yang dilakukan peserta didik. Penilaian terhadap prosedur berarti lebih mengarah kepada aktualisasi aspek psikomotor yang ditampilkan dalam suatu kinerja (performance).
Menurut Bambang Subali (2011) Penilaian terhadap prosedur dilakukan dengan pertimbangan: (1) tidak ada produk yang bisa dinilai, (2) prosedurnya memiliki langkah-langkah yang urut dan dapat diamati, (3) langkah-langkah yang benar dari suatu prosedur menunjukkan suatu keberhasilan, dan/atau (4) analisis terhadap prossedur dapat meningkatkan mutu produk. Penilaian terhadap produk dilakukan dengan pertimbangan: (1) berbeda prosedur berbeda produk, (2) prosedur sudah dikuasai, (3) prosedurnya tidak dapat dinilai, (4) prosedur tidak perlu dinilai (misalnya pekerjaan rumah), dan/atau (5) produk memiliki kejelasan aspek yang dinilai.
a.      Pengembangan Item Tes Kinerja untuk Penguasaan Prosedur/Proses
Menurut Bambang Subali (2011) Untuk mengembangkan item tes kinerja dalam bentuk prosedur harus memperhatikan hal-hal berikut.
1)      Menyesuaikan dengan jenis kinerja/performance yang harus ditampilkan, apakah merupakan gerak dasar yang fundamental, kemampuan perceptual, kemampuan fisik, gerak terlatih ataukah gerak yang mengekspresikan komunikasi.
2)      Menyesuaikan dengan tehnik penilaian yang dipilih, yaitu:
a)      Tes identifikasi untuk mengukur kinerja seseorang atas dasar tanda-tanda atau sinyal yang diberikan saat diberikan tes.
b)      Tes simulasi untuk mengukur kinerja dalam situasi yang mirip dengan situasi yang sebenarnya.
c)      Uji petik kerja (work sampel test) untuk mengukur kinerja dalam situasi yang sebenarnya.
3)      Menyusun rubrik/pedoman penskoran
Di dalam penyusunan rubrik/pedoman penskoran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tergantung pada bentuk instrumen.
a)      Tes identifikasi: (a) menentukan jenis kemampuan kinerja yang akan diidentifikasi, (b) menentukan banyaknya hal/aspek yang akan diidentifikasi, dan (c) membuat rubrik untuk penskoran yang dilengkap dengan kategorisasi keberhasilan identifikasi.
b)      Uji petik kerja/simulasi: (a) mengidentifikasi aspek kinerja yang diskor, (b) menentukan model skala yang dipakai untuk menyekor, yakni skala penilaian (rating scale) atau daftar cek (check list), dan (c) membuat rubrik penskoran yang dilengkapi dengan kategorisasi keberhasilan kinerja.

b.      Pengembangan Item Tes Kinerja untuk Penguasaan Produk
Menurut Bambang Subali (2011) bahwa untuk mengembangkan item tes kinerja dalam bentuk penguasan produk maka harus memperhatikan hal-hal berikut.
1)      Menyesuaikan dengan jenis produk yang harus dihasilkan, apakah produk dua dimensi ataukah produk tiga dimensi.
2)      Memperhatikan tehnik penilaian yang dipakai, yaitu
a)      Tes tertulis (paper and penci test) untuk menilai produk dua dimensi yang diwujudkan dalam bentuk sketsa, tulisan, gambar, lukisan, atau bentuk dua dimensi lainnya.
b)      Penugasan produk tiga dimensi untuk menilai produk tiga dimensi yang diwujudkan dalam bentuk rangkaian, pahatan, dan produk tiga dimensi lainnya.
3)      Menyusun rubrik/pedoman penskoran
Di dalam penyusunan rubrik/pedoman penskoran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tergantung pada bentuk instrumen.
a)      Tes paper and pencil: (a) menentukan cara penskoran secara holistik atau analitik, (b) menentukan aspek-aspek yang dinilai atau kata kunci, (c) menentukan bobot skor, dan (d) menentukan klasifikasi peringkat penilaian.
b)      Penugasan produk tiga dimensi: (a) menentukan aspek produk yang akan dinilai, (b) menentukan bobot skor, dan (c) menentukan klasifikasi peringkat penilaian.

2.      Contoh Instrumen untuk Pengukuran Kinerja Psikomotor
Standar Kompetensi    : 3.  Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Dasar       : 3.2  Menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator                     : siswa dapat mengukur tegangan listrik pada suatu rangkaian dengan menggunakan basic meter

Indikator tersebut, pada dasarnya akan mengukur kinerja keterampilan dengan memerintahkan siswa menggunakan basic meter untuk mengukur tegangan listrik, maka langkah pertama invetarisasilah langkah-langkah yang harus dikerjakan jika seseorang menggunakan basic meter untuk mengukur tegangan listrik. Setelah diinventarisasi langkah/tahapannya misalnya diperoleh hasil sebagai berikut.
a.       Mengecek apakah jarum penunjuk tepat berada pada skala nol
b.      Memutar pengatur posisi nol apabila jarum tersebut belum tepat berada pada posisi nol
c.       Menempatkan knob selektor batas ukur pada batas ukur DCV maksimum
d.      Menghubungkan basic meter secara parallel dengan beban
e.       Menghubungkan ujung jamper hitam pada tegangan negatip rangkaian yang diukur tersebut dan ujung jamper merah pada tegangan positip
f.       Menempatkan knob selektor batas ukur pada batas ukur DCV yang sesuai.



1)      Lembar observasi bentuk check list
Jika keterampilan mengukur tegangan listrik menggunakan basic meter akan dibuat dalam bentuk check list maka dapat dibuat sajian sebagai berikut.
Nama: …………................................... Nomor Presensi : .... ……
........... a.      Mengecek apakah jarum penunjuk tepat berada pada skala nol
........... b.     Memutar pengatur posisi nol apabila jarum tersebut belum tepat berada pada posisi nol
........... c.      Menempatkan knob selektor batas ukur pada batas ukur DCV maksimum
........... d.     Menghubungkan basic meter secara parallel dengan beban
........... e.      Menghubungkan ujung jamper hitam pada tegangan negatip rangkaian yang diukur tersebut dan ujung jamper merah pada tegangan positip
........... f.      Menempatkan knob selektor batas ukur pada batas ukur DCV yang sesuai.
Catatan:
Beri tanda V untuk setiap kinerja berikut ini! yang dinyatakan benar dari setiap tindakan yang dilakukan siswa untuk melakukan pengukuran tegangan listrik menggunakan basicmeter!

2)      Lembar Observasi Bentuk Rating Scale
Nama: ………….................................. Nomor Presensi : ….......…
1    2    3     4     a.  Mengecek apakah jarum penunjuk tepat berada pada skala nol
1    2    3     4     b.  Memutar pengatur posisi nol apabila jarum tersebut belum tepat berada pada posisi nol
1    2    3     4     c.  Menempatkan knob selektor batas ukur pada batas ukur DCV maksimum
1    2    3     4     d. Menghubungkan basic meter secara parallel dengan beban
1    2    3     4     e.  Menghubungkan ujung jamper hitam pada tegangan negatip rangkaian yang diukur tersebut dan ujung jamper merah pada tegangan positip
1    2    3     4     f.   Menempatkan knob selektor batas ukur pada batas ukur DCV yang sesuai.
Catatan:
1.      Lingkari angka 4 jika tepat, angka 3 jika agak tepat, angka 2 jika tidak tepat dan angka 1 jika sangat tidak tepat.
2.      Agar lebih objektif dibuat kriteria/rubrik untuk tiap butir yang direntang mulai dari skala 1 sampai 4 tersebut. Misalnya untuk item bagian a dibuat kriteria atau rubrik: (4) jika jarum penunjuk tepat pada skala nol, (3) jika jarum penunjuk bergeser 1 skala dari posisi nol, (2) jika jarum penunjuk bergeser 2 skala dari posisi nol, dan (1) jika jarum penunjuk bergeser 3 skala dari posisi nol




BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan:
1.      Tujuan dilakukan asesmen ranah sensorimotor (psikomotor) adalah untuk mengumpulkan informasi tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik.
2.      Penilaian terhadap prosedur pada ranah psikomotor dilakukan dengan pertimbangan: (1) tidak ada produk yang bisa dinilai, (2) prosedurnya memiliki langkah-langkah yang urut dan dapat diamati, (3) langkah-langkah yang benar dari suatu prosedur menunjukkan suatu keberhasilan, dan/atau (4) analisis terhadap prossedur dapat meningkatkan mutu produk. Untuk mengembangkan item tes kinerja dalam bentuk prosedur harus memperhatikan hal-hal berikut.
a.       Menyesuaikan dengan jenis kinerja/performance yang harus ditampilkan.
b.      Menyesuaikan dengan tehnik penilaian yang dipilih.
c.       Menyusun rubrik/pedoman penskoran
3.      Penilaian terhadap produk pada ranah psikomotor dilakukan dengan pertimbangan: (1) berbeda prosedur berbeda produk, (2) prosedur sudah dikuasai, (3) prosedurnya tidak dapat dinilai, (4) prosedur tidak perlu dinilai (misalnya pekerjaan rumah), dan/atau (5) produk memiliki kejelasan aspek yang dinilai. Untuk mengembangkan item tes kinerja dalam bentuk penguasan produk maka harus memperhatikan hal-hal berikut.
a.       Menyesuaikan dengan jenis produk yang harus dihasilkan, apakah produk dua dimensi ataukah produk tiga dimensi.
b.      Memperhatikan tehnik penilaian yang dipakai
c.       Menyusun rubrik/pedoman penskoran




DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I (2008). Learning to teach. (Terjemahan Helly Prajitno & Sri Mulyantini). New York. McGraw Hill. (buku Asli diterbitkan tahun 2007)

Bambang Subali. (2011). Evaluasi dan remediasi pembelajaran biologi. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY. Yogyakarta

Dettmer, P. (2006). New Blooms in established fields: four domains of learning and doing [Versi elektronik]. Roeper Review, 28, 2, 70-78.

Learning Domains or Bloom's Taxonomy. http://users.manchester.edu/ Student/GJTribbett/Webpage/Bloom%27s%20Taxonomies.pdf

Psychomotor Domain Taxonomy. http://users.rowan.edu/~cone/curriculum/ psychomotor.htm

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Share:

No comments:

Post a Comment

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru