Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

2.1. Penemuan elektron

Menurut Dalton dan ilmuwan sebelumnya, atom adalah partikel terkecil yang tak dapat terbagi lagi, dan merupakan komponen mikroskopik utama penyusun semua materi. Jadi, tidak ada seorangpun ilmuwan sebelum abad 19 menganggap atom memiliki struktur, atau dengan kata lain, atom juga memiliki komponen yang lebih kecil.

Keyakinan bahwa atom tak terbagi mulai goyah akibat perkembangan pengetahuan hubungan materi dan kelistrikan yang berkembang lebih lanjut. Kita dapat mempelajari perkembangan kronologis pemahaman hubungan antara materi dan listrik.

Tabel 2.1 Kemajuan pemahaman hubungan materi dan listrik.
Tahun                            Peristiwa
1800                              Penemuan baterai (Volta)
1807                              isolasi Na dan Ca dengan elektrolisis (Davy)
1833                              Penemuan hukum elektrolisis (Faraday)
1859                              Penemuan sinar katoda (Plücker)
1874                              Penamaan elektron (Stoney)
1887                              Teori ionisasi (Arrhenius)
1895                              Penemuan sinar-X (Röntgen)
1897                              Bukti keberadaan elektron (Thomson)
1899                              Penentuan e/m (Thomson)
1909-13                         Percobaan tetes minyak (Millikan)

Faraday memberikan kontribusi yang sangat penting, ia menemukan bahwa jumlah zat yang dihasilkan di elektroda-elektroda saat elektrolisis (perubahan kimia ketika arus listrik melewati larutan elektrolit) sebanding dengan jumlah arus listrik. Ia juga menemukan pada tahun 1833 bahwa jumlah listrik yang diperlukan untuk menghasilkan 1 mol zat di elektroda adalah tetap (96,500 C). Hubungan ini dirangkumkan sebagai hukum elektrolisis Faraday.

Faraday sendiri tidak bermaksud menggabungkan hukum ini dengan teori atom. Namun, kimiawan Irish George Johnstone Stoney (1826-1911) memiliki wawasan sehingga mengenali pentingnya hukum Faraday pada struktur materi; ia menyimpulkan bahwa terdapat satuan dasar dalam elektrolisis, dengan kata lain ada analog atom untuk kelistrikan. Ia memberi nama elektron pada satuan hipotesis ini.

Kemudian muncul penemuan menarik dari percobaan tabung vakum. Bila kation mengenai anoda saat diberikan beda potensial yang tinggi pada tekanan rendah (lebih rendah dari 10–2 - 10–4 Torr. Torr adalah satuan tekanan yang sering digunakan untuk mendeskripsikan tingkat vakum, (1 Torr = 133, 3224 Pa)), gas dalam tabung, walaupun merupakan insulator, menjadi penghantar dan memancarkan cahaya. Bila vakumnya ditingkatkan, dindingnya mulai menjadi mengkilap, memancarkan cahaya fluoresensi (Gambar 2.1). Fisikawan Jerman Julius Plücker (1801-1868) berminat pada fenomena ini dan menginterpreatsinya sebagai beikut: beberapa partikel dipancarkan dari katoda. Ia memberi nama sinar katoda pada partikel yang belum teridentifikasi ini (1859).


Gambar 2.1 Penemuan sinar katoda. Sinar katoda dihasilkan dalam tabung vakum bila vakum tinggi memberikan informasi yang sangat penting pada struktur atom.

Patikel yang belum teridentifikasi ini, setelah dipancarkan dari katoda, akan menuju dinding tabung atau anoda. Ditemukan bahwa partikel tersebut bermuatan karena lintasan geraknya akan dibelokkan bila medan magnet diberikan. Lebih lanjut, sifat cahaya tidak bergantung jenis logam yang digunakan dalam tabung katoda, maupun jenis gas dalam tabung pelucut ini. Fakta-fakta ini menyarankan kemungkinan bahwa partikel ini merupakan bahan dasar materi.

Fisikawan Inggris Joseph John Thomson (1856-1940) menunjukkan bahwa partikel ini bermuatan negatif. Ia lebih lanjut menentukan massa dan muatan partikel dengan memperkirakan efek medan magnet dan listrik pada gerakan partikel ini. Ia mendapatkan rasio massa dan muatannya. Untuk mendapatkan nilai absolutnya, salah satu dari dua hal tersebut harus ditentukan.

Fisikawan Amerika Robert Andrew Millikan (1868-1953) berhasil membuktikan dengan percobaan yang cerdas adanya partikel kelistrikan ini. Percobaan yang disebut dengan percobaan tetes minyak Millikan. Tetesan minyak dalam tabung jatuh akibat pengaruh gravitasi. Bila tetesan minyak memiliki muatan listrik, gerakannya dapat diatur dengan melawan gravitasi dengan memberikan medan listrik. Gerakan gabungan ini dapat dianalisis dengan fisika klasik. Millikan menunjukkan dengan percobaan ini bahwa muatan tetesan minyak selalu merupakan kelipatan 1,6x10–19 C. Fakta ini berujung pada nilai muatan elektron yaitu sebesar 1,6x10–19 C.

Rasio muatan/massa ("/" artinya "berbanding") partikel bermuatan yang telah diketahui selama ini sekitar 1/1000 (C/g). Ratio yang didapatkan Thomson jauh lebih tinggi dari nilai tersebut (nilai akurat yang diterima adalah 1,76 x108 C/g), dan penemuan elektron tidak masuk dalam struktur pengetahuan yang ada saat itu. Partikel ini bukan sejenis ion atau molekul, tetapi harus diangap sebagai bagian atau komponen penyusun atom.

Latihan 2.1 Perhitungan massa elektron.
Hitung massa elektron dengan menggunakan nilai yang didapat Millikan dan Thomson.

Jawab:
Kita dapat memperoleh penyelesaian dengan mensubstitusikan nilai yang didapat Millikan pada hubungan: muatan/massa = 1,76 x108 C/g). Maka, m = e/(1,76 x108 C/g)) = 1,6x10–19 C/(1,76 x108 C/g) = 9,1 x10-28 g. Muatan listrik yang dimiliki elektron (muatan listrik dasar) adalah salah satu konstanta universal dan sangat penting.

Latihan 2.2 Rasio massa elektron dan atom hidrogen.
Hitung rasio massa elektron dan atom hidrogen.

Jawab:

Massa mH atom hidrogen adalah: mH = 1 g/6,022 x 1023 = 1,67 x 10-24g.
Jadi, me : mH = 9,1 x 10-28g : 1,67 x 10-24g = 1 : 1,83 x 103. Sangat menakjubkan bahwa massa elektron sangat kecil. Bahkan atom yang paling ringanpun, hidrogen, sekitar 2000 kali lebih berat dari massa elektron.




Share:

2. Struktur Atom

Kemajuan yang sangat pesat dalam sains (kimia, fisika, biologi dan matematika) dan teknologi (peralatan labolatorium modern) pada paruh pertama abad 20 ditandai dengan perkembangan paralel teori dan percobaan. Sungguh menakjubkan mengikuti perkembangan saintifik (metode saintifik dan pendekatan saintifik atau yang kita sebut juga metode ilmiah) sebab kita dapat dengan jelas melihat berbagai lompatan perkembangan ini. Sungguh kemajuan pesat sejak dari penemuan elektron, teori kuantum Planck, penemuan inti atom oleh Rutherford, teori Bohr, sampai dikenalkan teori mekanika kuantum yang merangsang kepuasan intelektual. Dalam kimia penemuan ide umum orbital dan konfigurasi elektron memiliki signifikansi khusus. Ide-ide ini dapat dianggap sebagai modernisasi dan pelengkapan teori atom. Mempelajari struktur atom adalah keharusan bagi para ahli kimia.


Share:

Teknik penilaian: wawancara dan contoh pedoman wawancara

Wawancara
Sebagai salah satu teknik penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar mengajar. Kekuatan wawancara adalah kontak langsung dengan siswa sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara bebas dan mendalam. Hubungan emosional juga dapat dibina lebih baik dengan siswa yaitu hubungan orang tua dan anak, dan guru juga dapat mejadi teman atau sahabat bagi siswa, sehingga siswa dapat lebih bebas mengungkapkan pendapatnya. Wawancara dapat direkam sehingga jawaban siswa dapat ditranskrip secara lengkap. Melalui wawancara data dapat diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif. Pertanyaan yang kurang jelas dapat diulang atau dijelaskan lagi. Sebaliknya jawaban yang belum jelas dapat diulang atau diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna.

Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara berstruktur dan wawancara bebas. Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga siswa tinggal mengkategorikan kepada alternatif jawaban yang telah dibuat. Jenis ini lebih mudah diolah dan dinalisis untuk dibuat kesimpulannya. Pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga siswa bebas mengungkapkan pendapatnya.

Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan wawancara yaitu:
1) tahap awal pelaksanaan wawancara
2) penggunaan pertanyaan
3) pencatatan hasil wawancara

Tahap awal wawancara bertujuan mengkondisikan situasi wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa takut dan siswa terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur.

Setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara, Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat atau disusun sebelumnya. Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur pewancara membacakan pertanyaan dan kalau perlu alternatif jawabannya. Siswa diminta mengungkapkan pendapatnya, lalu pendapat siswa diklasifikasikan ke dalam alternatif jawaban yang telah ada. Bila wawancara tidak berstruktur, baca atau ajukan pertanyaan lalu siswa diminta menjawabnya secara bebas.

Tahap akhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat hasil wawancara berstruktur cukup mudah sebab cukup memberikan tanda pada alternatif jawaban misalnya melingkari salah satu jawaban yang ada.

Sedangkan pada wawancara bebas kita perlu mencatat pokok-pokok isi jawaban siswa pada lembaran tersendiri. Yang dicatat adalah jawaban apa adanya dari siswa, jangan tafsiran pewancara ditambah atau dikurangi.

Mempersiapkan wawancara
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut
1) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk mengetahui pemahaman siswa (hasil belajar) atau mengetahui pendapat siswa mengenai kemampuan mengajar yang dilakukan guru.
2) Berdasarkan tujuan tentukan aspek-aspek yang akan diungkap melalui wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun pertanyaan wawancara. Aspek yang diungkap diurutkan secara sistematis.
3) Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan yaitu bentuk berstruktur atau bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Misal untuk beberapa aspek dibuat bentuk berstruktur dan untuk beberapa aspek bentuk bebas.
4) Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis pada butir (c), yaitu membuat pertanyaan berstruktur dan atau yang bebas. Pertanyaan jangan terlalu banyak, fokuskan pada pokok permasalahan.
5) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil waancara, baik pedoman wawancara brstruktur ataupun pedoman wawancara bebas.

Contoh pedoman wawancara

Tujuan              : untuk mengetahui cara belajar kimia yang dilakukan siswa dirumah
Bentuk              : wawancara bebas
Responden        : Siswa yang memiliki prestasi belajar tinggi.

Nama Siwa        :
Kelas/semester   :
Jenis Kelamin    :

Pertanyaan Wawancara                                                             Jawaban Responden
1. Kapan dan Berapa lama Anda belajar
kimia di rumah?
2. Bagaimana Anda mempersiapkan diri untuk
belajar kimia secara efektif?
3. Kegiatan apa yang Anda lakukan pada waktu
mempelajari materi kimia?
4. Seandainya Anda mengalami kesulitan dalam
mempelajari kimia, usaha apa yang Anda lakukan
untuk mengatasi kesulitan tersebut?
5. Bagaimana cara Anda untuk mengetahui
tingkat penguasaan belajar yang telah Anda capai?


Demikianlah Teknik penilaian wawancara dan contoh pedoman wawancara.
Share:

Pemeriksaan dan penskoran tes objektif

Pemeriksaan dan penskoran tes objektif
Pemeriksaan tes objektif lebih mudah daripada tes uraian dapat dikerjakan lebih cepat. Dengan menggunakan kunci jawaban yang telah dibuat jumlah jawaban benar dan salah bisa dengan cepat dihitung.

Penskoran untuk jawaban soal pilihan ganda menggunakan aturan sebagai berikut:

Sk = B - S/(O-1)

Sk adalah skor yang diperoleh
B adalah jumlah jawaban benar
S adalah jumlah jawaban salah
O adalah jumlah option atau pilihan

Penskoran untuk jenis soal benar salah adalah

Sk = B - S

Penskoran untuk jenis soal menjodohkan adalah

Sk = B

Demikianlah Pemeriksaan dan penskoran tes objektif.
Share:

Teknik tes objektif

1, Bentuk soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat singkat, simbol atau jawaban yang hanya dapat dinilai benar dan salah. Ada dua bentuk yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.

2. Bentuk soal benar salah
Bentuk soal benar salah adalah bentuk soal berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah. Pada umumnya bentuk soal benar salah dapat dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi dan prinsip.

3. Bentuk soal menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel. Kedua kelom[ok pernyataan ini berada dalam suatu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang dicari jawabannya. Dalam bentuk sederhana jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya.

4. Bentuk soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar dan paling tepat. Dilihat dari strukturnya bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:
a) stem : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan ditanyakan
b) option : sejunlah pilihan atau alternatif jawaban
c) key : kunci jawaban yang benar atau paling tepat
d) distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci atau pengecoh

Demikianlah setidaknya ada 4 bentuk Teknik tes objektif
Share:

Pemeriksaan, penskoran dan penilaian tes uraian

Memeriksa jawaban soal-soal uraian tidak semudah memeriksa jawaban soal objektif sekalipu telah ada kunci jawabannya. Setiap jawaban soal uraian harus dibaca seluruhnya sebelum diberi skor sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Ada dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian. Cara pertama adalah diperiksa seorang demi seorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua adalah diperiksa nomor demi nomor untuk setiap siswa, kemudiann diberi skor. Cara kedua akan memakan waktu lebih lama, tetapi lebih objektif dari pada cara pertama.
Tetapkan skala untuk penskoran. biasanya skal 1-4 atau 1-10, dapat juga digunakan skala 1-100. Berikan bobot untuk setiap soal, misal soal mudah bobot 2, soal sedang bobot 3-4, soal sulit bobonya 5.

Misal
Nomor Soal      Skor yang diperoleh           Bobot Nilai                        Total Nilai
1                                 4                                2                                       8
2                                 3                                3                                       9
3                                 3                                4                                       12
4                                 3                                5                                       15
Jumlah                        13                                                                        44

Rata-rata sebelum dibobot adalah 13/4 = 3,25
Rata-rata setelah dibobot adalah adalah 44/13 = 3,3


Dalam menilai kebenaran jawaban soal-soal bentuk uraian perlu dipertimbangkan
1) kebenaran isi sesuai dengan kaidah materi yang ditanyakan
2) sistematika atau urutan logis dari kerangka berpikirnya yang dilihat dari penyajian gagasan jawaban,
3) bahasa yang digunakan dalam mengekspesikan buah pikirannya.

Sistem penilaian yang digunakan untuk soal-soal uraian pada dasarnya sama dengan bentuk yang lain, yaitu dapat menggunakan acuan norma atau acuan patokan. Pada tahap awal untuk memacu motivasi siswa dapat digunakan acuan norma, kemudian untuk evaluasi tengah dan akhir gunakan acuan patokan.

Setelah mengkaji hakikan dari soal bentuk uraian maka tes ini sangat baik untuk semua jenjang pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi. Kemampuan yang diungkapkan melaui tes uraian tidak hanya kemampuan berpikir logis tetapi juga kemampuan berbahasa. Dimensi-dimensi tes uraian lebih luas dan bisa mencakup semua aspek kognitif secara seimbang disamping membisakan siswa belajar penuh pemahaman dan mempersiapkan diri secara matang manakala menghadapi ulangan dan ujian-ujian yang diberikan di sekolah. Demikianlah Pemeriksaan, penskoran dan penilaian tes uraian.
Share:

Cara menyusun soal tes bentuk uraian

Cara menyusun soal-soal tes uraian dilakukan dengan cara memperhatikan hal-hal berikut:
1) segi yang diukur
segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas kemampuan atau kompetensinya, misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, sintesis dan evaluasi teori. Dengan kejelasan apa yang akan diungkapkan maka soal atau pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam kompetensi tersebut.
Setelah kompetensi yang hendak diukur cukup jelas, tetapkan materi yang hendak ditanyakan. Dalam meilih materi sesuai dengan kurikulumnya atau silabusnya, pilihlah materi yang esensial atau materi inti atau materi pokok sehingga tidak semua materi perlu ditanyakan. Materi inti atau materi pokok adalah materi yang menjadi inti persoalan dan menjadi dasar untuk penguasaan kompetensi lainnya. Dengan perkataan lain, bila konsep esensial dikuasai, maka secara keseluruhan siswa akan mengetahui aspek-aspek yang berkenaan dengan konsep tersebut. Aturlah penyajian pertanyaan secara berurutan mulai dari yang mudah menuju kepada yang lebih sulit, atau dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Gunukan bentuk uraian terbatas atau berstruktur.

2) segi bahasa
Gunakan bahasa yang baik dan benar atau kaidah bahasa yang telah baku sehingga mudah diketahui makna yang terkandung dalam rumusan pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat tetapi jelas apa yang ditanyakan. Hindari bahasa yang berbelit-belit, membingungkan atau mengecoh siswa.

3) segi teknis penyajian
Hendaknya jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi atau konsep yang sama sekalipun untuk kemampuan atau kompetensi yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih komprehensif dari segi lingkup materinya. Perhatikan waktu yang tersedia untuk mengerjakan soal tersebut sehingga soal tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Bobot penilaian untuk setiap soal hendaknya dibedakan menurut tingkat kesulitan soal. Soal-soal yang lebih sulit diberi bobot yang lebih besar. Tingkat kesulitan soal dilihat dari sifat materinya dan kompetensi yang diukurnya. Kemampuan analisis lebih sulit daripada aplikasi dan pemahaman, demikian juga sintesis lebih sulit dari analisis. Sedangkan konsep lebih sulit dari pada fakta.

4) segi jawaban
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaiknya telah ditentukan jawaban yang diharapkan, minimal pokoknya. Tentukan pula besarnya skor maksimal untuk setiap soal yang dijawab benar dan skor minimal bila jawaban dianggap salah atau kurang memadai. Jangan sekali-kali mengajukan pertanyaan yang jawabannya belum pasti atau guru sendiri tidak tahu jawabannya, atau mengharapak kebenaran jawaban tersebut diperoleh dari siswa.

Dalam pelaksanaannya hendaknya perhatikan:
1) Waktu yang cukup untuk mengerjakan soal-soal tes.
2) Kemungkinan bagi siswa untuk mengerjakan soal-soal mudah terlebih dahulu tanpa harus mengikuti urutan nomor soal.
3) Pastikan siswa mengerjakan soal-soal sendiri, bukan denga bantuan orang lain.
4) Jika dipandang perlu berikan soal-soal uraian yang memperbolehkan siswa mengkaji pustaka atau membuka buku.
5. Sediakan waktu jika mungkin untuk membahas soal setelah siswa selesai mengerjakannya.
Share:

Penilaian Hasil Belajar Tes Uraian

Tes Uraian
Tes uraian disebut juga essay examination merupakan teknik penilaian hasil belajar yang sudah sangat tua. Pada umumnya tes uraian disusun dalam bentuk instrumen pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lainnya yang menuntut jawaban dalam bentuk uraian dengan kata-kata sendiri. Dengan demikian, tes uraian menuntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasan melalui bahasa dan tulisan. Dalam hal inilah kekuatan dan kelebihan tes uraian.

Tes uraian dapat mengungkapakan aspek kognitif tinggi atau melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis dan evaluasi baik secara lisan maupun tulisan. Siswa juga dibiasakan dengan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), mencoba merumuskan hipotesis, menyusun dan mendeskripsikan gagasannya, dan menarik kesimpulan dari pemecahan masalah.

Kelebihan atau kekuatan dari tes uraian adalah:
a) dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi,
b) dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa yang baku,
c) dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yaitu berpikir logis, analitis dan sistematis,
d) mengembangkan keterampilan memecahkan masalah (problem solving)
e) adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tidak memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikiri siswa.

Jenis-jenis tes uraian
a) uraian bebas
Pada jenis ini bentuk pertanyaan tidak memberikan rambu jawaban sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan:
1) mengungkapakan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya,
2) mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti,
3) mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau sudut pandang atau dimensi.
Bentuk tes uraian bebas sukar menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena tergantung pada guru atau dosen yang menilainya. Jenis ini kurang cocok untuk evaluasi, tetapi lebih cocok untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui sebelum memulai suatu materi pelajaran tertentu.

Contoh soal: Jelaskan pengertian belajar!

b) uraian terbatas
Bentuk uraian terbatas, pertanyaan-pertanyaan telah diarahkan pada hal-hal tertentu atau pada pembatasan tertentu. Pembatasan dari segi ruang lingkupnya, sudut pandang menjawabnya, indikator-indikatornya. Dengan adanya pembatasan, jawaban siswa akan lebih terarah sesuai dengan harapan. Cara memberikan penilaian juga lebih jelas indikatornya. Kriteria kebenaran jawaban bisa lebih mudah ditentukan. Oleh karena itu, bentuk soal uraian terbatas lebih terarah dan memerlukan ketapatan jawaban.

contoh soal: Jelaskan pengertian belajar menurut Gagne dan menurut Bloom!

c) uraian berstruktur
Soal-soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal objektif dan soal uraian. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Soal-soal berstruktur berisi unsur-unsur
1) pengantar soal
2) seperangkat data,
3) serangkaian subsoal
Kelebihan atau kekuatan soal bentuk berstruktur antara lain adalah:
1) satu soal bisa terdiri atas beberapa subsoal atau pertanyaan
2) setiap pertanyaan yang diajukan mengacu pada suatu data tertentu sehingga lebih jelas dan terarah
3) soal-soal berkaitan satu sama lain dan bisa diurutkan berdasarkan tingkat kesukarannya.
Data yang diberikan dalam soal berstruktur bisa dalam bentuk angka, tabel, grafik, gambar, bagan, kasus, bacaan, diagran, atau model.
Bentu soal berstruktur dapat digunakan untuyk mengukur semua aspek kognitif ingatan, pemahaman, aplikasi, anlisis, sintesis dan evaluasi. Dengan demikian bentuk ini dapat mengungkapkan banyak aspek yang dinginkan. Tingkat kesulitan soal dapat dibuat sedemikian rupa sehingga berurutan dari soal yang mudah menuju soal yang sukar. Satu permasalahan yang akan diungkapkan dapat dikaji dari banyak aspek melalui subsoal atau pertanyaan yang diajukan pada tema persoalan/masalah.

Penilaian Hasil Belajar dengan Tes Uraian sangat cocok bagi siswa SMA dan mahasiswa perguruan tinggi.
Share:

Kriteria dalam menilai proses belajar mengajar

Kriteria yang digunakan dalam menilai proses belajar mengajar meliputi antara lain:
1) konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum
Kurikulum adalah program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses belajar mengajar dilihat sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk aspek-aspek:
a) tujuan-tujuan pengajaran
b) bahan pengajaran yang diberikan
c) jenis kegiatan yang dilaksanakan
d) cara melaksanakan setiap jenis kegiatan
e) peralatan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan
f) penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan

2) keterlaksanaan oleh guru
Dalam hal ini sejauh mana kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Dengan demikian apa yang direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana seharusnya. Keterlaksanaan ini dapat dapat dilihat dalam hal:
a) mengkondisikan kegiatan belajar siswa
b) menyiapkan alat, sumber dan perlengkapan belajar
c) waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar mengajar
d) memberikan bantuan dan bimbingan belajar kepada siswa
e) melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa
f) menggeneralisasikan hasil belajar mengajar saat itu dan tindak lanjut untuk kegiatan belajar mengajar berikutnya.

3) keterlaksanaan oleh siswa
Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Keterlaksanaan oleh siswa dapat dilihat dalam hal
a) memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan guru
b) semua siswa turut serta melakukan kegiatan belajar
c) tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya
d) memanfaatkan semua sumber belajar yang disediakan guru
e) menguasai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan guru

4) motivasi belajar siswa
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat dari:
a) minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
b) semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya
c) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya
d) reaksi yang ditunjukan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
e) rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan

5) keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar
Penilaian proses belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:
a) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
b) terlibat dalam pemecahan masalah
c) bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi
d) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah
e) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru
f) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya
g) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis
h) kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

6) interaksi guru-siswa
Interaksi guru siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara siswa dan guru atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat dari:
a) tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa
b) bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar baik secara individual maupun secara kelompok
c) guru dan siswa dapat menjadi sumber belajar bagi siswa lainnya
d) guru senantiasa berada dalam kegiatan belajar mengajar sebagai fasilitator belajar
e) tampilnya guru sebagai pemberi jalan keluar manakala siswa menghadapi jalan buntu dalam tugas belajarnya.

7) kemampuan atau keterampilan guru mengajar
Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahlian guru yang profesional karena merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pengajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dll. Beberapa indikator dalam menilai kemampuan guru mengajar antara laian:
a) menguasai bahan pengajaran yang disampaikan kepada siswa
b) terampil berkomunikasi dengan siswa
c) menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan kegiatan siswa
d) terampil menggunakan berbagai alat dan sumber belajar
e) terampil mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tulisan

8) Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh siswa
Salah satu keberhasilam proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain:
a) perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa setelah menyelesaikan penngalaman belajarnya
b) kualitas dan kunatitas penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa
c) jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimum dari jumlah yag harus dicapai.
d) Hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya.
Share:

Tujuan dan Dimensi Penilaian Proses Belajar Mengajar

Penilaian terhadap proses belajar mengajar bertujuan sedikit berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Penialaian hasil belajar lebih ditekankan pada penguasaan tujuan pengajaran atau tujuan instruksional oleh para siswa. Penilaian proses belajar mengajar lebih ditekankan pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar terutama efesiensi, efektivitas dan produktivitas.
1) efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan instruksional
2) keefektifan dan relevansi bahan pengajaran
3) produktivitas kegiatan belajar mengajar
4) keefektifan sumber dan sarana pengajaran
5) keefektifan penilaian hasil dan proses belajar

Sejalan dengan tujuan tersebut, dimnesi penilaian proses belajar mengajar berkenaan dengan komponen-komponen yang membentuk proses belajar mengajar dan keterkaitan atau hubungan antara komponen-komponen tersebut. Komponen pengajaran sebagai dimensi penilaian proses belajar mengajar mencakup:

1) tujuan pengajaran atau tujuan instruksional
Meliputi aspek-aspek ruang lingkup tujuan, kompetensi yang terkandung dalamnya, rumusan tujuan, tingkat kesulitan pencapaian tujuan, kesesuaian dengan kemampuan siswa, jumlah dan waktu yang tersedia untuk mencapainya, kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, dan keterlaksanaannya dalam pengajaran.

2) bahan pengajaran
Meliputi ruang lingkupnya, kesesuaian dengan tujuan, tingkat kesulitan bahan, kemudahan memperoleh dan mempelajarinya, daya gunanya bagi siswa, keterlaksanaan sesuai dengan waktu yang tersedia, sumber-sumber untuk mempelajarinya, cara mempelajarinya, kesinambungan bahan pengajaran, relevansi bahan dengan kebutuhan siswa, prasyarat mempelajarinya.

3) kondisi siswa dan kegiatan/perbuatan belajarnya
Meliputi kemampuan prasyarat, minat dan perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, kebiasaan belajar, kesulitan belajar, fasilitas belajar yang dimiliki, hubungan sosial dengan teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan kepribadian, kebutuhan belajar, identitas siswa dan keluarganya yang erat kaitannya dengan pendidikan doi sekolah.

4) kondisi guru dan kegitan/perbuatan mengajarnya
Meliputi penguasaan materi pelajaran, keterampilan mengajar, sikap keguruan, pengalaman mengajar, cara mengajar, cara menilai, kemauan mengembangkan profesinya, keterampilan berkomunikasi, kepribadian, kemauan dan kemampuan memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa, hubungan dengan siswa dan dengan rekan sejawat, penampilan diri, keterampilan yang dimiliki.

5) alat dan sumber belajar yang digunakan
Meliputi jenis alat dan jumlahnya, daya guna, kemudahan pengadaanya, kelengkapannya, manfaatnya bagi siswa dan guru, cara menggunakannya. Termasuk alat peraga, buku sumber, laboratorium dan perlengkapan belajar lainnya.

6) teknik dan cara penilaian
Meliputi jenis alat penilaian yang digunakan, isi dan rumusan pertanyaan, pemeriksaan dan interpretasinya, sistem penilaian yang digunakan, pelaksanaan penilaian, tindak lanjut hasil penilaian, pemanfaatan hasil penilaian, administrasi penilaian, tingkat kesulitan soal, validitas dan reliabilitas soal penilaian, daya pembeda, frekuensi penilaian, dan perencanaan penilaian.

Share:

Validitas dan reliabilitas alat/instrumen penilaian

Alat penilaian yang dikatakan memiliki kualitas baik apabila memenuhi dua kriteria yaitu ketapatannya atau validitasnya dan keajegan atau reliablitasnya.

a. Validitas
Definis validitas adalah ketepatan alat penilaian mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas bertalian dengan ketepatan alat penialaian mengukur konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Ada empat jenis validitas yang sering digunakan yaitu, validitas isi, validitas bangun pengertian, validitas prediksi, dan validitas kesamaan.

1) validitas isi
Validitas isi bertalian dengan kemampuan alat penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya. Artinya tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya tes hasil belajar kimia mengungkapkan hasil belajar kimia.

2) validitas bangun pengertian
Validitas bangun atau bangun pengertian berkenaan dengan kemampuan alat penilaian untuk mengukur pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang diukurnya. Pengertian-pengertian yang terkandung dalam konsep kemampuan, minat, sikap dalam berbagai bidang kajian harus jelas apa yang hendak diukur. Konsep-konsep tersebut masih abstrak, memerlukan penjabaran yang lebih spesifik sehingga mudah diukur. Ini berarti setiap konsep, bangun pengertian akan tampak sehingga mudah dalam menetapkan alat penilaiannya. Untuk variabel tertentu dimungkinkan penggunaan alat penilaian yang beraneka ragam dengan cara mengukur yang berlainan.

3) validitas prediksi
Validitas ini yang diutamakan bukan isi tes, melainkan kriteria, apakah alat penilaian tersebut dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri, perilaku tertentu atau krteria tertentu yang diinginkan. Misalnya alat penilaian motivasi belajar, apakah dapat digunakan untuk memprediksi prestasi belajar yang dicapai. Artinya terdapat hubungan antara prestasi belajar dan motivasi.

4) validitas kesamaan
Validitas kesamaan suatu tes artinya membuat tes yang memiliki persamaan dengan tes sejesnis yang telah ada atau yang telah dibakukan. Kesamaan tes terlingkupnya kemampuan atau kompetensi yang hendak diukur, sasaran atau objek yang diukur serta waktu yang diperlukan. Validitas kesamaan suatu tes adalah melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Apabila menunjukkan indeks korelasi yang cukup tinggi yaitu mendekati angka satu, berarti tes yang disusun meiliki validitas kesamaan.

b. Reliabilitas
Definisi reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat penilaian dalam menilai apa yang dinilai. Artinya kapanpun alat penilaian itu digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama.

Tes hasil belajar dikatakan ajeg jika hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat waktu yang berlainan terhadap siswa yang sama. Misalnya seorang siswa diberi tes pada minggu ini, kemudian minggu selanjutnya diberi tes yang sama, maka hasil yang didapat relatif sama jika tesnya ajeg.

Indeks reliabilitas alat penilaian dapat dicari dengan mengkorelasikan skor-skor yang diperoleh dari hasil penilaian yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda atau dengan kelompok pertanyaan yang setara/sepadan. Prosedur ini dilakukan dengan melakukan tes dua kali kepada subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Cara kedua adalah dengan membagi tes menjadi dua bagian yang sama atau setaraf untuk melihat keajegan tes tersebut. Cara pertama dikenal reliabilitas dengan tes ulang, cara kedua dikenal dengan reliabilitas tes pecahan sebanding atau setara.

1) reliabilitas tes ulang
Tes ulang adalah penggunaan alat penilaian terhadap subjek yang sama, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan. Misalnya tes hasil belajar kimia diperiksa minggu ini, kemudian minggu depan diberikan lagi tes ulang. Hasil penilaian pertama dikorelasikan dengan hasil penilaian kedua untuk memperoleh koefesien korelasi (r). Koefesien korelasi ini disebut koefesien korelasi tes ulang yang hasilnya akan berkisar antara -1 sampai +1. Koefesien korelasi yang mendekati angka 1 merupakan indeks reliabilitas tinggi. Artinya hasil pengukuran yang relatif sama dengan hasil pengukuran yang kedua.
Jarak atau waktu antara tes pertama dengan tes kedua sebaiknya jangan terlalu dekat dan jangan terlalu lama.

2) Reliabilitas pecahan setara
Reliabilitas pecahan setara tidak dilakukan dengan pengulangan kepada subjek yang sama, tetapi menggunakan hasil dari bentuk tes yang sebanding atau setara yang diberikan kepada subjek yang sama pada waktu yang sama pula. Dengan demikian, diperlukan dua alat tes yang disusun agar memiliki derajat kesamaan atau kesetaraan, baik dari segi isi, tingkat kesukaran, kemampuan atau kompetensi yang diukur, jumlah butir soal, bentuk pertanyaan dan segi teknisnya.

3) Reliabilitas belah dua
Reliabilitas belah dua mirip dengan reliabilitas pecahan setara, terutama dalam pelaksanaannya. Dalam prosedur ini tes diberikan kapada kelompok subjek cukup satu kali. Butir-butir soal dibagi menjadi dua bagian yang sebanding , biasanya dengan membedakan soal nomor genap dengan soal nomor ganjil. Setiap bagian soal diperiksa hasilnya, kemudian skor dari kedua bagian tersebut dikorekasikan untuk memperoleh koefesien korelasinya. Mengingat korelasi tersebut hanya berlaku separuh, tidak untuk seluruh pertanyaan, maka koefesien korelasi yang diperolehnya tidak untuk seluruh soal, tetapi hanya untuk separuhnya. Oleh sebab itu, koefesien korelasi belah dua perlu diubah ke dalam koefesien korelasi untuk seluruh soal dengan menggunakan rumus prediksi Sepearmen Brown:

rxx = koefesien reliabilitas keseluruhan


4) Kesamaan rasional
Kesamaan rasional merupakan salah satu cara atau prosedur menghitung reliabilitas tanpa melakukan korelasi dari dua pengukuran atau pecahan setara dan belah dua. Prosedur ini dilakukan dengan cara menghubungkan setiap butir soal dalam satu tes dengan butir-butir lainnya dalam tes itu sendiri secara keseluruhan. Salah satu cara yang sering digunakan adalah menggunakan rumus Kuder-Richardson atau KR-21.



rxx = koefesien reliabilitas keseluruhan
K = jumlah butir soal dalam tes
σx2 = variasi skor


Share:

Prinsip dan Prosedur Penilaian

Penilaian harus memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur. Prinsip penilaian antara lain adalah

a) Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan siswa yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakan. Dalam kurikulum hendaknya dipelajari tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan instruksionalnya, pokok bahasan yang diberika, ruang lingkup dan urutan penyajian, serta pedoman bagaimana pelaksanaannya.

b) penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar. Artinya penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. Prinsip ini mengisyaratkan pentingnya penilaian formatif sehingga bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru.

c) agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam arti menggambarkan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat komprehensif dimaksudkan segi atau kemampuan/kompetensi yang dinilai tidak hanya ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan ranah psikomotor. Dalam penilaian ranah kognitif hendak mencakup dimensi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi serta dimensi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif.

d) penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjut. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Demikian juga data hasil penilaian harus dapat ditafsirkan sehingga guru dapat memahami para siswanya, terutama prestasi dan kemampuan yang dicapainya.Bahkan jika mungkin guru dapat memprediksi kemampuan dan prestasi siswa di masa mendatang. Hasil penilaian juga hendaknya digunakan untuk memperbaiki program pengajaran, memperbaiki kelemahan-kelemahan pengajaran dan memberikan bimbingan belajar bagi siswa yang belum berhasil. Dapat juga digunakan untuk memperbaiki alat penilaian itu sendiri.

Prosedur dalam melaksanakan proses penilaian antara lain adalah

a) merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Mengingat fungsi penilaian hasil belajar adalah mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran, maka perlu dilakukan upaya mempertegas tujuan pengajaran sehingga dapat memberikan arah terhadap penyusunan alat penilaian.

b) mengkaji kembali materi pengajaran berdasarkan kurikulum dan silabus mata pelajaran. Hal ini penting mengingat isi tes atau pertanyaan penilaian berkenaan dengan bahan pengajaran yang diberikan. Penguasaan materi pengajaran sesuai dengan tujuan-tujuan pengajaran merupakan isi dan sasaran penilaian hasil belajar.

c) menyusun alat penilaian (tes dan nontes) yang cocok untuk menilai perubahan tingkah laku yang diharapkan yang dideskripsikan dalam tujuan pengajaran. Dalam menyusun alat penialaian hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal.

d) Menggunakan hasil-hasil penilaian sesuai dengan tujuan penilaian tersebut, yaitu untuk kepentingan pendeskripsian kemampuan siswa, kepentingan perbaikan pengajaran, kepentingan bimbingan belajar dan kepentingan laporan pertanggungjawaban pendidikan.

Berkenaan dengan butir (c), kaidah-kaidah yang harus dipoerhatikan adalah

1) menelaah kurikulum dan buku pelajaran agar dapat ditentukan lingkup pertanyaan, terutama materi pelajaran baik luasnya maupun kedalamannya.

2) merumuskan tujuan instruksional khusus sehingga jelas deskripsi kemampuan atau kompetensi yang harus dinilai. Tujuan instruksional khusus harus dirumuskan secara operasional, artinya bisa diukur dengan alat penilaian yang digunakan.

3) membuat kisi-kisi alat penilaian. Dalam kisi-kisi harus tampak kemampuan atau kompetensi yang diukur serta proporsinya, tingkat kesulitan soal dan proporsinya, jenis alat penilaian yang digunakan, jumlah soal dan perkiraan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan soal.

4) menyusun atau menulis soal-soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Dalam menulis soal perhatikan aturan-aturan yang berlaku.

5) membuat dan menentukan kunci jawaban soal.



Share:

Jenis dan Sistem Penilaian Hasil Belajar

Bedasarkan fungsinya, sistem penilaian ada beberapa jenis, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif, dan penilaian penempatan.

Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar mengajar. Hasil penilaian formatif diharapkan dapat bermanfaat bagi guru untuk memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya.

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir satuan program, yaitu akhir catur wulan atau akhir semester dan akhir tahun ajaran. Tujuannnya adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa Penilaian ini berorientasi pada produk dan bukan pada proses.

Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan masalah siswa, dll. Soal-soal tentunya disusun untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa.

Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian seleksi masuk ke lembaga pedidikan.

Penilaian penempatan adalah penilalain yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan atau keterampilan prsyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program tersebut. Penilaian ini berorientasi pada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan kemampuan siswa.

Teknik penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes dan nontes. Teknik tes meliputi tes lisan (menuntut jawaban lisan), tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan) dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan/tindakan). Soal-soal tes disusun dalam bentuk objektif, esai atau uraian. Sedangkan teknik nontes mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus, dll.

Alat tes hasil belajar ada yang sudah baku (terstandarisasi) dan ada juga buatan guru (belum baku). Pada umumnya penilaian hasil belajar di sekolah menggunakan tes buatan guru untuk semua bidang studi. Alat tes baku sekalipun lebih baik dari alat tes buatan guru masih sangat langka karena membuat alat tes baku memerlukan beberapa percobaan dan analisis dari segi validitas dan reliabilitasnya. Disamping sebagai teknik penilaian hasil belajar tes ada yang bersifat speed test dan ada yang bersifat power test. Tes objektif merupakan contoh speed test dan tes esai adalah contoh power test. Ditinjau dari objek yang dinilai atau teknik penyajiannya ada tes individual dan ada tes kelompok.

Disamping jenis-jenis penilaian perlu juga dijelaskan sistem penilaian. Yang dimaksudkan dengan sistem penilaian dalam pembahasan ini adalah cara yang digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian sehingga kedudukan siswa dapat diketahui, apakah sudah mencapai tujuan instruksional atau belum. Namun sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu cara memberikan nilai, sistem penskoran atau sistem pemberian angka.

Dalam penilaian hasil dan proses belajar mengajar dapat digunakan beberapa cara. Cara pertama menggunakan huruf, misalkan skala 5 huruf A, B, C, D dan E. A paling baik, B baik, C sedang, D kurang dan E gagal. Cara kedua adalah dengan sistem angka, 4 = A, 3 = B, 2 = C, 1 = D dan 0 = E. Ada juga yang menggunakan standar 10 (1-10) atau skala 100 (1-100).

Sistem hasil penilaian pada umumnya dibedakan ke dalam dua cara yaitu penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).

Penilaian acuan norma (PAN) adalah penilaian yang diacukan pada rata-rata kelomponya. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa di dalam kelompoknya. Untuk itu, norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa, dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Untuk itu diperoleh tiga kategori prestasi siswa, yaitu diatas rata-rata, disekitar rata-rata dan dibawah rata-rata kelas. Sistem penilaian acuan norma disebut standar relatif (nisbi).

Penilaian acuan patokan (PAP) adalah penialian yang diacukan pada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang harus dicapai, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Biasanya keberhasilan siswa ditentukan berdasarkan kriteria antara 75-80 persen penguasaan atau pencapaian tujuan instruksional. Sistem penilaian seperti mengacu pada sistem pembelajaran tuntas atau mastery learning. Sistem penilaian acuan patokan disebut standar mutlak.



Share:

Pengertian fungsi dan tujuan penilaian hasil dan proses belajar mengajar

Belajar dan mengajar sebagai suatu proses memiliki tiga komponen yang dapat dibedakan yaitu tujuan pengajaran (tujuan instruksional), pengalaman belajar-mengajar (proses), dan hasil belajar. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan antara pengalaman belajar dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan hasil belajar. Dari gambar tersebut, kegiatan penilaian ditunjukkan oleh garis (c), yaitu suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang ditunjukkan setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar mengajar). Garis (b) merupakan kegiatan penilaian untuk memgetahui kefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

Tujuan instruksional pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa. Oleh karena itu, dalam penilaian hendaknya diperiksa sejauh mana perubahan tingkah laku siswa telah terjadi melalui proses belajarnya. Dengan mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan instruksional dapat diambil tindakan perbaikan pengajaran dan perbaikan hasil belajar siswa yang bersangkutan. Misalnya dengan melakukan perubahan dalam strategi belajar mengajar, memberikan bimbingan dan bantuan belajar bagi siswa melalui program pembelajan remedial. Hasil penilaian tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional, yaitu perubahan tingkah laku siswa, tetapi juga sebagai umpan balik bagi upaya memperbaiki proses belajar mengajar.

Ditinjau dari sudut bahasa, definisi penilaian adalah proses menentukan nilai suatu objek. Agar dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk mengatakan baik, sedang atau kurang, diperlukan adanya ketentuan atau ukuran yang jelas atau kriteria yang baik, yang sedang atau yang kurang. Ukuran yang digunakan merupakan krierianya. Berdasarkan definisi tersebut, ciri penilaian adalah adanya objek yamg dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk menilai.

Inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria terterntu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan tindakan mengambil keputusan. Interpretasi dan tindakan mengambil keputusan merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar tersebut maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek, ada kriteria, dan ada interpretasi + tindakan mengambil keputusan. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang dinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini, dilihat sejauh mana keefektifan dan efisiensinya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar dan proses belajar mengajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil adalah akibat dari proses.

Sejalan dengan pengertian diatas maka penilaian berfungsi sebagai berikut:
a) Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan pembelajaran. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu pada rumusanrumusan tujuan pembelajaran sebagai penjabaran dari kompetensi mata pelajaran
b) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan pembelajaran, kegiatan atau pengalaman belajar siswa, strategi pembelajaran yang digunakan guru, media pembelajaran, dll.
c) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan pelajar siswa dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya

Tujuan penilaian adalah untuk:
a) mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
b) mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu seberapa jauh kefektifannya dalam mengubah tingkah laku siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan pengajaran penting artinya, mengingat peranannya sebagai upaya memanusiakan atau membudayakan manusia, dalam hal ini para siswa agar menjadi manusia yang berkualitas atau manusia yang unggul dalam aspek intelektual, sosial, emosional dan keterampilan.
c) menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yaitu melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidiakan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapainya hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bisa disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau oleh kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut. Misalnya kekurang tepatan dalam memilih metode mengajar dan alat bantu mengajar.
d) memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud pemerintah, masyarakat dan orang tua siswa. Dalam mempertanggungjawabkan hasil-hasil yang telah dicapainya, sekolah memberikan laporan berbagai kekuatan dan kelemahan pelaksanaan sistem pendidikan dan pengajaran serta kendala yang dihadapi. Laporan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan misal dinas pendidikan setempat. Pertanggungjawaban kepada masyarakat dan orang tua siswa disampaikan melalui laporan kemajuan belajar siswa (raport) pada setiap akhir program semester atau caturwulan.


Share:

Hakikat dan Lingkup Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar

Hakikat dan Lingkup Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar

Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Konsep-konsep tersebut pada umumnya berkisar pada pandangan sebagai berikut:
a) Penilaian tidak hanya diarahkan pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan yang tersembnyi, termasuk efek samping yang mungkin timbul.
b) Penilaian tidak hanya melalui pengukuran perilaku siswa, tetapi juga melakukan pengkajian terhadap kompenen-komponen pendidikan baik masukan, proses dan keluaran.
c) Penilaian tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan tersebut penting bagi siswa dan bagaimana siswa mencapainya.
d) Mengingat luasnya tujuan dan objek penilaian, alat yang digunakan dalam penilaian sangat beraneka ragam tidak hanya terbatas pada tes tetapi juga alat penilaian bukan tes.

Atas dasar itu maka lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran pokok, yakni
a) Program pendidikan
b) Proses belajar mengajar
c) Hasil-hasil belajar

Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut terhadap tujuan pendidikan, isi program, stratergi pelaksanaan program dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap guru, kegiatan siswa, pola inetraksi guru siswa dan keterlaksanaan program belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil jangka panjang.


Share:

Pendekatan Saintifik

Makalah

“Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013”


Oleh :
Kelompok 4
Anggota Kelompok :
·               Farida Meliana L. Tobing (ACC 114 023)
·               Lusiana Hidayati (ACC 114 024)
·               Muhammad Fauji Rahman (ACC 114 030)
·               Okta Pirera (ACC 114 061)
·               Rini Astuti (ACC 114 019)
·               Rois AL Faizin (ACC 114 015)
·               Yesi Afrianti Tundan (ACC 114 045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

2017


BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
   Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013 dari Kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untuk diterapkan pada Sekolah/Madrasah, yang  juga  bisa  disebut  dengan pembelajaran saintifik. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap. Ada banyak komponen yang melekat pada Kurikulum Tahun 2013 ini. Hal yang paling menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya. Guru masih memahami dan menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran Kurikulum sebelumnya. Hal ini perlu ada perubahan mindset dari metodologi pembelajaran pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola baru sesuai dengan yang diterapkan pada Kurikulum Tahun 2013.
Diperkenalkannya  kurikulum  2013  ini  banyak pihak  berharap bahwa dunia pendidikan di Indonesia semakin berkembang dan  semakin  maju.  Dengasistem  pembelajaran  saintifik  yang  di dalamnya banyak terkadung berbagai metode pembelajaran yang dapat di gunakan oleh peserta didik. Di sini yang mendominasi seluruh pembelajaran adalah peserta didik, peserta didik di harapkan aktif dan bersifat memberi ilmu  pengetahuan  juga kepada teman  yang lain,  jadi tidak hanya menerima saja. Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) secara utuh atau holistic, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan yang lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.
  
1.2    Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Apa yang melatar belakangani terbentuknya pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 ?
2.         Apa pengertian pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 ?
3.         Apa saja kriteria pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 ?
4.         Bagaimana langkah-langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 ?
5.         Apa saja kelebihan dan kekurangan pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 ?
1.3    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Untuk mengetahui yang melatar belakangani terbentuknya pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013
2.         Untuk mengetahui  pengertian pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013
3.         Untuk mengetahui kriteria pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013
4.         Untuk mengetahui langkah-langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013
5.         Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013
1.4    Manfaat Penulisan
Dengan makalah ini kita dapat menambah pengetahuan dan wawasan  tentang yang melatar belakangi, pengertian, kriteria, langkah-langkah, kelebihan dan kelemahan pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013, serta bisa dijadikan modal kita saat sudah mengajar nanti.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Yang Melatar Belakangani Terbentuknya Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013
Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untuk diterapkan di sekolah / madrasah. Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum sekarang ini.  Scientific approach (pendekata ilmiah) adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pendekatan ilmiah.Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan matematika yang dituntut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang metode-metode matematika, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu permasalahan secara matematis dan menyelesaikannya, dan bermuara pada pembentukan sikap jujur, kritis, kreatif, teliti, dan taat aturan.
2.2 Pengertian Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013
Pendekatan saitifik adalah konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegtitasi. Terdapat tiga model pembelajaran yang digunakan dalam metode pendekatan scientific yaitu :
1.      Discovery Learning (Penemuan)
2.      Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)
3.      Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peseta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipata diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.

2.3  Kriteria Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013
Pendekatan saintifik (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan saintifik yang disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal ada 7 (tujuh) kriteria dalam pendekatan saintifik. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira–kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
  2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru– siswa terbebas dari prasangka yang serta  merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
  3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
  4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu samalain dari materi pembelajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi menarik sistem penyajiannya.
2.4  Langkah-langkah Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013
Langkah-langkah Pendekatan Saintifik dalam proses pembelajaran adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Berikut ini dalah gambar masing-masing langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik.
Gambar 1. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,yaitu attitude/sikap, knowledge/pengetahuan, dan skill/keterampilan (disingkat KSA= knowledge, skill, dan attitude).
Gambar 2. Hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi
a. Ranah sikap menggamit transformasi materi pelajaran agar peserta “tahu mengapa”.
b. Ranah keterampilan menggamit transformasi materi pelajaran agar peserta “tahu bagaimana”.
c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi materi pelajaran agar peserta “tahu apa”.
d. Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan serta pengetahuan untuk hidup layak (hard skills) dari siswa yang meliputi kopetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
e. Hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi. Kelima kegiatan/langkah pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik diimplementasikan pada saat memasuki kegiatan inti pembelajaran. Penjelasan untuk langkah-langkah/kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik adalah sebagai berikut.
a. Mengamati
Pengamatan atau observasi adalah menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi. Mengamati adalah kegiatan studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Kegiatan mengamati mengutamakan proses pembelajaran yang bermakna. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Metode ini memiliki keunggulan tertentu, diantaranya: menyajikan media atau objek secara nyata, menantang/menarik rasa ingin tahu siswa, serta pelaksanaannya yang mudah. Metode ini sangat tepat untuk memenuhi rasa ingin tahu siswa, sehingga menimbulkan proses pembelajaran yang bermakna.
            Lampiran Permendikbud 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, menyebutkan bahwa aktivitas mengamati dilakukan melalui kegiatan membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya. Peran guru adalah memfasilitasi siswa untuk melakukan proses mengamati. Guru bisa menyajikan media berupa gambar, video, benda nyata, miniatur, dll. Guru memfasilitasi peserta didik untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda/objek. Siswa mengamati objek/media yang akan dipelajari atau digunakan saat pembelajaran. Kompetensi yang ingin dikembangkan dari kegiatan ini adalah melatih ketelitian, kesungguhan, dan mencari informasi. Observasi bertujuan untuk mendiskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yan berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka terlibat dalam kejadian yang yang diamati tersebut. Langkah-langkah dalam melakukan kegiatan mengamati adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui/memperoleh pengetahuan yang akan diobservasi.
b. Membuat pedoman observasi atau sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
c. Menentukan data yang perlu diobservasi.
d. Menentukan tempat objek yang akan diobservasi.
e. Menentukan bagaimana observasi akan dilakukan.
f. Menentukan cara melakukan pencatatan atas hasil observasi.
            Siswa melakukan pengamatan terhadap benda untuk mengetahui karakteristiknya, misal: warna, volume, bau, bentuk, tekstur, berat, dan suaranya. Benda memiliki karakteristik yang berbeda jika terkena pengaruh lingkungan. Perilaku manusia juga bisa diamati oleh siswa. Pengamatan terhadap perilaku manusia dilakukan untuk mengetahui kebiasaan, sifat, respon, pendapat, dan karakteristik lainnya. Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil dari pengamatan kualitatif berupa deskripsi dan pengamatan kuantitatif berupa hasil pengukuran. Pengamatan kuantitatif untuk melihat perilaku manusia atau hewan dilakukan dengan cara menghitung banyaknya kejadian.
Tabel 2. Tabel Contoh Data Kualitatif dan Kuantitatif
            Guru bisa meminta siswa untuk mengamati fenomena alam atau fenomena sosial, seperti mengamati tingkah laku hewan, mengamati benda yang ada di lingkungan kelas dan rumah, mengamati ciri-ciri wajah teman, mengamati kegiatan di masjid, dll. Hosnan menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran seharusnya tidak terbatas dalam ruang kelas, melainkan dapat di luar kelas dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran. Dengan mengamati lingkungan, siswa akan memperoleh pengalaman langsung. Pengalaman langsung dalam kegiatan mengamati ini merupakan alat yang baik untuk memperoleh kebenaran/fakta. Selain itu, siswa juga bisa diminta untuk mengamati media. Adapun fungsi media menurut Sadiman adalah sebagai berikut.
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalisme.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.
3. Mengatasi sikap pasif peserta didik.
            Fungsi dari media menurut Sagala yaitu lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar. Siswa dituntut untuk cermat dalam mengamati suatu fenomena atau permasalahan agar mendapatkan informasi yang akurat. Setelah melakukan pengamatan, siswa melakukan pencatatan hasil pengamatan. Catatan ini berisi tentang hal-hal apa yang diamati dan dianggap penting oleh siswa. Catatan pengamatan juga harus dilakukan langsung setelah melakukan pengamatan. Selain itu, catatan pengamatan juga harus memuat keterangan objek pengamatan, tempat, tanggal dan waktu pengamatan.
b. Menanya
            Langkah kedua dalam Pendekatan Saintifik adalah menanya. Kegiatan menanya adalah membuat dan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Model pembelajaran menanya sebenarnya merupakan pengembangan dari metode tanya jawab. Sudirman mengartikan bahwa “metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab terutama guru kepada siswa, tetapi dapat pula siswa kepada guru”. Metode tanya jawab juga dijadikan sebagai pendorong dan pembuka jalan bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut (dalam rangka belajar) dengan berbagai sumber belajar, seperti buku, majalah, surat kabar, kamus, ensiklopedia, laboratorium, video, masyarakat, alam, dan sebagainya. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menanya adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati untuk memahami materi pembelajaran.
            Peran guru adalah memfasilitasi siswa untuk melakukan proses menanya. Siswa dilatih mengembangkan kemampuan bertanya mulai dari siswa masih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan, sampai ke tingkat dimana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Hosnan menyatakan bahwa dalam kegiatan menanya guru berusaha membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.          Kegiatan bertanya ini sangat penting untuk mengembangkan rasa ingin tahu (curiousity) siswa. Fungsi bertanya menurut Rusman adalah menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, dan memfokuskan perhatian siswa. Fungsi bertanya lainnya menurut Hosnan adalah mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberikan jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.   Lampiran Permendikbud 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, menyebutkan bahwa aktivitas menanya dilakukan melalui kegiatan membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi. Semakin siswa terlatih untuk bertanya, maka akan semakin berkembang rasa ingin tahu siswa.
            Guru diharapkan mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan mengembangkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Saat guru bertanya, berarti guru membimbing siswa untuk belajar dengan baik. Saat guru menjawab, berarti guru mendorong siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
            Guru juga perlu mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk memotivasi siswa untuk mengajukan pertanyaan. Cara memberikan giliran dalam kegiatan tanya jawab adalah sebagai berikut.
1. Dengan memberikan pertanyaan yang ditujukan kepada seseorang dan gilirannya kepada orang lain.
2. Dengan pertanyaan yang diberikan kepada kelompok dan gilirannya dengan kelompok lain.
3. Dengan pertanyaan yang ditujukan kepada siapapun dan diarahkan secara tersebar.
4. Dengan pertanyaan kepada seluruh kelas dan dijawab secara spontan oleh siapa saja
            Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah pertanyaan tidak selalu dalam bentuk kalimat tanya, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkn tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya “Apa saja kegiatan yang dilakukan para petani berdasarkan pada gambar?”. Bentuk pernyataan, misalnya “sebutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan para petani berdasarkan pada gambar?”. Guru diharapkan dapat memberikan pertanyaan yang menginspirasi siswa untuk memberikan jawaban yang baik dan benar.
c. Mengumpulkan Informasi/Mencoba
            Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Lampiran Permendikbud 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, menyebutkan bahwa aktivitas mengumpulkan informasi/mencoba dilakukan melalui kegiatan mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan. Belajar dengan menggunakan pendekatan saiintifik akan melibatkan siswa dalam melakukan aktivitas meyelidiki fenomena dalam upaya menjawab suatu permasalahan. Jadi, kegiatan mengumpulkan informasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang dilakukan melalui berbagai cara, antara lain: melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya sebagai upaya untuk menjawab suatu permasalahan.
            Kegiatan yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi adalah eksperimen. Eksperimen/ mencoba sebagai cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Eksperimen/ mencoba sebagai kegiatan terperinci yang direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu masalah atau menguji suatu hipotesis. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mencoba adalah kegiatan pembelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari untuk mendapatkan data untuk menjawab permasalahan atau menguji hipotesis.
            Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Peran guru adalah memfasilitasi siswa untuk melakukan proses mengumpulkan informasi/mencoba.
            Beberapa kelebihan dan kekurangan metode eksperimen. Kelebihan dan kekurangan tersebut adalah sebagi berikut ini.
1) Kelebihan Metode Ekserimen
a) Membuat siswa percaya pada kebenaran kesimpulan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru.
b) Siswa aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukan.
c) Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah.
d) Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif,realistik, dan menghilangkan verbalisme.
e) Hasil belajar menjadi kepemilikan siswa yang bertalian lama.
2) Kekurangan Metode Ekserimen
a) Memerlukan peralatan percobaan yang komplit.
b) Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang memerlukan waktu lama.
c) Menimbulkan kesulitan bagi guru dan siswa apabila kurang berpengalaman dalam penelitian.
d) Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan penyimpulan. Kegiatan mengumpulkan informasi lainnya adalah diskusi. Diskusi memiliki manfaat dan kelemahan. Manfaat dari diskusi antara lain: (1) peserta didik memperoleh kesempatan untuk berpikir; (2) peserta didik dapat berlatih mengeluarkan pendapat; (3) diskusi dapat menumbuhkan parsitipasi aktif peserta didik; dan (4) peserta didik belajar bersikap toleran. Sedangkan kelemahan diskusi antara lain: (1) diskusi terlampau menyerap waktu; (2) peserta didik tidak berlatih untuk melakukan diskusi dan menggunakan waktu diskusi dengan baik; dan (3) terkadang guru tidak memahami cara-cara melaksanakan diskusi, sehingga diskusi cenderung menjadi tanya jawab.
            Kegiatan mencoba memiliki peran penting dalam melatih siswa untuk memperoleh data dan fakta dari hasil pengamatan dan bukan hanya opini semata. Dengan melakukan percobaan, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dimiliki. Selain itu, ilmu pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan mencoba diharapkan dapat bertahan lama dalam ingatan siswa.
d. Menalar/Mengasosiasi
            Menalar adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi/diamati untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan berbagai ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar dalam kegiatan pembelajaran adalah kegiatan mengolah informasi yang sudah dikumpulkan untuk memperoleh simpulan.
            Kegiatan mengasosiasi/ menalar dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Lampiran Permendikbud 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, menyebutkan bahwa aktivitas menalar/mengasosiasikan dilakukan melalui kegiatan mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan. Kompetensi yang diharapkan dari kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
            Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara khusus menjadi simpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Jadi, menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu, kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagian yang khusus.
            Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya dan menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut, selanjutnya siswa secara bersama-sama dalam satu kelompok atau secara individual membuat kesimpulan.
e. Mengkomunikasikan
            Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013 memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang sudah dipelajari. Siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang sudah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok maupun secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat.
            Kegiatan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran menurut adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Lampiran Permendikbud 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, menyebutkan bahwa aktivitas mengkomunikasikan dilakukan melalui kegiatan menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.
            Kompetensi yang diharapkan dari kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.  Siswa diharapkan dapat menyampaikan hasil temuannya dengan lancar dan baik di depan teman-teman satu kelas. Hal ini bertujuan untuk melatih dan mengembangkan rasa percaya diri siswa. Sedangkan, siswa yang lain dapat memberikan komentar atau masukan mengenai apa yang disampaikan oleh temannya. Peran guru adalah memfasilitasi siswa untuk melakukan proses mengkomunikasikan.
            Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kegiatan pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik dapat dilakukan dalam berbagai aktivitas pembelajaran, selain itu guru memiliki peran dalam setiap aktivitas. Pada penelitian ini, kegiatan pembelajaran dan peran guru menggunakan Lampiran Permendikbud 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Kegiatan pembelajaran dan peran guru dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Tabel Deskripsi Kegiatan dan Peran Guru dalam Kegiatan
Pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik

2.5  Kelebihan Dan Kekurangan Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013
      Pendekatan saintifik memiliki beberapa kelebihan dan juga kelemahan yaitu sebagai berikut :
1.      Kelebihan
·         Proses pembelajaran lebih terpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran.
·         Langkah-langkah pembelajarannya sistematis sehingga memudahkan guru untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran.
·         Memberi peluang guru untuk lebih kreatif,  dan mengajak siswa untuk aktif dengan berbagai sumber belajar.
·         Langkah-langkah pembelajaran melibatkan keterampilan proses sains dalam mengontruksi konsep, hukum atau prinsip.
·         Proses pembelajarannya melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
·         Dapat mengembangkan karakteristik siswa.
·         Penilaian mencakup semua aspek.
2.      Kelemahan
·         Dibutuhkan kreatifitas tinggi dari guru untuk menciptakan lingkungan belajar dengan menggunakan pendekatan saintifik sehingga apabila guru tidak mau kreatif, maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
·         Guru jarang menjelaskan materi pembelajaran, karena guru banyak yang beranggapan bahwa dengan kurikulum yang terbaru ini guru tidak perlu menjelaskan materinya.

  

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
a.       Yang melatar belakangi terbentuknya pendekatakan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 adalah pemerintah ingin menerapkan pendidikan yang bermutu.
b.      Pendekatan saitifik adalah konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah.
c.       Dalam konsep pendekatan saintifik yang disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal ada 7 (tujuh) kriteria dalam pendekatan saintifik.
d.      Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
e.       Pendekatan saintifik memiliki banyak kelebihan dan beberapa kekurangan.
3.2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh karena itu, kami sangat mengharapkan  kritik dan saran dari pembaca agar bisa menjadikan motivasi bagi kami sehingga kedepannya bisa lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA
Bailer, Jill. (2006). Teaching Science Process Skills-Middle School. Michigan: Milestone.
Daryanto. (2014). Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Gava Media.
Fadlillah, M. (2014). Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI,
SMP/MTs,& SMA/MA. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kemdikbud. (2014). Permendikbud No. 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Jakarta:Kemdikbud.
Kemdikbud. (2014). Permendikbud No. 104tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta:Kemdikbud
Sadiman, S. (2006). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sagala, Syaiful. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alvabeta.
Sani, Abdullah Ridwan. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.   Jakarta: PT. Bumi Aksara


Share:

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru