Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

Teori Belajar yang Sesuai dengan Pembelajaran Kimia

MIPA adalah rumpun dari sains (IPA) fisika, kimia, biologi dan matematika, pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan ilmiah. MIPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. MIPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. MIPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasi.

Kimia
Ilmu Kimia dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan.

Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek.

Kegiatan praktik dalam pembelajaran kimia mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa.

Melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang telah tertuang dalam baik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maupun Kurikulum 2013, terlihat bahwa materi pelajaran kimia yang harus dikuasai oleh peserta didik ada banyak, beragam dan sebagian bersifat abstrak. Sebagian materi pembelajaran kimia di SMA merupakan konsep teoritis dan bersifat informatif bahkan abstrak. Sehingga ketepatan dalam memilih metode pembelajaran sangatlah penting agar materi-materi tersebut tersampaikan secara utuh.

Strategi atau teknik, metode dan pendekatan merupakan tiga hal yang berbeda meskipun penggunaannya sering bersama-sama dijumpai dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan teori atau asumsi. Metode adalah pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.

Meskipun telah disebutkan bahwa “tidak ada satu pun pendekatan yang paling cocok untuk satu pelajaran”, tetapi karena pusat pelajaran kimia adalah eksperimen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelajaran kimia itu sendiri maka melalui eksperimen siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan gejala kimia yang dipelajari. Kimia sebagai ilmu yang memiliki karakteristik tersendiri dalam mempelajarinya tidak cukup hanya melalui minds-on, tetapi juga harus melalui hands-on, seperti layaknya ilmuwan ketika menjelajahi alam ini. Secara teoretis dan dengan prosedur-prosedur yang tepat kerja laboratoriumlah pendekatan saintifik yang tepat digunakan dalam pembelajaran kimia.

Macam-macam kerja laboratorium dapat dibedakan dalam deduktif atau verifikasi, induktif, keterampilan teknis, tanya jawab, dan keterampilan proses. Umumnya pendekatan-pendekatan tersebut dapat meningkatkan hal-hal sebagai berikut; sikap terhadap pelajaran kimia, sikap ilmiah, penemuan ilmiah, pengembangan konsep, dan keterampilan-keterampilan teknis bagi siswa.

Berikut terdapat beberapa pendekatan dalam pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran kimia, antara lain:

1. Pendekatan Konsep

Pendekatan ini merupakan suatu model pembelajaran kognitif. Bruner menyarankan agar peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta melakukan eksperimen-eksperimen yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk menemukan prinsip-prinsip sendiri. Pendekatan ini dapat diterapkan jika guru melaksanakan pembelajaran dengan teknik inkuiri.

2. Pendekatan Keterampilan Proses

Cara berpikir dalam sains kimia, salah satunya, adalah keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses sains dibedakan dalam dua bagian besar, yaitu keterampilan dasar proses sains, dimulai dari observasi sampai dengan meramal, dan keterampilan terpadu proses sains, dari identifikasi variabel sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen. Keterampilan dasar proses sains adalah hal-hal yang dikerjakan ketika siswa mengerjakan sains, misalnya mengobservasi pengaruh suhu terhadap faktor laju reaksi.Dalam keterampilan terpadu proses sains, siswa dipandu untuk melakukan eksperimen melalui penggunaan seluruh keterampilan-keterampilan proses yang siswa miliki. Melalui eksperimen suatu pembelajaran kimia dikatakan utuh, sebab eksperimen di laboratorium merupakan bagian integral dari konsep, prinsip dan hukum kimia dipelajari. Eksperimen dapat dikatakan sebagai pusat dalam pembelajaran kimia, tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan biaya dan tenaga yang besar sehingga sebagai guru kimia yang sukses harus betul-betul ahli dalam mendesain kegiatan eksperimen untuk siswanya. Namun demikian, hendaknya hal tersebut tidak menjadi momok bagi guru dalam mempersiapkan penggunaannya di kelas, akan tetapi justru menjadi tantangan bagi guru untuk mempersiapkan eksperimen sebaik-baiknya agar pembelajaran kimia betul-betul efektif.

3. Strategi Belajar-mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme

Pandangan konstruktivisme sangat menekankan pentingnya gagasan yang sudah ada pada diri siswa untuk dikembangkan dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pemahaman konsep sangat ditekankan. Belajar merupakan proses aktif dan kompleks dalam upaya memperoleh pengetahuan baru. Proses yang terjadi merupakan proses kognitif sebagai interaksi antara kegiatan persepsi, imajinasi, organisasi, dan elaborasi. Proses pengorganisasian dan elaborasi memungkinkan terbentuk hubungan antar konsep. Hubungan antar konsep dapat digambarkan sebagai peta konsep. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar dan adanya miskonsepsi. Miskonsepsi terjadi karena siswa masih menggunakan gagasan pribadinya dan pembelajaran belum dapat mengubah pemahaman siswa menjadi gagasan baru yang benar. Perubahan ini dapat berlangsung dengan mulus asalkan pada siswa ada perasaan tidak puas terhadap pemahaman yang salah, siswa mempunyai pengetahuan optimal tentang konsep yang benar, konsep yang benar dapat masuk akal dan mempunyai daya memprediksi serta daya eksplanasi.Strategi pembelajaran dapat dikembangkan dan siklus pembelajaran dan siklus belajar. Hal ini untuk memungkinkan terjadi keselarasan antara pola pikir yang dituntut oleh guru dengan pola pikir siswa. Pengorganisasian materi sajian juga penting karena dalam proses belajar-mengajar terjadi hubungan segitiga antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Disarankan pengorganisasian materi subjek berorientasi pada kerangka pemecahan masalah.

4. Pendekatan Discovery dan Inquiry

Pendekatan discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, menjelaskan, dan mengambil kesimpulan. Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.

Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri.

Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase yaitu: 
fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti.
fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi, 
fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat, 
fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal, dan 
fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.


5. Pendekatan STS (Sains-Teknologi-Masyarakat)

Di dalam kegiatan belajar ini, kita mengenal pengertian STS dan pengertian pendekatan STS. Pengertian STS memberi gambaran kepada kita bahwa sains (dalam hal ini kimia) dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon masyarakat. Dengan pengertian bahwa adanya suatu perubahan teknologi akan dapat menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling terpengaruh dan mempengaruhi. Kemudian pendekatan STS, memberi gambaran kepada kita bahwa hendaknya suatu pembelajaran kimia didekati melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu pembelajaran kimia, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep kimia, juga perlu melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya bagi masyarakat. Munculnya berbagai pendekatan dalam pembelajaran kimia, khususnya pendekatan STS, didasarkan pada suatu kesulitan yang banyak dihadapi oleh pembuat kurikulum, guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu dengan menggunakan pendekatan STS ini, diasumsikan akan dapat memberi peluang kepada siswa untuk belajar lebih bermakna, bermanfaat dan menyenangkan.

Guru mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diperlukan agar siswa dapat membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab mengenai isu-isu sosial, khususnya isu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang populer untuk memperkenalkan siswa dengan isu-isu sosial itu adalah dengan meminta kepada siswa untuk membawa artikel-artikel tentang sains kimia, teknologi dan penggunaannya dalam masyarakat di dalam kelas pelajaran kimia. Dengan kata lain siswa diberi pengarahan dan kesempatan yang cukup, agar mereka dapat meneliti isu-isu itu dengan cara mengumpulkan fakta-fakta, merumuskan pendapat-pendapat mereka dan menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Berdasarkan deskripsi uraian di atas maka salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran kimia adalah pendekatan STS atau STM. Karena pendekatan ini selalu mengaitkan antara sains, teknologi dan penggunaan sains dan teknologi itu dalam masyarakat. Dengan penggunaan pendekatan itu di dalam pembelajaran kimia maka dalam proses pembelajarannya, kita mempunyai konsekuensi bahwa selain kita menanamkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip kimia, kita perlu juga menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep itu, dan kemungkinan penggunaannya di lingkungan masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, guru yang menyajikan materi pelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan STS perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah: deskripsi materi kimia yang akan disajikan, diskripsi teknologi yang berkaitan dengan materi kimia tersebut, penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat dan kemungkinan adanya sikap serta permasalahan yang timbul akibat dari penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat. Deskripsi dari materi itu dapat meliputi antara lain: uraian konsep, penggunaan matematika, penggunaan rumus, penyajian soal dan sebagainya. Kemudian deskripsi teknologi dapat meliputi: kegunaan teknologi, bagan gambar dari produk teknologi itu, prinsip kerjanya dan keterkaitan antara teknologi itu sendiri dengan materi yang disajikan dalam pembelajaran kimia.

6. Pendekatan Pengorganisasian Konsep dari Ausubel

Pendekatan ini didasarkan pada teori bahwa belajar merupakan suatu proses mental yang mengembangkan cara berpikir kritis, logis, dan kreatif. Peserta didik dalam mengasimilasi pelajaran melalui cara seperti yang telah dikemukakan pada teori belajar bermakna Ausubel.

7. Pendekatan Pemecahan Masalah (Metode Ilmiah) dari John Dewey

Masalah adalah sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti, artinya ada kesenjangan antara kenyataan dengan yang diharapkan. Pendekatan pemecahan masalah menekankan agar pembelajaran memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang objektif dan tahu benar apa yang dihadapi.

8. Pendekatan Kontekstual

Pendektan kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapakan ketujuh konsep terebut dalam proses pembelajarannya.

Berdasarkan pendekatan-pendekatan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia tersebut, beberapa teori belajar yang sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran kimia, antara lain:

1. Teori Kognitif Bruner

Menurut Bruner, teori pembelajaran yang baik adalah pengalaman belajar melalui penemuan (discovery), yang memungkinkan peserta didik memperoleh informasi dan keterampilan baru dengan memperhatikan informasi dan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya.

Hal ini sesuai dengan materi-materi yang diajarkan dalam pembelajaran kimia dimana terdapat beberapa materi yang disertai dengan percobaan/praktikum. Diharapkan dengan melakukan percobaan, peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan dengan jalan menemukan fakta dari konsep tersebut.

2. Teori Belajar Bermakna Ausubel

Dalam proses pembelajaran kimia, konsep-konsep yang disajikan guru disusun secara hierarkhi dan konsep yang paling sederhana (konkret) disajikan terlebih dahulu menuju pada hal-hal yang lebih kompleks (abstrak).

Materi-materi yang diajarkan dalam pelajaran kimia mempunyai keterkaitan satu sama lain, sehingga untuk mempelajari materi baru, peserta didik dituntut untuk menguasai materi sebelumnya. Dengan adanya peta konsep akan lebih membantu penyampaian materi pembelajaran menjadi lebih terstruktur.

3. Teori Konstruktivisme dari John Dewey

Menurut teori konstruktivisme seseorang harus membangun sendiri pengetahuannya secara aktif. Penekanan teori Konstruktivisme adalah proses internal yang terjadi di dalam struktur kognitif individu yang belajar.

Teori belajar ini cocok diterapkan untuk materi-materi pelajaran kimia yang mengandung konsep-konsep teoritik. Untuk mengetahui apakah peserta didik telah memahami konsep atau belum, guru sebagai fasilitator diharapkan lebih banyak bertanya dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyatakan apa yang diketahuinya dan apa yang tidak diketahuinya.

Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada variasi, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu diperdebatkan. Yang lebih penting untuk dipahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran kimia.
Share:

No comments:

Post a Comment

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru