PENILAIAN AFEKTIF DAN SOSIAL
OLEH :
KELOMPOK
7
1.
ALWIAH NOR AULIA (ACC 114 016)
2.
AMALIA RESMA (ACC 114 032)
3.
ANITA MESIYANA (ACC 114 034)
4.
ETY PERMATA SARI (ACC 114 006)
5.
NOVITASARI (ACC 114 038)
6.
SYAHRA AYU PRATIWI (ACC 114 025)
7.
TAUFIK RACHMAN (ACC 114 003)
DOSEN PENGAMPU :
Nopriawan Berkat Asi, S.Si, M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PALANGKA RAYA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penilaian
adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi
sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar
dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
Dalam
melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi serta
menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi
atau bahan pelajaran yang telah diberikan. Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu
erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses
evaluasi hasil belajar. Benyamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat
bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga
jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melakat pada diri peserta didik,
yaitu :
a. Ranah
proses berfikir
b. Ranah
nilai atau sikap
c. Ranah
keterampilan
Dalam
konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga ranah itulah yang harus dijadikan
sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Dalam makalah ini kami
akan membahas tentang ranah afektif atau ranag sikap.
1.2
Rumusan masalah
1.2.1
Bagaimana hakikat pembelajaran afektif?
1.2.2
Apa saja tingkatan ranah afektif?
1.2.3
Bagaimana karakteristik dari ranah
afektif?
1.2.4
Bagaimana langkah-langkah menyusun
instrumen penilaian afektif?
1.2.5
Bagaimana pengembangan perangkat
penilaian afektif?
1.3
Tujuan penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui hakikat pembelajaran afektif
1.3.2 Untuk mengetahui tingkatan ranah afektif
1.3.3 Untuk mengetahui karakteristik dari ranah afektif
1.3.4 Untuk mengetahui langkah-langkah menyusun instrumen penilaian
afektif
1.3.5 Untuk mengetahui pengembangan perangkat penilaian afektif
1.4
Manfaat penulisan
1.4.1 Dapat mengetahui hakikat pembelajaran afektif?
1.4.2 Dapat mengetahui tingkatan ranah afektif?
1.4.3 Dapat mengetahui karakteristik dari ranah afektif?
1.4.4 Dapat mengetahui langkah-langkah menyusun instrumen penilaian
afektif?
1.4.5 Dapat mengetahui pengembangan perangkat penilaian afektif?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 HAKIKAT
PEMBELAJARAN AFEKTIF
Hasil
belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan
hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia
meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir
berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor,
dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah
tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang
pendidikan.
Menurut Popham (1995),
ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak
memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar
secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan
akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik
harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk
membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa
sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran,
satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
Keberhasilan
pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi
afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif
terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu,
sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik
sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara
sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk
mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan
karakteristik afektif peserta didik.
2.2 TINGKATAN RANAH AFEKTIF
Menurut
Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen
sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif
menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding,
valuing, organization, dan characterization.
1. Tingkat
receiving
Pada
tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan
suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas,kegiatan, musik, buku, dan
sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena
yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta
didik agar senang membaca buku, senang bekerja sama, dan sebagainya. Kesenangan
ini akan menjadi kebiasaan,dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang
positif
2.
Tingkat responding
Responding
merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.
Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi
ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons,
berkeinginan memberi respons, atau kepuasan
dalam
memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada
pencarian hasil dan kesenangan pada
aktivitas
khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3.
Tingkat valuing
Valuing
melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen.
Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu
nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau
penilaian berbasis pada internalisasi dari
seperangkat
nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan
stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan
pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4.
Tingkat organization
Pada
tingkat organization, nilai
satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini
berupa konseptualisasi nilai atau organisasi
sistem
nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5.
Tingkat characterization
Tingkat
ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai
yang mengendalikan perilaku sampai pada
waktu
tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, dan sosial.
2.3 KARAKTERISTIK
RANAH AFEKTIF
Pemikiran
atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah
afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang
termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan
derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang
lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan
memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan
dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah
perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif,
sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang
kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada
beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah,
matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan
target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun
kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila
menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target
kecemasannya adalah tes. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting,
yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1.
Sikap
Sikap
merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi
verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut
Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap
peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata
pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999).
Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus
lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris
dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk
itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar
peserta didik yang
membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut
Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang
untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia (1990: 583),
minat
atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk
karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian
minat dapat digunakan untuk:
a.
Mengetahui minat peserta didik sehingga
mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b.
mengetahui bakat dan minat peserta didik
yang sebenarnya,
c.
pertimbangan penjurusan dan pelayanan
individual peserta didik,
d.
menggambarkan keadaan langsung di
lapangan/kelas,
e.
mengelompokkan peserta didik yang
memiliki minat sama,
f.
acuan dalam menilai kemampuan peserta
didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian
materi,
g.
mengetahui tingkat minat peserta didik
terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h.
bahan pertimbangan menentukan program
sekolah,
i.
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3.
Konsep Diri
Menurut
Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan
dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada
dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau
negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan
jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan
diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik.
Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi
belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan
dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
·
Pendidik mampu mengenal kelebihan dan
kekurangan peserta didik.
·
Peserta didik mampu merefleksikan
kompetensi yang sudah dicapai.
·
Pernyataan yang dibuat sesuai dengan
keinginan penanya.
·
Memberikan motivasi diri dalam hal
penilaian kegiatan peserta didik.
·
Peserta didik lebih aktif dan
berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
·
Dapat digunakan untuk acuan menyusun
bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
·
Peserta didik dapat mengukur kemampuan
untuk mengikuti pembelajaran.
·
Peserta didik dapat mengetahui
ketuntasan belajarnya.
·
Melatih kejujuran dan kemandirian
peserta didik.
·
Peserta didik mengetahui bagian yang
harus diperbaiki.
·
Peserta didik memahami kemampuan
dirinya.
·
Pendidik memperoleh masukan objektif
tentang daya serap peserta didik.
·
Mempermudah pendidik untuk melaksanakan
remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
·
Peserta didik belajar terbuka dengan
orang lain.
·
Peserta didik mampu menilai dirinya.
·
Peserta didik dapat mencari materi
sendiri.
·
Peserta didik dapat berkomunikasi dengan
temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach
(1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku
yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau
situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung
menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku.
Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat
dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi
lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar
menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur
penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus
membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi
konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget
dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia
hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal
terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri
sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang
lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan
agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala.
Jadi, moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah
afektif lain yang penting adalah:
o
Kejujuran: peserta didik harus belajar
menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
o
Integritas: peserta didik harus
mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
o
Adil: peserta didik harus berpendapat
bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
o
Kebebasan: peserta didik harus yakin
bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara
maksimal kepada semua
orang.
2.4 LANGKAH-LANGKAH MENYUSUN
INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF
Dalam
kaitan untuk mengetahui sejauh mana sikap dan minat siswa terhadap suatu mata
pelajaran atau materi pelajaran, yang kedua termasuk bagian penting dari ranah
afektif, maka guru perlu menyusun instrumen penilaian afektif, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Pemilihan ranah afektif yang ingin
dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat terhadap suatu materi pelajaran.
2.
Penentuan indikator apa yang sekiranya
dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu
materi pelajaran. Beberapa
contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap
dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu : (1) persentase
kehadiran atau ketidakhadiran di kelas, (2) aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung, misalnya apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam
diskusi, aktif memperhatikan penjelasan guru, dsb. (3) penyelesaian tugas –
tugas belajar yang diberikan, seperti ketepatan waktu mengumpul PR atau tugas
lainnya; (4) kerapian buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya
terkait materi pelajaran tersebut.
3.
Penentuan jenis skala yang digunakan,
misalnya jika menggunakan skala Likert, berarti ada 5 rentang skala, yaitu :
(1) tidak berminat, (2) kurang berminat, (3) netral, (4) berminat, (5) sangat
berminat.
4.
Penulisan draft instrumen penilaian
afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan indikator dan skala yang
telah ditentukan.
5.
Penelaahan dan meminta masukan teman
sejawat (guru lain) mengenal draft instrumen penilaian ranah afektif yang telah
dibuat.
6.
Revisi instrumen penilaian afektif
berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan sejawat, bila memang diperlukan.
7.
Persiapan kuisioner untuk disebarkan
kepada siswa beserta inventori laporan diri yang diberikan siswa berdasarkan
hasil kuisioner (angket) tersebut.
8.
Pemberian skor inventori kepada siswa.
9.
Analisis hasil inventori minat siswa
terhadap materi pelajaran.
2.5 PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN
AFEKTIF
a.
Pengukuran Ranah Afektif
Dalam
memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan
harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang
timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk
ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung
mengikuti definisi konseptual.
Menurut
Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah
afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode
observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari
perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode
laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah
dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap
karakteristik afektif diri sendiri.
Menurut
Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak
(kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku
atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan
oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
b.
Pengembangan Instrument Penilaian
Afektif
Instrumen
penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai,
dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian
afektif, yaitu:
1. Spesifikasi instrumen
Ditinjau
dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu
instrumen sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral
a. Instrumen
sikap
Instrumen
sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap
kegiatan sekolah, mata pelajaran,
pendidik,
dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap
berguna untuk menentukan strategi
pembelajaran
yang tepat.
b.
Instrumen minat
Instrumen
minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minatpeserta didik terhadap
mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untukmeningkatkan minat peserta
didik terhadap mata pelajaran.
c.
Instrumen konsep diri
Instrumen
konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta
didik melakukan evaluasi secara objektif
terhadap
potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk
menentukan jenjang karirnya. Informasi
kekuatan
dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
d.
Instrumen nilai
Instrumen
nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh
berupa nilai dan keyakinan yang positif
dan
yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan
akhirnya dihilangkan.
e.
Instrumen moral
Instrumen
moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui
pengamatan terhadap perbuatan yangditampilkan dan laporan diri melalui
pengisian kuesioner. Hasil pengamatan
dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.
Dalam
menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu tujuan pengukuran, kisi-kisi
instrumen, bentuk dan format instrumen,
dan panjang
instrumen.
Setelah
menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun
kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yangberisi
spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan
kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori
yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional
berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini
kemudian dijabarkan menjadi sejumlah
indikator.
Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa
dikembangkan dua atau lebih instrumen.
2.
Penulisan instrumen
Tabel kisi-kisi instrumen afektif
No
|
Indikator
|
Jumlah Butir
|
Pertanyaan/Pernyataan
|
Skala
|
1
|
||||
2
|
||||
3
|
||||
4
|
||||
5
|
Penilaian ranah afektif peserta didik
dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut.
a. Instrumen
sikap
Definisi
konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik
menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk
mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah.
Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan
positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata
pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui
kuesioner. Pertanyaan tentang sikap
meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu
objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan
sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak
menyenangi, baik-buruk,diingini-tidak diingini.
Contoh
indikator sikap terhadap mata pelajaran kimia misalnya.
·
Membaca buku kimia
·
Mempelajari kimia
·
Melakukan interaksi dengan guru kimia
·
Mengerjakan tugas kimia
·
Melakukan diskusi tentang kimia
·
Memiliki buku kimia
Contoh
pernyataan untuk kuesioner:
·
Saya senang membaca buku kimia
·
Tidak semua orang harus belajar kimia
·
Saya jarang bertanya kepada guru tentang
kimia
·
Saya tidak senang pada tugas pelajaran
kimia
·
Saya berusaha mengerjakan soal kimia
sebaik-baiknya
·
Memiliki buku kimia penting untuk
peserta didik
b. Instrumen
minat
Instrumen
minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata
pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik
terhadap mata pelajaran pengalaman yang mendorong individu mencari objek,
aktivitas, konsep,dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau
penguasaan. Definisi
operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.
Contoh
indikator minat terhadap pelajaran kimia:
·
Memiliki catatan pelajaran kimia
·
Berusaha memahami kimia
·
Memiliki buku kimia
·
Mengikuti pelajaran kimia
Contoh
pernyataan untuk kuesioner:
·
Catatan pelajaran kimia saya lengkap
·
Catatan pelajaran kimia saya terdapat
coretan-coretan tentang hal-hal yang
penting
·
Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum
mengikuti pelajaran kimia
·
Saya berusaha memahami mata pelajaran
kimia
·
Saya senang mengerjakan soal kimia
·
Saya berusaha selalu hadir pada
pelajaran kimia
c.
Instrumen konsep diri
Instrumen
konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan
program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep
diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut
keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan
tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
Contoh
indikator konsep diri:
· Memilih
mata pelajaran yang mudah dipahami
· Memiliki
kecepatan memahami mata pelajaran
· Menunjukkan
mata pelajaran yang dirasa sulit
· Mengukur
kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh
pernyataan untuk instrumen:
·
Saya sulit mengikuti pelajaran kimia
· Saya
mudah memahami bahasa Inggris
· Saya
mudah menghapal suatu konsep.
· Saya
mampu membuat karangan yang baik
· Saya
merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
· Saya
bisa bermain sepak bola dengan baik
· Saya
mampu membuat karya seni yang baik
· Saya
perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
d.
Instrumen nilai
Nilai
merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan
yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta
didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai
pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni
tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu
yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai
seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan
berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan
seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai
yang dianutnya. Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan
bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan
bahwa guru sulit melakukan perubahan. Instrumen nilai bertujuan untuk
mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai
dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan
sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
Contoh
indikator nilai adalah:
· Memiliki
keyakinan akan peran sekolah
· Menyakini
keberhasilan peserta didik
· Menunjukkan
keyakinan atas kemampuan guru.
· Mempertahankan
keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh
pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
· Saya
berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan.
· Saya
berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
· Saya
berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan
diterima di perguruan tinggi.
· Saya
berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan
masyarakat.
·
Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu
membawa masalah.
· Saya
berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya.
Selain
melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan
nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta
didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk
mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator
substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang
muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.
e.
Instrumen Moral
Instrumen
ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik.
Contoh
indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:
·
Memegang janji
·
Memiliki kepedulian terhadap orang lain
·
Menunjukkan komitmen terhadap
tugas-tugas
· Memiliki
Kejujuran
Contoh
pernyataan untuk instrumen moral
· Bila
saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
· Bila
berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
· Bila
berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
· Bila
menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
· Bila
ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.
· Kesulitan
orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
· Bila
bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
· Bila
bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya.
· Saya
selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.
· Bila
ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
- Skala
Instrumen Penilaian Afektif
Skala
yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala
Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone:
Minat terhadap pelajaran sejarah
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|
1.
Saya senang belajar Sejarah
|
|||||||
2. Pelajaran sejarah bermanfaat
|
|||||||
3. Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran sejarah
|
|||||||
4. Saya berusaha memiliki buku pelajaran Sejarah
|
|||||||
5. Pelajaran sejarah membosankan
|
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran
matematika
1
|
Pelajaran matematika bermanfaat
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
2
|
Pelajaran matematika sulit
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
3
|
Tidak semua harus belajar matematika
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
4
|
Pelajaran matematika harus dibuat mudah
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
5
|
Sekolah saya
menyenangkan
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
Keterangan:
SS
: Sangat setuju
S
: Setuju
TS
: Tidak setuju
STS: Sangat tidak setuju
Contoh
skala beda Semantik: Pelajaran ekonomi
a
|
b
|
c
|
d
|
e
|
f
|
g
|
||
Menyenangkan
|
Membosankan
|
|||||||
Sulit
|
Mudah
|
|||||||
Bermanfaat
|
Sia-sia
|
|||||||
Menantang
|
Menjemukan
|
|||||||
Banyak
|
Sedikit
|
- Sistem
penskoran
Sistem
penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan
skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1.
Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah
1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1.
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada
katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut
skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar
jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat
peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan
simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat
masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
- Telaah
instrumen
Kegiatan
pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan
sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan
tata bahasa yang benar, c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias, d) format
instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen
jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah
tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab. Telaah dilakukan oleh
pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian.
Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah
masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang
sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan
untuk memperbaiki instrumen. Panjang instrumen berhubungan dengan masalah
kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian
instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis
suatu pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh,
struktur pertanyaan, dan
pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu
mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.
Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir
lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian
lulus semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun
sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang
menempuh ujian akhir lulus semua?
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner,
yaitu: a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan
responden b. Pertanyaannya jangan samar-samar c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
Hasil
telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan
terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang
diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab
instrumen, dan pengetikan.
- Merakit
instrumen
Setelah
instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format
tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus
dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk
membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan
cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang.
Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab
atau mengisinya.
- Ujicoba
instrumen
Setelah
dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian
apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk
itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai.
Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta
didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari
satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah
saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan
kalimat yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen.
Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain
itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat
bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau
ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
Agar
responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya
instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi
instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan
agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.
- Analisis
hasil ujicoba
Analisis
hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Jika
menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1
sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan
baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya
pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator
yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih
dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain yang diperhatikan
adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks
reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan
pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks
keandalan instrumen minimal 0,70.
- Perbaikan
instrumen
Perbaikan
dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik,
berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik,
namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan
instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari
responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
- Pelaksanaan
pengukuran
Pelaksanaan
pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu
pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi
instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara
yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama
lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain
agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai
dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman
pengisian instrumen.
- Penafsiran
hasil pengukuran
Hasil
pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran
diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan
jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala
Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk
mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang
sifatnya positif:
Sangat
setuju
|
Setuju
|
Tidak
setuju
|
Sangat
tidak setuju
|
(4)
|
(3)
|
(2)
|
(1)
|
Sebaliknya
untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif
Sangat
setuju
|
Setuju
|
Tidak
setuju
|
Sangat
tidak setuju
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
Skor
tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah
10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori
sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah
(kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat
ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan
minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.
Penentuan
kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel
2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan,
dengan rentang skor 10 –40.
No.
|
Skor peserta didik
|
Kategori Sikap atau
Minat
|
1.
|
Lebih besar dari 35
|
Sangat tinggi/Sangat
baik
|
2.
|
28 sampai 35
|
Tinggi/Baik
|
3.
|
20 sampai 27
|
Rendah/Kurang
|
4.
|
Kurang dari 20
|
Sangat rendah/Sangat
kurang
|
Keterangan
Tabel 2:
1.
Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 =
36, dan batas atasnya 40.
2.
Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan
skor batas atasnya adalah 35.
3.
Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan
skor batas atasnya adalah 27.
4.
Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah
kurang dari 20.
Tabel
3 Kategorisasi sikap atau minat kelas
No.
|
Skor rata-rata kelas
|
Kategori Sikap atau
Minat
|
1.
|
Lebih besar dari 35
|
Sangat tinggi/Sangat
baik
|
2.
|
28 sampai 35
|
Tinggi/Baik
|
3.
|
20 sampai 27
|
Rendah/Kurang
|
4.
|
Kurang dari 20
|
Sangat rendah/Sangat
kurang
|
Keterangan:
1.
Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta
didik di kelas ybs.
2.
Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 =
36, dan batas atasnya 40.
3.
Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan
skor batas atasnya adalah 35.
4.
Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan
skor batas atasnya adalah 27. 5. Skor yang tergolong pada kategori sangat
rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.
Pada
Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap mata
pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik harus
berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan bimbingan pendidik. Sedang bila
sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha
mempertahankannya.
Tabel
3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam
pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap
setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil
pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil
minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan
selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik
yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata
pelajaran tersebut baik.
c.
Observasi
Penilaian
ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan
melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan
penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual
kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi
pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata
pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan
tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil
observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian
informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh
akan lebih tepat.
BAB
III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Hakikat
pembelajaran afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, atau nilai. ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang.
2. Tingkatan
ranah afektif antara lain receiving (attending), responding, valuing, organization,
dan characterization.
3. Karakteristik
dari ranah afektif yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
4. Langkah-langkah
menyusun instrumen penilaian afektif yaitu Pemilihan ranah afektif yang ingin
dinilai oleh guru; Penentuan indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk
mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran;
Penentuan jenis skala yang digunakan; Penulisan draft instrumen penilaian
afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan indikator dan skala yang
telah ditentukan; Penelaahan dan meminta masukan teman sejawat (guru lain)
mengenal draft instrumen penilaian ranah afektif yang telah dibuat; Revisi
instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan sejawat;
Persiapan kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori laporan
diri yang diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket) tersebut;
Pemberian skor inventori kepada siswa; Analisis hasil inventori minat siswa
terhadap materi pelajaran.
5. pengembangan
perangkat penilaian afektif meliputi pengukuran ranah afektif; pengembangan
instrument penilaian afektif, dan observasi.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Mary.
Yen., & Yen, Wendy. M. (1979). Introduction
measurement theory.
Berkeley,
California: Brooks/Cole Publishing Company.
Andersen, Lorin.
W. (1981). Assessing affective
characteristic in the schools.
Boston:
Allyn and Bacon.
Gable, Robert.
K. (1986). Instrument Development In The
Affective Domain. Boston:
Kluwer-Nijhoff
Publishing.
Mueller, D. J.
(1986). Measuring Social Attitudes.
New York: Teachers College,
Columbia
University.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan
Menengah.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan
Menengah.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jakarta:
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Robinson, John.
P., & Shaver, Philip. R. (1980). Measures
Of Social Psychological
Attitudes. Michigan: The Institute of Social Research.
Sax, Gilbert.
(1980). Principles of educational and
psychological measurement and
evaluation. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
Straughan, R.
(1989). Belief, Behaviour, And Education.
London: Biddles Ltd.
Guilfordand
King’s Lynn.
Thorndike,
Robert, L., & Hagen, Elizabeth. P. (1977). Measurement And Evaluation
In Psychology And Education. New York: John Wiley & Sons.
Traub, Ross. E.
(1994). Reliability For The Social Sciences.
London: Sage Publications.
No comments:
Post a Comment