PENILAIAN PSIKOMOTORIK
OLEH :
1. Andini Eka Junikurniawati (ACC 114 005)
2. Firda Amalia (ACC 114 055)
3. Nanik Widiyas Tutik (ACC 114 056)
4. Nistikawati (ACC 114 019)
5. Norhalimah (ACC 114 007)
6. Riska (ACC 114 026)
7. Yuni Soraya (ACC 114 064)
8. Lovina Tampubolon (ACC 114 053)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa
kompetensi lulusan mencakup sikap,pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti
bahwa pembelajaran dan penilaianharus mengembangkan kompetensi peserta didik
yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan
psikomotor (keterampilan).
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2007 menyebutkan bahwa salah satu prinsip
penilaian adalah menyeluruh dan berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa
penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai
teknik penilaian yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan peserta
didik. Cakupan aspek penilaian yang dimaksud adalah aspek kognitif
(pengetahuan), aspek psikomotor (keterampilan), dan aspek afektif (sikap).
Untuk dapat merancang dan melaksanakan penilaian psikomotor yang sesuai dengan
standar penilaian, guru harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
yang memadai dalam mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
Penilaian psikomotorik
implementasinya dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan.
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku
individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain,
observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau
psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan
diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi.
Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata
pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan
keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan
ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium.
Dalam kegiatan-kegiatan praktikitu juga ada ranah kognitif dan afektifnya,
namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor.
Kegiatan-kegiatan praktikum tersebut nantinya bertujuan untuk menghasilkan
tenaga kerja yang kreatif dan terampil dalam memanfaatkan segala sesuatu yang
berpotensi dalam diri dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan di SMK di dominasi
ranah psikomotoril karena dalam struktur kurikulum memang lebih dominan
kegiatan praktik.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Apa Definisi Psikomotorik?
b.
Bagaimana Pembelajaran Psikomotorik?
c.
Bagaimana Penilaian Hasil Belajar Psikomotorik?
d.
Apa saja Unsur yang terlibat dalam Penilaian
Psikomotorik?
e.
Apa saja dasar-dasar hukum yang
menjadi landasan pentingnya penilaian psikomotorik?
f.
Bagaimana
Pengembangan penilaian psikomotorik?
g.
Bagaimana instruksi
kerja dalam proses penyusunan
instrumen penilaian psikomotorik?
h.
Apa saja Jenis
Tes Psikomotorik?
i.
Bagaimana
contoh Penilaian Psikomotorik?
1.3
Tujuan
a.
Untuk mengetahui Definisi Psikomotorik
b.
Untuk mengetahui Pembelajaran Psikomotorik
c.
Untuk mengetahui Penilaian Hasil Belajar Psikomotorik
d.
Untuk mengetahui Unsur yang terlibat dalam Penilaian
Psikomotorik
e.
Untuk mengetahui -dasar
hukum yang menjadi landasan pentingnya penilaian psikomotorik
f.
Untuk mengetahui Pengembangan
penilaian psikomotorik
g.
Untuk mengetahui instruksi
kerja dalam proses penyusunan
instrumen penilaian psikomotorik
h.
Untuk mengetahui Jenis
Tes Psikomotorik
i.
Untuk mengetahui contoh
Penilaian Psikomotorik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Psikomotorik
Hasil belajar peserta didik dapat
dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun
mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda.
Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada
ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih
menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah
afektif.
Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom
(1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang
pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan
psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan
menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu
sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau
sekumpulan tugas tertentu.
Menurut Mardapi (2003), keterampilan
psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan
perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif.
Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul
ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan
komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif
dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan
gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar,
seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler (1972) membagi hasil belajar
psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule
using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu
merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau
diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang
raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik
sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu
keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka
sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat
menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya
bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih
baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya
mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap,
yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi
adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan
yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik
dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal
yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana
yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja.
Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya
berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat
presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu
menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan
bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada
tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat
sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta
didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola
sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat
melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat
serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat
naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan
yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh
tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya
dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.
2.2.PEMBELAJARAN PSIKOMOTOR
Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat
antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran, dan evaluasi yang akan
dilaksanakan. Oleh karena ada perbedaan titik berat tujuan pembelajaran
psikomotor dan kognitif maka strategi pembelajarannya juga berbeda. Menurut
Mills (1977), pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan
menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing).
Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keterampilan yang dilatih melalui praktik
secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan atau otomatis dilakukan. Sementara
itu Goetz (1981) dalam penelitiannya melaporkan bahwa latihan yang dilakukan
berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemahiran
keterampilan. Lebih lanjut dalam penelitian itu dilaporkan bahwa pengulangan
saja tidak cukup menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, namun diperlukan
umpan balik yang relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan. Sekali
berkembang maka kebiasaan itu tidak pernah mati atau hilang.
Sementara itu, Gagne (1977)
berpendapat bahwa kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan
ada dua macam, yaitu kondisi internal dan eksternal. Untuk kondisi internal
dapat dilakukan dengan cara (a) mengingatkan kembali bagian dari keterampilan
yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan prosedur atau langkah-langkah
gerakan yang telah dikuasai. Sementara itu untuk kondisi eksternal dapat
dilakukan dengan (a) instruksi verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi, (d)
praktik, dan (e) umpan balik.
Dalam melatihkan kemampuan
psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan
agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills (1977) menjelaskan
bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam
bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berutan, (c)
mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan
memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d)
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan
pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha peserta
didik.
Edwardes (1981) menjelaskan bahwa
proses pembelajaran praktik mencakup tiga tahap, yaitu (a) penyajian dari
pendidik, (b) kegiatan praktik peserta didik, dan (c) penilaian hasil kerja
peserta didik. Guru harus menjelaskan kepada peserta didik kompetensi kunci
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kompetensi kunci adalah
kemampuan utama yang harus dimiliki seseorang agar tugas atau pekerjaan dapat
diselesaikan dengan cara benar dan hasilnya optimal. Sebagai contoh, dalam
memukul bola, kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik menempatkan
bola pada titik ayun. Dengan cara ini, tenaga yang dikeluarkan hanya sedikit
namun hasilnya optimal. Contoh lain, dalam mengendorkan mur dari bautnya,
kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik memegang kunci pas secara
tepat yakni di ujung kunci. Dengan cara ini tenaga yang dikeluarkan untuk mengendorkan
mur jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengendoran mur dengan cara
memegang kunci pas yang tidak tepat.
Dalam proses pembelajaran
keterampilan, keselamatan kerja tidak boleh dikesampingkan, baik bagi peserta
didik, bahan, maupun alat. Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keselamatan kerja
tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran psikomotor. Guru harus
menjelaskan keselamatan kerja kepada peserta didik dengan sejelas-jelasnya.
Oleh karena kompetensi kunci dan keselamatan kerja merupakan dua hal penting
dalam pembelajaran keterampilan, maka dalam penilaian kedua hal itu harus
mendapatkan porsi yang tinggi.
2.3.PENILAIAN HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil
belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan
dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta
didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti
pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah
pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu
Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
(1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis
suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan
tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk
dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam
penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan,
proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung
yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses
berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
2.4.UNSUR YANG
TERLIBAT DALAM PENILAIAN PSIKOMOTOR
Secara umum unsur – unsur yang terlibat dalam pengembangan
dan penyusunan penilaian psikomotorik dalam dunia pendidikan sebagai berikut:
1.
Kepala Sekolah
2.
Tim Pengembang Kurikulum (TPK).
3.
Guru / MGMP
2.5.DASAR HUKUM
/REFERENSI
Adapun dasar-dasar hukum yang menjadi landasan pentingnya
penilaian psikomotorik sebagai berikut:
1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan,
2.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi,
3.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan,
4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian,
5.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses,
6.
SK. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah No. 12/C/KEP/TU/2008 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyusunan laporan
Hasil Belajar Peserta Didik Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
7.
Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, Badan Standar Nasional Pendidikan;
8.
Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Jasmani Olah Raga
dan Kesehatan, Badan Standar Nasional Pendidikan;
9.
Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Estetika, Badan
Standar Nasional Pendidikan,
10. Pedoman Pengembangan Perangkat
Penilaian Psikomotor, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas;
11. Pedoman Khusus Pengembangan
Instrumen dan Penilaian Ranah Psikomotor, Direktorat Pendidikan Menengah Umum
2.6. Pengembangan penilaian psikomotorik
Berikut
ini adalah mekanisme pengembangan penilaian psikomotorik :
1.
Kepala sekolah menugaskan kepada TPK sekolah dan guru/MGMP
sekolah untuk melakukan penyusunan perangkat penilaian psikomotor;
2.
Kepala sekolah memberikan arahan teknis kepada TPK dan guru
tentang penyusunan perangkat penilaian psikomotor sekurang-kurangnya memuat:
a.
Dasar pelaksanaan penyusunan perangkat penilaian psikomotor
b.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penyusunan
perangkat penilaian psikomotor
c.
Manfaat penyusunan perangkat penilaian psikomotor
d.
Hasil yang diharapkan dari penyusunan perangkat penilaian
psikomotor
e.
Mekanisme kerja penyusunan perangkat penilaian psikomotor
f.
Unsur-unsur yang terlibat dan uraian tugas dalam pelaksanaan
penyusunan perangkat penilaian psikomotor.
3.
TPK sekolah menyusun rencana kegiatan untuk penyusunan
perangkat penilaian psikomotor SMA, sekurang-kurangnya berisi uraian kegiatan,
sasaran/hasil, pelaksana dan jadwal pelaksanaan, mencakup kegiatan.
4.
TPK sekolah menyusun rencana kegiatan untuk penyusunan
perangkat penilaian psikomotor SMA, sekurang-kurangnya berisi uraian kegiatan,
sasaran/hasil, pelaksana dan jadwal pelaksanaan;
5.
TPK sekolah menyusun rambu-rambu mekanisme penyusunan
perangkat penilaian psikomotor;
6.
Guru/MGMP sekolah menyusun perangkat penilaian psikomotor
berupa instrumen penilaian psikomotor;
7.
Kepala sekolah dan TPK sekolah bersama guru/MGMP sekolah melakukan
review dan revisi perangkat penilaian psikomotor;
8.
TPK sekolah bersama guru/MGMP sekolah memfinalkan hasil
revisi perangkat penilaian psikomotor;
9.
Kepala sekolah menandatangani perangkat penilaian
psikomotor;
10. TPK sekolah menggandakan perangkat
penilaian psikomotor sesuai kebutuhan dan mendistribusikan kepada dewan guru
dan pihak lain yang memerlukan.
2.7. Instruksi Kerja
Adapun
instruksi kerja proses penyusunan instrumen penilaian psikomotorik sebagai
berikut:
1.
Analisis SK/KD mengikuti Instruksi Kerja Analisis SK/KD
2.
Menyusun kisi-kisi soal memperhatikan: identitas kisi-kisi
dan kolom-kolom dalam tabel kisi-kisi (KD, Bahan Kelas/Semester, Materi,
Indikator Soal, Bentuk dan Nomor Soal)
3.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun soal adalah
kesesuaian kisi-kisi dan penjabaran indikator menjadi soal dengan
mempertimbangkan materi pembelajaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun pedoman penskoran adalah:
- Mencermati
soal
- Mengidentifikasi
aspek-aspek keterampilan kunci
- Mengidentifikasi
aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan kunci
- Menentukan
jenis instrumen
- Menentukan
rentang skor tiap aspek keterampilan
- Menentukan
skor minimal dan skor maksimal
- Membaca
kembali skala penilaian
- Meminta
orang lain untuk membaca atau menelaah instrument
2.8. JENIS TES
PSIKOMOTOR
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk
mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh
peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil,
tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1. Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika
tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan
penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang
penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga
seolah-olah menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2. Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan
psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya
dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil
menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu
lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
Tes
simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi
langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi
dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun
skala penilaian (rating scale). Psikomotorik yang diukur
dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat
baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Secara
teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu
lembar pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi:
a.
Gerak refleks,
b. Gerak dasar fundamen,
c. Keterampilan perseptual;
diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris,
diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi,
d. Keterampilan fisik,
e. Gerakan terampil,
f. Komunikasi non diskusi (tanpa
bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
2.9. CONTOH PENILAIAN PSIKOMOTOR
Contoh Instrumen Penilaian Psikomotor pada Mata Pelajaran
Penjas Orkes
Tabel 1. Contoh Kisi-kisi penilaian
psikomotorik
Jenis
Sekolah
|
:
|
SMA
---SMK
|
|||||
Mata
Pelajaran
|
:
|
Pendidikan
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
|
|||||
Teknik
Penilaian
|
:
|
Tes
Praktik
|
|||||
Penilaian
Pendidik
|
:
|
Ulangan
Harian
|
|||||
Jumlah
Soal/Waktu
|
:
|
1/30
menit
|
|||||
Standar
Kompetensi
|
:
|
2.
Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan
olahraga
dalam bentuk sederhana dan nilai-nilai yang
terkandung
di dalamnya
|
|||||
Kompetensi
Dasar
|
Bahan
kelas/sem
|
Materi
pembelajaran
|
Indikator
soal
|
Bentuk
soal
|
Nomor
soal
|
||
1.3 Mempraktikkan
keterampilan
atletik
dengan
menggunakan
peraturan
yang
dimodifikasi
serta
nilai
kerjasama,
kejujuran,
menghargai,
semangat,
dan
percaya
diri
|
X / 1
|
Lari
cepat 100
meter
|
Peserta
didik
dapat
mendemon-
strasikan
lari
cepat
100 meter
dengan
teknik
yang
benar
|
Unjuk
Kerja
|
1
|
||
BAB II
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
1.
Ranah
psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
2.
kondisi yang dapat mengoptimalkan
hasil belajar keterampilan ada dua macam, yaitu kondisi internal dan eksternal.
Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara (a) mengingatkan kembali
bagian dari keterampilan yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan prosedur
atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai. Sementara itu untuk kondisi
eksternal dapat dilakukan dengan (a) instruksi verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi,
(d) praktik, dan (e) umpan balik.
3. penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup
persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses
berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah
proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
4. unsur – unsur yang terlibat dalam pengembangan dan penyusunan
penilaian psikomotorik dalam dunia pendidikan sebagai berikut: Kepala Sekolah, Tim Pengembang Kurikulum (TPK), Guru / MGMP.
5.
Terdapat 11 dasar-dasar hukum yang menjadi landasan pentingnya
penilaian psikomotorik
6.
mekanisme
pengembangan penilaian psikomotorik ialah
Kepala
sekolah menugaskan kepada TPK sekolah dan guru/MGMP sekolah untuk melakukan
penyusunan perangkat penilaian psikomotor; dan Kepala sekolah memberikan arahan
teknis kepada TPK dan guru tentang penyusunan perangkat penilaian psikomotor.
7.
Jenis tes psikomotorik ada dua yaitu
tes simulasi dan tes unjuk kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Elfaty,
Lasmi. 2013. Assesment Pembelajaran
Penilaian. http://kemilauhijau.
blogspot.co.id/2013/05/assesment-pembelajaran-penilaian.html.
Fitra.
2010. Penilaian Psikomotorik. http://www.slideshare.net/fitrayagami/30-penilaian-psikomotorik.
Hayat, Bahrul. 2004. Penilaian Kelas dalam Penerapan Standard
Kompetensi. Jurnal pendidikan Penabur No. 3 Desember 108-112.
Kemendikbud.
2015. Penilaian Hasil Belajar (Perencanaan Penilaian, Penyusunan Instrumen, Dan
Pelaksanaan Penilaian). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah , Direktorat Pembinaan SMP.
Mutalazimah,
dkk. 2008. Pengembangan Model Penilaian
Autentik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Statistika.
Jurnal Varia Pendidikan Volume 20 Nomor 2, 102-112.
Nurcahyani, Indah, Eko Setyadi, dan
Sriyono. 2015. Pengembangan Penilaian
Autntik Guna Mengukur Pengetahuan dan Kreativitas dalam Pembelajaran Fisika
pada Peserta Didik SMA Negeri 6 Purworejo. Jurnal Radisi Volume 3 Nomor 1.
Nurgiantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa.
Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rahayu, Yuni Sri dan Adi Rahmat.
2010. Perangkat Rencana Pelaksanaan
Pembalajaran Biologi SMA Transpor Sel. Direktorat Ketenagaan Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional.
Sukardi. 2012. Evaluasi
Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Penerbit Bumi Akasara, Jakarta
Timur.
Tirza. 2014. Makalah
Penilaian Autentik. http://tirzapangkali2014.blogspot.co.id
/2014/04/makalah-penilaian-autentik.html.
Diakses pada tanggal 30 November 2015.
Widoyoko, Eko Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment