Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

DASAR – DASAR PENDIDIKAN MIPA


DASAR – DASAR PENDIDIKAN MIPA

A. HAKEKAT MIPA
1. Hakekat MIPA
MIPA   =  Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam --> Matematika + IPA
Ciri – Ciri khusus IPA: 
# Keterkaitan antara ekperimen dan teori
Teori IPA pemodelan matematis terhadap berbagai prinsip dasar yang kebenarannya harus diuji dengan eksperimen yang dapat memberikan hasil serupa dalam keadaan yang sama.
Dengan menggunakan teori dalam IPA orang dapat membuat prediksi (ramalan) kuantitatif terhadap suatu kejadian. Pada dasarnya eksperimen merupakan :
-          Suatu proses induktif dalam menemukan prinsip dasar yang baru
-          Suatu proses deduktif bagi pengujian teori baru
Dalam membuat interprestasi hasil eksperimen untuk pengambilan kesimpulan diperlukan kemampuan menggunakan inferensi (kesimpulan) statistik.
Inilah yang dikenal dengan metode ilmiah suatu metode yang juga digunakan ilmu – ilmu lain. Dalam IPA  ditekankan pada proses induktif maupun deduktif. Dalam Matematika terutama menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksionatik.
          Matematika terkenal pula dengan materinya yang sangat hierarkhis sifatnya serta menghasilkan bahasa yang efisien yang sangat dibutuhkan oleh Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
          Dari segi kemampuan analisis kuantitatif terhadap masalah yang berkaitan dengan pengajaran MIPA, pemodelan matematis dalam taraf sederhana dengan menerapkan pemahaman atas berbagai konsep dan prinsip dalam MIPA merupakan hal yang mutlak perlu dikuasai.
Ciri MIPA :                                                                 
a.   Pengetahuan yang sangat terstruktur dalam arti antara bagian yang satu dengan bagian yang lain terjalin hubungan fungsional yang erat.
b.   Karena itu konsep – konsep dan prinsip – prinsip dalam MIPA akan lebih mudah dikuasai jika disajikan dalam bentuk terkait satu dengan yang lain dengan simpulan – simpulan yang jelas.
c.  Penerapan berbagai pengertian dan prinsip MIPA dalam taraf sederhana terhadap masalah alamiah seringkali memerlukan: keterpaduan berbagai komponen MIPA, dengan Matematika sebagai dasar logika penalaran dan penyelesaian kuantitatif sedangkan fisika, kimia, biologi sebagai deskripsi permasalahan yang ada.
d.  Untuk menekuninya diperlukan kecintaan yang dalam terhadap ilmu sebagai suatu sistem logis yang indah dan ampuh.
          Kesadaran ini akan menimbulkan dedikasi yang tinggi terhadap pemahaman ataupun pengembangan ilmu sebagai suatu kebutuham hidup.

2.HAKEKAT PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN MIPA

a. Pendidikan

          Suatu proses untuk membantu manusia mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan kreatif tanpa kehilangan identitas dirinya.
Tujuan Pendidikan  Nasional adalah meningkatkan kualitas manusia sebagai perwujudan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, antara lain:
1)   Berbudi pekerti yang luhur
2)   Berkepribadian
3)   Berdisiplin
4)   Bekerja keras
5)   Tangguh
6)   Bertanggungjawab
7)   Mandiri
8)   Cerdas
9)   Sehat jasmani dan rohani

b) Pendidikan MIPA
MIPA sebagai suatu kumpulan mata pelajaran, hendaknya jangan hanya dipandang sebagai :
1)   Sekumpulan informasi hasil kajian orang terdahulu yang harus diteruskan kepada peserta didik, tetapi harus pula dipandang
2)   Sebagai alat pendidikan yang potensial dapat memberikan uriman (sumbangan) nyata untuk perwujudan manusia Indonesia  yang utuh.

Implikasi dari Ciri MIPA
Pendidikan MIPA menghendaki pendekatan – pendekatan tertentu dan metode – metode tertentu yang sesuai, serta sarana yang mendukung untuk memantapkan berbagai konsep MIPA pada anak didik,
1)   membuat mereka mampu berpikir kritis,
2)   menggunakan nalar (akal budi) mereka secara efektif dan efisien.
3)   menanamkan benih sikap ilmiah pada diri mereka
Dengan ciri perilaku ini, lulusan sekolah menengah atas akan merupakan potensi tenaga kerja berkualitas yang merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan.

3.HAKEKAT TUGAS GURU DAN TUGAS GURU MIPA
          Dalam upaya menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional seperti yang selalu dikemukakan, seorang guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar melainkan juga sebagai pendidik.
a.    Misi utama guru sebagai pengajar ialah mengupayakan tercapainya tujuan – tujuan instruksional mata pelajaran yang diajarkannya, sedangkan misi utama guru
b.    Sebagai pendidik ialah mengupayakan terwujudnya perkembangan kepribadian peserta didik dalam dimensi yang lebih luas untuk memberikan iuran  (sumbangan) nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
          Sejalan dengan pikiran pokok di atas, tugas guru MIPA tidak hanya sekedar
c.    Mengupayakan diperolehnya berbagai pengetahuan dan ketrampilan dalam MIPA dikalangan peserta didik.
Lebih penting dari itu, seorang guru MIPA hendaknya dapat mendorong berkembangnya pemahaman dan penghayatan akan prinsip – prinsip dan nilai – nilai IPA dikalangan peserta didik dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis dan kreatif, kecerdasan, serta sikap kritis, terbuka dan ingin tahu.
          Sehubungan dengan itu, seorang guru MIPA Hendaknya tidak sekedar menyampaikan informasi/ceritera tentang MIPA kepada peserta didik tetapi betul – betul membimbing para siswanya berbuat sesuai dengan prinsip – prinsip dan nilai – nilai yang terkandung dalam MIPA.
          Dengan kata lain, guru MIPA hendaknya dapat membawa peserta didiknya untuk menjalani proses MIPA itu sendiri melalui kegiatan pengamatan, percobaan, pemecahan masalah, diskusi dengan teman – temannya dan sebagainya.
          Masih berkaitan dengan sifat dikemukakan di atas, seorang guru MIPA hendaknya dapat menumbuhkan kesenangan belajar MIPA dikalangan peserta didik. Ini akan besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil yang diharapkan dari pengajaran MIPA.
          Disamping itu, seorang guru MIPA hendaknya memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga tidak segan mengakui keterbatasan pengetahuannya tentang hal – hal tertentu kepda peserta didik tanpa mengabaikan tanggungjawabnya membantu mereka menemukan jawaban terhadap persoalan – persoalan yang diajukan.

B. Mengenal IPA
1. Rasa Ingin Tahu 
          Ilmu pengetahuan alam itu bermula dari rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu ini merupakan ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang alam sekitarnya, benda-benda di sekelilingnya, gunung, awan, bulan, bintang, dan matahari yang dipandangnya dari jauh, bahkan ia ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu untuk memenuhi kebutuhan fisik, mempertahankan kelestarian hidupnya, dan untuk kebutuhan nonfisik, kebutuhan alam pikirannya. 
          Tumbuh-tumbuhan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, bertumbuh dan bergerak namun gerakan itu terbatas pada mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya: daun-daun yang selalu cenderung untuk mencari sinar matahari atau akar-akar yang selalu cenderung mencari air yang kaya mineral untuk kebutuhan hidupnya. Hal ini berlangsung sepanjang zaman. 
          Hewan menunjukkan adanya kehendak berpindah dari satu tempat ke tenpat lain. Contoh : urung-burung bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain di dorong oleh suatu  keinginan yaitu rasa ingin tahu apakah disana ada cukup makanan atau ingin tahu apakah di suatu tempat cukup aman untuk membuat sarang. Setelah mengadakan peninjauan (eksplorasi), burung itu menjadi tahu. Itulah “pengetahuan” dari burung itu. Burung juga memiliki “pengetahuan” bagaimana caranya membuat sarang di atas pohon. Tetapi pengetahuan itu ternyata tidak berubah dari zaman ke zaman. Burung pipit dari dulu hingga sekarang membuat sarang yang sama tak pernah berubah. 
          Rasa ingin tahu dan pengetahuan dari hewan yang tetap sepanjang zaman itu disebut naluri (insting). Naluri ini brpusat pada satu hal saja yaitu untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu mereka perlu makan, melindungi diri dan berkembang biak.
          Manusia memiliki naluri seperti yang dimiliki hewan. Tetapi manusia memiliki kelebihan yaitu kemampuan “berfikir” dengan kata lain ingin tahu tentang “apa”, juga ia ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu. Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikaitkan/ dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru menjadi pengetahuan yang lebih baru. Hal yang demikian ini berlangsung terus berabad-abad lamanya, sehingga terjadi suatu akumulasi pengetahuan. 
Contoh : manusia purba zaman dahulu yang hidup di gua-gua atau di atas pohon. Oleh karena kemampuannya berfikir yang tidak semata-mata didorong oleh sekedar kelestarian hidupnya tetapi juga untuk membuat hidupnya lebih menyenangkan, maka meraka mampu membuat rumah dia atas tiang-tiang kayu yang kokoh. Bahkan sekarang manusia mampu membuat istana ataupun gedung-gedung pencakar langit dibandingkan dnegan harimau yang hidup di gua-gua atau monyet yang membuat sarang di atas pohon, tidak mengalami perubahan sepanjang  zaman. 
          Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Pengetahuan manusia berkembang sampai kepada hal-hal bercocok tanam, menyangkut keindahan dan sebagainya.

2.    Mitos dan Perkembangan Alam Pikiran Manusia      
          Manusia tidak hanya ingin memenuhi kebutuhan fisiknya, tetapi juga ingin memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikirannya. Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terjawab atas dasar pengamatan maupun pengalamannya. Untuk memuaskan alam pikirannya, manusia membuat atau mereka-reka sendiri jawabannya.
Contoh:
·         Apakah pelangi itu ?    
Karena tak dapat dijawab, mereka meraka-reka dengan jawaban bahwa pelangi adalah “selendang bidadari”. Muncul pengetahuan baru, yaitu “bidadari”.
·         Mengapa gunung meletus ?
Karena tak tahu jawabannya, maka di reka-reka sendiri dengan jawaban “yang berkuasa dari gunung sedang marah”. Muncul pengetahuan baru, yaitu yang disebut “yang berkuasa”.
Dengan menggunakan jalan pikiran yang sama, muncul anggapan “yang berkuasa di dalam hutan yang lebat, sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, kilat, raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana bulan. Pengetahuan ini di terima sebagai kepercayaan masyarakat. 
Pengetahuan-pengetahuan baru yang bermunculan dan merupakan gabungan dari pengamatan, pengalaman dan kepercayaan itu disebut mitos. Adapun cerita yang berdasarkan atas mitos ini disebut “legenda”. 
Mitos ini timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia.Misalnya :


1)   Penglihatan :
Banyak benda-benda bergerak begitu cepat sehingga tak tampak oleh mata. Mata tak dapat membedakan seluruh gambar yang berbeda dalam satu detik. Mata tak mampu melihat partikel atau jauhnya benda.
2)   Pendengaran :
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai dengan 30.000 perdetik. Getaran dibawah 30 atau di atas 30.000 perdetik tak terdengar.
3)   Bau dan rasa :
Bau dan rasa tidak dapat dipastikan benda yang dikecap maupun diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan empat jenis rasa, yaitu : rasa manis, masam, asin, dan pahit. Bau seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita jika konsentrasinya di udara lebih dari 1/10 juta dari udara. Bau dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain, namun tidak semua orang bisa melakukannya.
4)   Alat perasa :
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin, namun sangat relatif, sehingga tidak dapat dipakai sebagai alat observasi yang tepat. 
Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda antara manusia : ada yang sangat tajam penglihatannya ada yang tidak. Demikian pula ada yang tajam penciumannya ada yang lemah. akibat dari keterbatasan alat indera  kita maka mungkin timbul salah informasi, salah tafsir dan salah pemikiran. 
Untuk meningkatkan ketepatan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih untuk itu, tapi tetap sangat terbatas. Usaha-usaha lain adalah menciptakan alat, meskipun alat yang diciptakan ini masih mengalami kesalahan. Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut.
Jadi mitos ini   dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena : 
a)    Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat.
b)   Keterbatasan penalaran.
c)    Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Hasrat ingin tahunya berkembang terus dan mitos merupakan jawaban yang paling memuaskan pada masa itu. Puncak hasil pemikiran seperti itu yaitu pada zaman Babylonia ±700-600 SM. Alam semesta menurut pendapat mereka waktu itu adalah berupa suatu ruangan atau selungkup. Bumi datar sebagai lantainya dan langit-langit melengkung di atas sebagai atapnya. Bintang-bintang, matahari dan bulan menempel dan bergerak pada permukaan dalam langit. Pada atap ada semacam jendela dimana air hujan dapat sampai ke bumi. 
Tetapi yang menakjubkan adalah bahwa mereka telah mengenal ekliptika atau bidang edar matahari, dan telah menetapkan perhitungan satu tahun yaitu satu kali matahari beredar kembali ke tempat semula, sama dengan 362,25 hari. 
Horoskop atau ramalan nasib manusia berdasarkan perbintangan juga berasal dari zaman Babylonia ini. Masyarakat waktu itu, bahkan mungkin masih ada pada masa kini, dapat menerimanya. Pengetahuan yang mereka peroleh dari kenyataan pengamatan dan pengalaman tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidup sehari-hari yang mereka hadapi. 
Contoh :
          Suatu saat hasil pertanian mereka tidak memuaskan namun pada saat yang lain baik sekali. Mereka sendiri tidak memahami mengapa demikian. Pengetahuan mereka belum dapat menjawab mengapa hal itu terjadi maka mereka percaya pada mitos, dan dikaitkan nasib itu pada bulan, matahari, dan bintang-bintang.
          Pengetahuan perbintangan pada masa itu memang sedang berkembang. Kelompok bintang atau rasi scorpio, virgo, pisces, leo, dan sebagainya yang masih kita kenal pada zaman sekarang ini, berasal dari zaman Babylonia. Pengetahuan ajaran orang-orang Babylonia itu setengahnya memang berasal dari hasil pengamatan maupun pengalaman namun setengahnya berupa dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos. Pengetahuan seperti ini dapat disebut sebagai “pseudo science” artinya mirip sains tapi bukan sains. 
          Suatu pola berfikir yang satu langkah lebih maju daripada mitos ataupun  pseudo science tersebut di atas ialah penggabungan antara pengamatan, pengalaman, dan akal sehat atau rasional.
Contoh : ajaran orang-orang Yunani pada 600-200 SM. 
          Sebagai tonggak sejarah dapat disebutkan disini seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama Thales (624-548 SM), seorang astronom yang juga ahli dibidang matematika dan tehnik. Beliaulah yang pertama berpendapat bahwa bintang-bintang mengeluarkan cahayanya sendiri sedangkan bulan hanya sekedar memantulakan cahayanya dari matahari.
          Ia juga berpendapat bahwa bumi merupakan suatu piring yang datar yang terapung di atas air. Dialah orang yang pertama mempertanyakan asal usul dari semua benda yang kita lihat di alam raya ini. Ia berpendapat bahwa adanya beranekaragamnya benda di alam ini sebenarnya merupakan gejala saja bahan dasarnya amat sederhana. Bahan dasar tersebut membentuk benda-benda beraneka ragam itu melalui suatu proses, jadi tidak berbentuk begitu saja. 
          Pendapat tersebut di atas sungguh merupakan perubahan besar dari alam pikiran manusia pada masa itu. Masa itu orang-orang beranggapan bahwa aneka ragam benda di alam itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya. 
Karena kemampuan berfikir manusia semakin maju dan disertai juga oleh adanya perlengkapan pengamatan, misalnya berupa teropong bintang yang mungkin sempurna, maka mitos dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan. Manusia makin cenderung menggunakan akal sehat atau rasionya.
          Orang-orang Yunani lainnya yang patut dicatat pemberi iuran kepada perubahan pola berfikir masa itu antara lain : 
1)   Pythagoras (500 SM). Terkenal dibidang matematika.
Kita kenal seperti sekarang yaitu “dalil Pythagoras” (tentang segitiga siku-siku)
                                      C2 = a2 + b2  
                                      Jumlah sudut suatu segitiga 180o
                                      a + b + c = 180o
Tentang unsur dasar ia tentang alam semesta, Pythagoras berpendapat bahwa berpendapat : ada 4 bentuk yaitu; tanah, api, udara dan air. Tentang alam semesta, Pythagoras berpendapat bahwa bumi ini bulat dan berputar; karena berputar maka nampaknya seolah-olah alam berputar mengelilingi bumi. 
2)   Demokritos (460-370 SM).
Tentang unsur-unsur dasar ia berpendapat bahwa apabila suatu benda dipecah  dan dibagi terus menerus pada suatu saat sampailah pada bagian yang terkecil dari benda itu. Bagian terkecil dari benda itu yang tak dapat dibagi-bagi lagi disebut atomos atau atom. Karena kecilnya, maka tidak tampak oleh mata.  
3)   Aristoteles (348-322 SM).
Tentang unsur dasar ia menyebutkan adanya zat tunggal. Zat tunggal ini dapat berubah-ubah bentuk tergantung kondisinya, yaitu menjadi bentuk tanah, air, udara atau api (transmutasi). Adnya transmutasi ini disebabkan oleh keadaan dingin , lembab, panas dan kering. 
a)    dalam kondisi lembab dan panas                bentuk udara
b)   dalam kondisi panas dan kering                  bentuk api
c)    dalam keadaan kering dan dingin                bentuk tanah
d)   dalam keadaan dingin dan lembab              bentuk air 
Beliau berpendapat pula bahwa apabila disuatu tempat tidak ada apa-apanya (benda) disitu ada sesuatu yang imaterial yaitu ether. Ia tidak percaya adanya hampa udara.
Ajarannya yang penting adalah suatu pola berfikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika..
Contoh : 
  • semua benda jika dipanaskan dalam keadaan kering akan berubah menjadi api (1).
  • kayu adalah benda (2).
  • kayu jika dipanaskan dalam keadaan kering akan berubah menjadi api (3).
  1. disebut premis mayor yaitu sesuatu yang berlaku umum. 
  2. premis minor yaitu sesuatu yang khusus.
  3. kesimpulan.
Kesimpulan ditarik dari sesuatu yang umum menuju kepada yang khusus. Cara ini dikenal sekarang sebagai metode deduksi.
4)   Ptolomeus (127-151).
Orang besar 450 tahun setelah Aristoteles. Beliau berpendapat bahwa bumi adalah pusat dari jagat raya, berbentuk bulat, diam setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang menempel tetap pada langit dan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet beredar melalui orbitnya sendiri terletak antara bumi dan bintang.

C. TIMBULNYA ILMU PENGETAHUAN ALAM        
          Berkat makin sempurnanya alat pengamat bintang berupa teleskop dan semakin meningkatnya kemampuan berfikir manusia maka pada tahun 1500-1600 terjadi perubahan besar atas semua ajaran Aristoteles maupun Ptolomeus. Sebagai tinggak sejarah dapat dicatat disini adalah : 
NIKOLAUS COPERNICUS (1473-1543). Ia tidak saja astronom tetapi juga ahli matematika dan pengobatan. Tulisannya yang terkenal dan merompak pandangan astronom zaman Yunani berjudul : “De Revolutionibus Orbium caelestium”. Artinya “peredaran alam semesta”. Buku itu ditulis pada tahun 1507 namun tidak segera diumumkan karena prinsip heliosentrisme (pusat matahari) bertentangan dnegan kepercayaan penguasa pada saat itu. Pokok ajarannya antara lain:
1.    Matahari adalah pusat dari solar sistem. Di dalam sistem itu bumi adalah salah satu planet diantara planet-planet lain yang beredar mengelilingi matahari. 
2.    Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari. 
3.    Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur dan mengakibatkan adanya siang dan malam dan pandangan gerakan bintang-bintang.
Pengikut Copernicus yaitu BRUNO (1548-1600) memperoleh kesimpulan lebih jauh lagi yaitu :
1.    Alam raya ini tak ada batasnya.
2.    Bintang-bintang tersebar diseluruh ruang angkasa.
Karena keberaniannya mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan penguasa waktu itu, maka ia dianggap kemasukan setan lalu dibakar sampai mati. tahun 1600.
          Ahli Astronomi lain yang juga penting dicatat adalah Johannes Kepler (1571-1630). Ia mengungkapkan pendapatnya bahwa :
1.    Planet-planet beredar mengelilingi matahari pada suatu garis edar yang berbetuk elips dengan suatu fokus. 
2.    Pangkat dua dari waktu yang dibutuhkan sebuah planet mengelilingi matahari secara penuh adalah sebanding dengan pangkat tiga dari jarak rata-rata planet itu terhadap matahari. 
Perlu dicatat pula orang besar bernama Galileo (1564-1642).
Orang Italia ini dnegan berani mengumumkan penemuannya, dengan teleskop nya yang mutakhir pada saat itu, yang bertentangan dengan pandangan penguasa. Ia membenarkan teorinya Copernicus tentang heliosentrisme yang jelas bertentangan dengan ajaran agama saat itu yang homosentris atau geosentris. Lebih jauh ia menemukan bahwa ada empat buah bulan yang mengelilingi jupiter. Ia juga menemukan adanya gunung-gunung di bulan. Suatu bintik hitam di matahari yang snagat penting untuk menghitung kecepatan rotasi matahari. kelompok taburan bintang yang ia sebut Milky Way atau bima sakti terdiri dari bermilyar bintang dan yang sangat menakjubkan adalah ditemukannya cincing saturnus.
Dari Copernicus sampai Galileo dapat kita anggap sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern yang menempatkan suatu kebenaran berdasarkan induksi atau eksperimentasi.

D. HAKEKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM.
          Ilmu pengetahuan alam yang bermula timbil dari rasa ingin tahu manusia, sekarang telah berkembang pesat dan telah banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat . Penmuan-penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi dapat memberikan kemudahan dan peningkatan kehidupan masyarakat. Misalnya peningkatan penyediaan sandang dan pangan, kualitas kesehatan individu dan masyarakat. 
          Kecuali itu, penemuan-penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi     merupakan dasar pembuka jalan bagi pengembangan ilmu pengetahuan alam selanjutnya. Semua penemuan-penemuan ilmu pengetahuan alam masa kini, bukanlah hasil penemuan secara serentak, melainkan merupakan jalinan penemuan-penemuan sebelumnya. Suatu penemuan memungkinkan terdapatnya masalah baru yang mendorong manusia untuk bereksperimen selanjutnya. Dengan demikian terjadi proses berantai yang dinamis dan menyebabkan ilmu pengetahuan alam berkembang pesat. 
Contoh :
Penemuan tentang peranan kromosom dan gen dalam menurunkan sifat-sifat mahluk hidup dari generasi terdahulu pada generasi berikutnya, telah ditetapkan untuk memperoleh bibit unggul. Dengan jalan perkawinan silang dan mutasi buatan, diperoleh tanaman baru yang mempunyai produksi lebih tinggi dan tahan hama. Ini berarti dapat meningkatkan penyediaan pangan masyarakat. 
          Contoh lain misalnya dengan diketemukannya mikroskop sederhana, terbuka jalan untuk mempelajari organisme-organisme kecil yang semula tidak dapat dilihat. Pengetahuan tentang mikroorganisme itu makin berkembang dan melahirkan ilmi mikrobiologi. Selain itu, penemuan mikroskop juga membuka jalan bagi pengembangan dan penemuan berbagai jenis mikroskop yang memiliki kemampuan lebih tinggi.

1.   Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam     
          Ilmiu pengetahuan alam yang bahasa asingnya “science” berasal dari kata latin “Scientia” yang berarti saya tahu. Kata “science” sebenarnya semula berarti ilmu pengetahuan yang meliputi baik ilmu pengetahuan sosial (Social science) maupun ilmu pengetahuan alam (natural science). Lama kelamaan, bila seseorang mengatakan “science” maka yang dimaksud adalah “natural science” atau dalam bahasa Indonesia disebut ilmu pengetahuan alam dan disingkat IPA. sedangkan IPA sendiri terdiri dari ilmu-ilmu fisik (Physical science) yang natara lain kimia, fisika, astronomi dan geofisika, serta ilmu-ilmu biologi (life science). 
          Untuk mengidentifikasikan IPA dengan kata-kata atau dengan kalimat yang singkat tidak mudah, karena sering kurang dapat menggambarkan secara lengkap pengertian IPA tersebut. Terdapat beberapa definisi IPA diantaranya adalah :
1)   Menurut H.W. Fowler : “Ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan alam yang sistematis dan dirumuskan , yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi”. Definisi IPA ini tampaknya banyak diterima dan dipakai di sekolah-sekolah di Indonesia. 
2)   Menurut Robert B.Sund : “Ilmu pengetahuan alam adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses“. Dalam definisi ini IPA mengandung dua unsur, yaitu sebagai sekumpulan pengetahuan dan sebagai suatu proses untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut. 
3)   Definisi lainnya, yaitu menurut James B. Conant : “Ilmu pengetahuan alam adalah suatu rangkaian konsep-konsep yang saling berkaitan dan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai hasil eksperiment dan obeservasi dan bermanfaat untuk eksperimen serta observasi lebih lanjut”.  Dalam definisi ke tiga ini terdapat tiga unsur IPA. Yang pertama, adalah serangkaian konsep dan bagan konsep yang saling berkaitan. Yang dimaksud bagan konsep ialah suatu konsep yang menyangkut konsep-konsep lain yang relevan. Misalnya konsep evolusi yang menyangkut konsep mutasi, konsep variasi, konsep penyebaran geografis. Adapun unsur kedua dari definisi IPA tersebut, berupa proses terutama mempergunakan metoda observasi dan eksperimen. Sedangkan unsur ketiga berupa manfaat dan penerapannya, yaitu untuk observasi dan eksperimen lebih lanjut. 
          Dari ketiga contoh definisi IPA tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu pengetahuan yang ilmiah, karena IPA mempunyai syarat-syarat berikut :
1)   Bersifat objektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan kenyataan dari objeknya dan dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengamalan empirik. Adapun objek studi IPA adalah benda-benda dan gejala-gejala kebendaan, baik benda hidup, benda mati maupun tidak hidup. 
2)   Bersifat sistematik, artinya IPA mempunyai  sistem yang teratur. Sistem ini dipergunakan untuk menyusun, mengorganisasikan pengetahuan, konsep-konsep dan teori IPA. 
3)   Mengandung metode tertentu yaitu metode ilmiah. Metode ini dipergunakan untuk mempelajari objek studi, untuk memperoleh pengetahuan dan juga cara berfikir dan memcahkan masalah.     

E. HAKIKAT IPA

          Untuk mempelajari hakikat IPA perlu kita kaji kembali ketiga contoh definisi IPA. 
IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk, proses dan penerapan dengan penjelasan sebagai berikut :
1)   IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk atau hasil. IPA merupakan sekumpulan pengetahuan (dalam definisi pertama dan kedua) dan sekumpulan konsep-konsep dan bagan konsep (dalam definisi ketiga) yang merupakan hasil suatu proses tertentu.
2)   IPA pada hakikatnya adalah suatu proses (dalam definisi kedua). Yaitu proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk IPA. Dalam Proses ini digunakan metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan eksperimen (dalam definisi pertama dan kedua).      
Dengan mengutip pendapat Einstein tentang proses IPA,  John G. Kemeny menegaskan baha IPA berangkat dari fakta dan berakhir pada fakta. Kemeny menjelaskan terdapatnya tiga tahapan dalam proses tersebut;
1)   Bertolak dari Fakta-fakta khusus hasil observasi dan eksperimen terdahulu, disusun konsep-konsep kemudian teori-teori. Penyusunan teori secara demikian disebut secara induktif, yaitu bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum, atau dari fakta-fakta hasil eksperimen dan observasi, menuju terbentuknya teori. Tahapan ini disebut tahapan induksi.
Contoh :
Dari beberapa pengamatan menunjukkan bahwa tumbuhan berkeping satu mempunyai akar serabut maka kita selidiki tumbuhan satu lainnya, ternyata semuanya berakar serabut. Kemudian diambil kesimpulan umum bahwa tumbuhan berkeping satu mempunyai akar serabut.
2)   Tahapan kedua adalah deduksi.Berrtitik tolak dari suatu teori atau kesimpulan umum yang telah dianggap benar,dapat diramalkan atau diprediksi fakta-fakta baru yang bersifat khusus. Fakta-fakta atau ramalan-ramalan baru ini merupakan konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari teori atau kesimpulan umum tersebut. 
Contoh :
Misalnya kita sudah menganggap benar kesimpulan umum tentang tumbuhan berkeping satu tersebut. Bila suatu ketika ditemukan tumbuhan yang berakar serabut, maka kita deduksikan bahwa tumbuhan tersebut berkeping satu. 
Diketemukannya dugaan atau ramalan baru, akan mendorong dilakukannya observasi dan eksperimen selanjutnya, untuk menguji kebenaran ramalan-ramalan tersebut. Tahapan ini disebut tahapan verifikasi. Ramalan atau konsekuensi yang telah diuji kebenarannya melahirkan fakta-fakta baru yang secara induktif dapat disusun teori baru lagi. Dengan demikian, proses-proses IPA merupakan proses yang berantai dan melingkar, yang bertolak dari fakta dan berakhir pada fakta baru. Secara singkat proses tersebut digambarkan pada bagan berikut 
Matematika mempunyai sumbangan yang penting bagi perkembangan IPA. Matematika antara lain berperan sebagai penunjang untuk memahami gejala-gejala alam dan untuk memperhitungkan secara logis sesuatu yang tidak dapat diperoleh dari observasi dan eksperimen. Perkembangan IPA bukan hanya karena proses induksi dan deduksi tetapi juga peranan matematika. Pengetahuan yang diperoleh dengan metoda ilmiah yang disertai perhitungan matematika melahirkan IPA kuantitatif yang dipandang merupakan IPA modern.
3)   Adapun hakikat IPA yang ketiga adalah bahwa IPA pada hakikatnya merupakan suatu penerapan atau aplikasi. penerapan teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Penerapan-penerapan IPA ini juga berguna untuk mengembang teori dan teknologi baru. 
Erat kaitannya dengan hakikat IPA sebagai suatu penerapan, Norman Campbell memandang IPA menjadi dua aspek yag satu sama lain tidak dapat dipisahkan bagai mata uang dnegan kedua sisi-sisinya. Kedua aspek tersebut adalah ”practical science” dan aspek “pure science” sebagai ”practical science” IPA sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat melalui teknologi. Sebagai “pure science”, IPA tidak dapat bermanfaat langsung bagi kehidupan, tetapi mengandung nilai intelektual. Apa yang kita pelajari secara langsung dari IPA adalah aspek  “pure science” tersebut. 

F. CIRI-CIRI IPA
          Sebagai suatu produk, proses maupun penerapan, IPA memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat membedakan ilmu pengetahuan lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah :
1)   Pengetahuan dalam IPA bersifat universal. Ini berarti konsep-konsep dan teori IPA tetap konsisten danb berlaku dimana-mana. Hal ini antara lain karena IPA tidak membahas nilai-nilai moral dan etika, dan menjangkau nilai-nilai keindahan dan seni budaya yang nilainya dipengaruhi oleh kebudayaan masing-masing tempat. 
Contoh :
Hukum gravitasi Newton berlaku mulai dari apel-apel yang jatuh ke bumi pada berbagai tempat, hingga bergeraknya bulan mengelilingi bumi dan juga bergeraknya planet-planet mengelilingi matahari. 
2)   Ciri kedua dari IPA ialah konsep-konsep dalam IPA dapat diuji kebenarannya oleh siapa saja pada setiap waktu. ini berarti konsep-konsep IPA dapat dibuktikan oleh ilmuwan-ilmuwan lain pada waktu yang berbeda-beda. 
Contoh :
Berdasarkan hasil pengamatannya, Alexis Bouvard (Perancis) mengamati bahwa terdapat kelainan-kelainan dari orbit planet Uranus. Dua belas tahun kemudian, John Adam (Inggris) dan Jean Leverier (Perancis) dengan perhitungan-perhitungan teoritis menunjukkan bahwa penyimpangan orbit Uranus tersebut disebab planet lain dibelakangnya dnegan lokasi yang dapat ditentukan. Pada tahu 1842, barulah observatorium Berlin dapat mengamati lokasi tersebut dan menemukan planet baru yang kemudian diberi nama Neptunus. Dengan demikian hipotesis Leverier dapat dibuktikan kebenarannya oleh orang lain. 
3)   Ciri ketiga dari IPA adalah bahwa konsep dari teori IPA bersifat tentatif yang berarti kemungkinan dapat diubah bila ditemukan fakta baru yang tidak sesuai dengan konsep dan teori tersebut.

Metoda Ilmiah Sebagai Ciri IPA
          Metoda ilmiah merupakan cara-cara ilmiah untuk memperoleh pengetahuan dan yang menentukan apakah suatu pengetahuan bersifat ilmiah. Metode ilmiah yang digunakan, harus menjamin akan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah, yaitu yang bersifat objektif, sistematis dan konsisten. 
          Metoda ilmiah terutama digunakan dalam IPA, tetapi juga banyak juga digunakan dalam ilmu pengetahuan lain. Dalam bentuk dan langkah-langkah sederhana, juga dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan agar memperoleh keputusan yang objektif. Adapun langkah-langkah operasionalnya adalah sebagai berikut adalah :
1)   Perumusan masalah
Langkah metoda ilmiah diawali dengan merasakan adanya masalah dan berkeinginan untuk memecahkan masalah. Masalah antara lain timbul karena adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi dengan keadaan yang sebenarnya. Yang dimaksud dengan masalah disini umumnya ialah berupa pertanyaan yang mengandung unsur-unsur apa, mengapa, dan bagaimana suatu objek yang akan diteliti. 
Langkah selanjutnya adalah membatasi masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhi untuk menentukan ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan. Kemudian masalah tersebut perlu dirumuskan agar menjadi jelas sehingga mempermudah langkah-langkah selanjutnya dalam memecahkan masalah tersebut. 
2)   Penyusunan hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang mengandung jawaban-jawaban sementara tentang masalah yang diteliti dan yang harus diuji kebenaranya melalui observasi dan eksperimen. Hipotesis menunjukkan adanya kemungkinan-kemungkinan jawaban atau dugaan-dugaan sementara tentang masalah yang diteliti. Penyusunan hipotesis harus dilandasi pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3)   Pengumpulan data
Yaitu mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan masalah tersebut dan yang relevan dengan hipotesis yang telah disusun. Pengumpulan data ini antara lain dapat dilakukan dengan mencari informasi dari buku-buku sumber atau dari orang yang dianggap banyak mengetahui tentang masalah tersebut (resouce persons). 
Langkah selanjutnya dalah menyeleksi dan mengklasifikasikan data. Data yang telah terkumpul diseleksi untuk dipilih data yang erat hubungannya dengan masalah dan yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Mengklasifikasikan data berarti menggolong-nggolongkan data sesuai dengan jenis dan kategorinya dalam memecahkan masalah. Bila perlu data kuantitatif dapat disusun dalam bentuk tabel atau grafik. 
4)   Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan atau observasi dan dapat dilakukan dengan melalui eksperimen. Pengujian hipotesis tidak berarti harus membenarkan hipotesis karena suatu hipotesis dapat ditolak kebenarannya bila hasil-hasil eksperimen atau observasi tersebut ternyata tidak mendukungnya. 
Hasil-hasil eksperimen dan data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk menentukan apakan hipotesis yang telah diajukan ditolak atau diterima kebenarannya.
5)   Pengambilan kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan hasil eksperimen yang telah dilakukan pada proses pengujian hipotesis ditarik kesimpulan hipotesis mana yang ditolak dan hipotesis mana yang diterima. Kesimpulan yang diambil merupakan pengetahuan yang telah di uji kebenarannya. Kesimpulan tersebut juga merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti atau dipecahkan, yang dikomunikasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Kecuali itu dari suatu hasil penelitian, biasanya timbul masalah-masalah baru yang perlu diteliti. 
          Apakah keseluruhan langkah-langkah metoda ilmiah tersebut perlu dilakukan secara berurutan ? Pada umumnya, langkah-langkah tersebut perlu dilakukan secara teratur dan berurutan, karena langkah yang satu merupakan landasan dari langkah berikutnya. Tetapi pada beberapa pustaka, langkah pengumpulan data dilakukan lebih dahulu sebelum penyusunan hipotesis. Ini membawa konsekwensi, terkumpulnya data yang akhirnya kurang relevan dengan hipotesis yang akan disusun.  Sebaliknya mungkin saja terjadi, data yang diperlukan terlewat untuk dikumpulkan, hingga perlu diulang atau dilengkapi. 
  Sekalipun kesimpulan suatu penelitian diambil berdasarkan metoda-metoda ilmiah, tetapi kesimpulan tersebut tetap mempunyai kemungkinan mengandung kesalahan-kesalahan. Pengumpulan data hasil observasi ataupun informasi dari buku-buku, dilakukan dengan melalui indera-indera manusia yang mempunyai keterbatasan. Demikian juga alat-alat eksperimen yang dipergunakan mungkin belum memadai untuk mengumpulkan data yang lebih akurat. Oleh karena itu, kesimpulan yang berupa pengetahuan IPA dapat berubah bila ternyata ditemukan data baru yang tidak sesuai. Inilah yang menyebabkan IPA mempunyai ciri tentatif, seperti yang telah kita bahas. 
Keterbatasan lain dari metoda ilmiah IPA ialah bahwa IPA dengan metoda ilmiahnya tidak dapat menjangkau sistem nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai keindahan atau estetika serta nilai-nilai yang menyangkut kebaikan dan keburukan.
Dengan metoda ilmiah ini, para ilmuwan tidak mau dan tidak mampu menguji kebenaran-kebenaran yang diturunkan berdasarkan wahyu Ilahi. Kebenaran wahyu Ilahi adalah kebenaran yang bersifat mutlak dan diyakini sepenuhnya akan kebenarannya oleh pemeluknya serta abadi sepanjang masa.

G. SIKAP ILMIAH
          Pada waktu memecahkan masalah dengan menggunakan masalah dengan menggunakan metoda ilmiah seorang ilmuwan atau pengguna metoda ilmiah tersebut, dituntut memiliki sikap-sikap tertentu, agar kesimpulan yang diperolehnya bersifat objektif. Sikap tersebut disebut sikap ilmiah yang antara lain sebagia berikut :
1.    Objektif terhadap fakta atau kenyataan.
Dengan jujur dia akan menyatakan suatu fakta sesuai dengan kenyataan dan tidak dipengaruhi oleh perasaannya serta pertimbangan lain. Sikap ini akan melatih kita untuk mencintai kebenaran yang objektif. Dengan bersifat objektif terhadap fakta ini kita dituntut untuk membedakan antara fakta dan pendapat pribadi. 
2.    Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan atau keputusan, bila belum cukup fakta yang dikumpulkan yang dapat menunjang kesimpulan atau keputusan itu. Dengan demikian tidak akan mengambil kesimpulan yang didasarkan atas prasangka.
Contoh :
Seorang ilmuwan yang secara kebetulan menemukan suatu jenis hewan dalam air dia tidak akan menyimpulkan bahwa hewan tersebut hidup dalam air sebelum mengumpulkan data tentang hewan tersebut ada berbagai tempat baik darat, air tawar, maupun air laut. 
3.    Berhati terbuka
Artinya bersedia mempertimbangkan pendapat atau penemuan orang lain, sekalipun pendapat atau penemuan orang lain itu bertentangan atau tidak sesuai denagn pendapatnya sendiri.
Contoh :
Ilmuwan tersebut (contoh 2) telah menyimpulkan bahwa hewan tadi hidup dalam air. Tetapi ternyata ada ilmuwan lain menemukan hewan serupa hidup di atas pohon-pohon. Ilmuwan yang pertama bersedia mengubah kesimpulannya asal dia diberi cukup bukti dan fakta.
4.    Bersikap tidak memihak terhadap sesuatu pendapat tertentu tanpa alasan-alasan yang berdasarkan fakta.
Contoh : 
Ingat percobaan Galileo dari menara Pisa. Galileo tidak memihak begitu saja faham Aristoteles bahwa benda berat akan jatuh lebih dahulu daripada benda ringan. 
5.    Metoda ilmiah melatih kita untuk tidak percaya kepada takhayul atau sifat untung-untungan, karena percaya bahwa di alam ini sesuatu terjadi melalui proses tertentu.
6.    Dapat bekerja sama dengan orang-orang lain dan bersedia mengkomunikasikan dan mengumumkan hasil penelitiannya. Ini berarti bahwa penemuan atau pendapat kita rela untuk diteliti kembali ataupun di kritik dengan alasan-alasan rasional.
7.    Selalu memiliki rasa ingin tahu tentang apa, mengapa dan bagaimana sesuatu gejala yang dijumpainya. Rasa ingin tahu ini akan melatih kepekaan mengenal masalah dan menggugah keringinannya untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian akan mendorong kita untuk mencari kebenaran dan penemuan-penemuan baru. 
8.    Memiliki ketekunan dan kesabaran serta ketelitian dalam melakukan eksperimen, observasi dan dalam mengumpulkan data serta memecahkan masalah. 

H. NILAI-NILAI IPA
          Sekalipun IPA tidak menjangkau nilai-nilai moral atau etika dan juga tidak membahas nilai-nilai keindahan atau estetika, tetapi IPA mengandung nilai-nilai tertentu yang berguna bagi masyarakat. Yang dimaksud dengan nilai disini ialah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan nilai dalam pembahasan ini bukanlah nilai-nilai yang bersifat kebendaan atau bukan nilai-nilai yang dapat dikaitkan dengan harga dan bentuk uang. Adapun nilai-nilai IPA tersebut adalah :
1)   Nilai praktis 
Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebaliknya teknologi telah membantu mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, IPA telah membuka jalan ke arah penemuan-penemuan yang secara langsung dan tidak langsung dapat bermanfaat. Dengan demikian IPA mempunyai nilai praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. 
Contoh : 
Penemuan listrik oleh Faraday telah diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan berbagai alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. 
Tentang hubungan antara IPA dan teknologi ini Paul B.Weiz mengungkapkan bahwa IPA merupakan tanah tempat teknologi tumbuh dan berkembang. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa antara IPA dan teknologi terdapat hubungan saling mermbutuhkan, saling isi mengisi agar dapat terus tumbuh dan berkembang.
2)   Nilai intelektual
Metoda ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia untuk memecahkan masalah. Tidak saja masalah-masalah alamiah tetapi juga masalah-masalah sosial, ekonomi, dan lain-lain. 
Metoda ilmiah ini telah melatih ketrampilan dan ketekunan, serta melatih pengambilan keputusan-keputusan dengan pertimbangan yang rasional bagi penggunaannya. Kecuali itu agar pemecahan masalah berhasil dengan baik, maka metoda ilmiah menuntut sifat ilmiah bagi penggunaannya. Keberhasilan memecahkan masalah ini akan memberikan kepuasan intelektual. Dengan demikian yang dimaksud dengan nilai intelektual adalah sesuatu yang memberikan kepuasan kepada seseorang karena dia telah mampu menyelesaikan atau memecahkan masalah. Bedakanlah kepuasan  intelektual ini dengan kepuasan seseorang pedagang yang memperoleh untung besar atau bandingkanlah dengan seorang politikus yang bangga karena mengalahkan lawan politiknya. 
3)   Nilai-nilai sosial-ekonomi-politik
IPA mempunyai nilai-nilai sosial-ekonomi-politik berarti, kemajuan IPA dan teknologi suatu negara, menyebabkan negara tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. 
Prestasi-prestasi tinggi yang dapat dicapai oleh suatu negara dalam bidang IPA dan teknologi memberikan rasa bangga akan bangsanya. Rasa bangga akan kemampuan atau potensi nasional dan rasa bangga terhadap bangsanya adalah nilai-nilai sosial-politik suatu negara. 
Contoh :
Negara-negara yang telah maju, misalnya Amerika, mereka sadar dan bangga terhadap kemampuan atau potensi bangsanya dalam bidang sosial politik. 
Produk IPA dan teknologi dapat membuka jalan ke arah industrialisasi dan mekanisasi pertanian yang dapat meningkatkan ekonomi dan neraca perdagangan suatu negara. Sekalipun memiliki kemampuan IPAdan eknologi tinggi, tidak dapat menggali sumber daya alamnya dengan sebaik-baiknya. Kemungkinan bahkan akan menyerahkan pengusahaan sumber daya alam negaranya kepada bangsa lain yang hanya memikirkan keuntungan sebanyak banyaknya, tanpa memperhatikan alamnya. Dalam hal ini maka IPA dan teknologi memiliki nilai sosial-ekonomi.
Kemajuan IPA dan teknologi suatu negara dapat menempatkan negara itu dalam kedudukan pilotik internasional yang menentukan.
Contoh :
a)    Ketika Amerika berhasil mendaratkan manusia di bulan dengan apolo 11, martabat Amerika dalam percaturan politik melonjak lebih tinggi. 
b)   Juga ketika Rusia mampu meluncurkan satelit buatannya yang pertama, yaitu Sputnik I, martabat Rusia dimata dunia meningkat.
c)    Jepang dan RRC karena kemampuan IPA dan teknologinya tinggi, hingga banyak hasil indusrinya merebut pasar dunia, maka kedudukannya di dunia internasional makin kuat.
4)   Nilai keagamaan dari IPA
Banyak orang berprasangka, dengan mempelajari IPA dan teknologi secara mendalam akan mengurangi kepercayaan manusia kepada Tuhan. Prasangka tersebut didasarkan pada alasan bahwa IPA hanya mempelajari benda dan gejala-gejala kebendaan. Prasangka ini tidak benar makin mendalam orang mempelajari IPA, makin sadarlah orang itu akan adanya kebenaran hukum-hukum alam, sadar akan adanya suatu ketertiban di dalam alam raya ini dengan maha pengaturnya. Walau bagaimanapun manusia telah berusaha untuk membaca mempelajari dan menterjemahkan alam, manusia makin sadar akan keterbatasan ilmunya. Karena dengan keterbatasan ilmunya manusia belum dan tidak akan pernah mengetahui asal mula dam akhir dari alam raya dengan pasti. 
Contoh :
a)    Anda mengetahui, berapa banyak biaya dan tenaga ahli yang dikerahkan untuk persiapan pendaratan dibulan. Manusia tidak akan mampu membuat atau menciptakan bulan. Oleh karena itu, makin sadarlah akan kebesaran Maha Penciptanya.
b)   Dengan susah payah dan waktu yang lama manusia dapat mempelajari hukum gravitasi, tetapi keterbatasan ilmunya, manusia tidak mampu meniadakan gravitasi itu sendiri. Dengan penemuan-penemuannya manusia makin sadar akan kebesaran Tuhan. 
c)    Dengan mempergunakan mikroskop, manusia mampu mempelajari kehidupan mikroorganisme, keindahan pergerakan protoplasma, serta kerumitan dan keteraturan reaksi-reaksi di dalamnya. semua pengamatan ini akan mempertebal kesadaran kita tentang kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan contoh-contoh tersebut, jelaslah seorang ilmuwan yang beragama akan lebih tebal keimanannya kepada Tuhan. Keimanan ini tidak hanya didukung oleh dogma-dogma saja. Keimanannya juga ditunjang oleh akal pikiran yang didukung segala pengamatannya terhadap benda-benda dan gejala-gejala alam, yang merupakan manifestasi kebesaran Tuhan.    
Dari uraian-uraian ini jelaslah bahwa IPA mempunyai nilai-nilai keagamaan yang sejalan dan sejajar dengan pandanagn agama. Tentang hubungan nilai-nilai IPA dan agama ini, ilmuwan terkenal Albert Einstein menggambarkan dalam ungkapan sebagai berikut “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh”.
4)   Nilai-nilai kependidikan dalam IPA.
Sekitar satu abad yang lampau, karena pelajaran IPA lebih ditekankan pada fakta-fakta saja, ahli-ahli pendidikan belum mengangap IPA mempunyai kedudukan penting dalam kurikulum sekolah. Kecuali itu pelajaran IPA pada waktu tersebut sedikit sekali yang didasarkan atas penemuan-penemuan psikologi belajar. 
Dengan makin berkembangnya IPA dan teknologi serta diterapkannya psikologi belajar pada pelajaran IPA, maka IPA diakui bukan hanya suatu pelajaran melainkan pula suatu alat pendidikan. Pelajaran IPA bersama-sama dengan pelajaran lain  merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai IPA apakah yang dapat ditanamkan pada pelajaran IPA?
a)    Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metoda ilmiah yang sering dipergunakannya. 
b)   Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimentasi untuk memecahkan masalah. 
c)    Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik kaitannya dengan pelajaran IPA maupun dalam kehidupan. 
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu :
a)    Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat kita hidup dan tentang bagaimana kita harus bersikap yang benar terhadap alam. Dengan pengetahuannya, siswa diharapkan dapat memanfaakan dan mengelola sumber daya alam secara tepat. 
b)   Menanamkan sikap hidup ilmiah, yang harus dibawanya dalam perjalanan hidupnya dan bukan hanya dalam memecahkan masalah ilmiah saja. Sikap ini timbul dari kesadaran akan pentingnya metoda dan sikap ilmiah yang biasa digunakan oleh para ahli IPA. Dengan memberikan latihan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara ilmiah, siswa akan mampu mencari jawab persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidupnya secara ilmiah.
c)    Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan, pengukuran dan menggunakan alat-alat. Latihan ketrampilan ini dapat mengembangkan bakat ketrampilan tanga siswa yang berguna untik dasar-dasar ketrampilan industri. Praktikum, percobaan-percobaa dalam pelajaran IPA adalah bagian penting yang bermanfaat dalam mencapai tujuan pendidikan IPA. Kecuali itu pendidikan IPA harus dapat  memberikan untuk tumbuhnya ketrampilan-ketrampilan dasar ini. 
d)   Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan dan penemuan-penemuannya yang telah berguna bagi dunia. Yang perlu kita didikkan kepada para siswa untuk menghargai para ilmuwan itu, adalah mengetahui bagaimana penemuan-penemuan itu dilakukan, menghargai jasa pengorbanannya. Dengan demikian siswa akan tergugah untuk melakukan percobaan dan penemuan-penemuan baru yang berguna bagi manusia. 

I. PERANAN MATEMATIKA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN ALAM
          Menurut dugaan sejarah, kemampuan manusia untuk mulai dapat menulis sama tuanya dengan kemampuan manusia untuk dapat berhitung, yaitu kurang lebih 10.000 tahun sebelum masehi. Tulisan itu pada hakekatnya simbol dari apa yang ia tulis. 
          Berhitung, pada awal mulanya berbentuk korespondensi persatuan dari onyek yang dihitung. Misalnya sesorang ingin menghitung berapa jumlah ternaknya, maka ternak itu dimasukkan ke dalam kandang satu persatu. Tiap ekor diwakili oleh satu batu kecil, maka jumlah ternaknya adalah jumlah batu kecil itu. Dengan sekantung batu-batu itu ia dapat mengontrol apakah ada ternak yang belum kembali atau hilang atau malah bertambah karena beranak. 
          Jadi, setiap awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi setiap permasalahan menghadapi lingkungan hidupnya. Sumbangan matematika terhadap perkembangan IPA sudah jelas bahkan boleh dikatakan bahwa tanpa matematika IPA tidak akan berkembang. Hal ini disebabkan oleh karena IPA menggantungkan diri dari metode induksi. Dengan metoda induksi semata tak mungkin orang mengetahui jarak antara bumi dan bulan atau bumi dnegan matahari, bahkan untuk menyatakan keliling bumi saja hampir tidak mungkin. Berkat bantuan matematikalah maka Erathotenes (240 SM) pada zaman Yunani dapat menghitung besarnya bumi dnegan metode gabungan antara induksi dan deduksi matematika sebagai berikut:
          Pada tanggal 21 juni di Syene (Mesir) pada tengah hari matahari berada tepat di atas kepala. Saat yang mana di kota Alexandria yang jauhnya 500 Mil tepat berada disebelah utara Syene matahari jatuh dnegan membentuk 7,4o . Ini dapat diukur melalui bayang-bayang sebuah tongkat. Dengan asumsi bahwa bumi ini bulat maka keliling bumi atau besarnya bumi dapat dihitung secara matematika. Erathotenes sampai pada kesimpulan bahwa keliling bumi adalah 24.000 mil dan garis tengah bumi adalah 8.000 mil.
          Hipparchus (150 SM) dapat menghitung jarak bumi ke bulan. perhitungannya diilhami oleh ajaran Aristoteles yang menyatakan bahwa bulan terletak di anatar bumi dan matahari, juga diilhami oleh gerhana bulan dimana bayang-bayang bumi pada bulan dipergunakan untuk memperkirakan besarnya bumi. Ia berkesimpulan bahwa jarak bumi ke bulan adalah 24.000 mil. 
          Aristarchus juga secara matematika mencoba menghitung jarak bumi ke matahari. Namun karena kesalahan instrumen ia berkesimpulan bahwa jarak bumi ke matahari itu adalah 20 kali jarak bumi ke bulan, padahal jarak yang benar adalah 400 kali. Kesimpulan lain yang ia peroleh berdasarkan matematika adalah sinar matahari itu tentunya lebih besar dari bumi. Ia perkirakan sedikitnya tujuh kali lebih besar. Ia berpendapat tidak logis kalau matahari yang besar itu beredar mengelilingi bumi yang jauh lebih kecil. Mestinya sebaliknya bumilah yang mengelilingi matahari. Namun pendapatnya tak mendapat tanggapan oleh masyarakat, sampai pada zaman baru dimana Copernicus dnegan bantuan teleskopnya serta perhitungan matematik mengumumkan prinsip heliosentrik. 
          Ahli-ahli matematika yang banyak sumbangannya dalam IPA antara lain adalah :
          Phthagoras mengadakan perhitungan terhadap benda-benda segi banyak. Apollonius mengadakan perhitungan pada benda-benda yang bergaris lengkung. Kepler (1609) berjasa dalam perhitungan jarak beredar yang berbentuk elips dari planet-planet. Galileo (1642) berjasa dalam menetapkan hukum lintasa peluru, gerak dan percepatan. Huygens (1695) dapat memecahkan teka teki adanya cincin Saturnus, perhitungan tentang bandulan dan ini terkenal dnegan perhitungan tentang kecepatan cahaya, yaitu 600.000 kali kecepatan suara (pada masa itu orang beranggapan bahwa cahaya tak membutuhkan waktu untuk memancar). Ini semua adalah sekedar gambaran yang menunjukkan bahwa perkembangan IPA selalu ditunjang atau secara mutlak membutuhkan tunjangan matematika. 
          Bagaimana dalam masa sekarang? kiranya tak dapat diragukan lagi fungsi matematika itu dalam zaman modern sekarang ini pembuatan mesin-mesin, pabrik-pabrik, bendungan-bendungan, jembatan, bahkan perjalanan ke ruang angkasa tak akan berlangsung tanpa bantuan matematika.

J. PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF
      Pada uraian terdahulu telah diterangkan bahwa penemuan-penemuan yang didapat oleh Copernicus sampai Galileo pada awal abad 17 merupakan perintis ilmu pengetahuan. Artinya ialah bahwa penemuan-penemuan itu berdasarkan data empirik dengan metode induksi yang objektif dan bukan atas dasar deduksi filosopis seperti zaman Yunani atau berdasar mitos seperti zaman Babylonia. Penemuan-penemuan itu misalnya saja bahwa di bulan terdapat gunung-gunung, Jupiter mempunyai empat buah bulan, di matahari terdapat bercak hitam yang dapat digunakan untuk mengukur percepatan rotasi matahari dan sebagainya.


      Penemuan-penemuan seperti ini merupakan hasil penelitian yang sifatnya kualitatif. Penemuan yang sifatnya kualitatif ini tidak dapat menjawab pertanyaan yang sifatnya kausal atau hubungan. Para peneliti kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan yang berbeda. Logika berpikir induktif dalam penelitian kualitatif meliputi: 1) Peneliti mengumpulkan informasi, 2) Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka terhadap objek yang diteliti, 3) Peneliti menganalisis data berdasarkan tema atau kategori, 4) Peneliti mencari pola-pola umum, generalisasi berdasarkan tema atau kategori yang dibuat, 5) Peneliti mengemukakan generalisasi atau teori.
      Dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan teori secara deduktif dan menempatkannya diawal proposal penelitian. Tujuannya adalah untuk menguji atau memverifikasi suatu teori daripada mengembangkannya. Logika berpikir deduktif dalam penelitian kuantitatif meliputi:1) peneliti menguji atau memverifikasi suatu teori, 2) peneliti menguji hipotesis-hipotesis atau rumusan masalah dari teori tersebut, 3) Peneliti mendefinisikan dan mengoperasionalkan variabel-variabel yang terbentuk dari teori tersebut, 4) Peneliti mengukur atau mengobservasi variabel-variabel dengan bantuan instrumen untuk memperoleh data kuantitatif.
Share:

No comments:

Post a Comment

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru