PENDAHULUAN
Penilaian adalah upaya atau tindakan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau
tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui
keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotorik.
Kemampuan diri peserta didik dalam
taksonomi Bloom dipisahkan menjadi tiga domain, yakni domain kognitif, afektif
dan psikomotor. Sekarang kemapuan manuasi dalam taksonomi Bloom diperbaharui
menjadi empat domain (Dettmer, 2006) yaitu domain kognitif, afektif,
sensorimotor (pengganti psikomotor) dan sosial. Keempat
domain tersebut sebagai aktualisasi dalam pembelajaran membentuk satu kesatuan
yang disebut dengan unity. Tabel 1 menunjukkan keempat domain menurut
proses, isi, tujuan dan hasil.
Menurut Anas Sudijono (1996: 48),
salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam
rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip
evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi
secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap
materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari
segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Dalam makalah ini hanya akan dibahas
penilaian domian kognitif. Penilaian ranah kognitif dapat dilakukan menggunakan
tes tertulis (paper and pencil) yang
terdiri dari selected response test dan contructed response test atau supply
response test. Bentuk item soal yang digunakan dalam selectes response test
berupa soal pilihan ganda, benasr-salah, menjodohkan, dan jawab singkat. Untuk
item soal pada contructed resopon test terbagi menadi 2 tyaitu restricted
response test dan extended response test.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ranah Kognitif atau Ranah Pengetahuan
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, terdapat delapan aspek atau jenjang, mulai
dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Kedelapan jenjang atau aspek yang dimaksud adalah
pengetahuan (Know), pemahaman (comprehend),
penerapan (apply), analisis (analyze), evaluasi (evaluate), sintesis
(synthesize), imagine dan create (Dettmer, 2006:73)
- Pengetahua (know)
Adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang
paling rendah. Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah
mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasikan, memberikan, menyabutkan,
membuat garis besar.
- Pemahaman (comprehend)
Adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat tanpa
harus menghubungkanya dengan hal-hal lain.
Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi esai yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
- Penerapan (apply)
Adalah kesanggupan seseorang untuk
menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode,
prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang
baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat
lebih tinggi ketimbang pemahaman.
- Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk
merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang
lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau
faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
- Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang
merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu
proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru.
Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis
- evaluasi (evaluation)
Penilian/evaluasi disini merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai
atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik
sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
2.
Metode penilaian pengetahuan atau ranah kognitif
Metode evaluasi hasil belajar
berdasarkan target pencapaian hasil belajar diantaranya adalah respon pilihan, esai,
assesmen kerja, komunikasi personal dan portofolio (Elly & Indrawati, 2009:
10-11).
a. Respon pilihan
Respon pilihan termasuk dalam jenis tes obyektif, artinya hanya ada satu jawaban benar. Peserta didik diberi sejumlah pertanyaan yang masing-masing diberikan pilihan jawaban, kemudian siswa diminta untuk memberikan jawaban yang benar. Respon pilihan dapat berupa soal benar salah, pilihan ganda dan mencocokkan.
b. Esai
Esaai termasuk tipe pertanyaan subyektif, siswa bebas untuk memilih, membingkai dan memberikan buah pikiran mereka dengan cara mereka sendiri. Pertanyaan esai biasanya berupa kalimat prosa atau risalah pendek.
c. Penilaian Kinerja
Penilaian dilandaskan pada pengamatan selama proses peragaan kemampuan atau pada evaluasi penciptaan produk. Hasil penilaian kinerja ditunjukkan dengan kualitas proses dan produk yang dihasilkan.
d. Komunikasi Personal
Salah satu cara yang digunakan dalam melakukan penilaian seorang siswa adalah dengan cara berbicara dengan mereka. Bentuk komunikasi personal seorang siswa dapat menghadirkan penilaian tentang prestasi siswa itu. Bentuk penilaian ini antara lain pertanyaan dan jawaban selama berlangsungnya pengajaran, wawncara, konferensi, percakapan, dan mendengarkan selam diskusi kelas, percakapan dengan orang lain tentang prestasi siswa.
e. Portofolio
Respon pilihan termasuk dalam jenis tes obyektif, artinya hanya ada satu jawaban benar. Peserta didik diberi sejumlah pertanyaan yang masing-masing diberikan pilihan jawaban, kemudian siswa diminta untuk memberikan jawaban yang benar. Respon pilihan dapat berupa soal benar salah, pilihan ganda dan mencocokkan.
b. Esai
Esaai termasuk tipe pertanyaan subyektif, siswa bebas untuk memilih, membingkai dan memberikan buah pikiran mereka dengan cara mereka sendiri. Pertanyaan esai biasanya berupa kalimat prosa atau risalah pendek.
c. Penilaian Kinerja
Penilaian dilandaskan pada pengamatan selama proses peragaan kemampuan atau pada evaluasi penciptaan produk. Hasil penilaian kinerja ditunjukkan dengan kualitas proses dan produk yang dihasilkan.
d. Komunikasi Personal
Salah satu cara yang digunakan dalam melakukan penilaian seorang siswa adalah dengan cara berbicara dengan mereka. Bentuk komunikasi personal seorang siswa dapat menghadirkan penilaian tentang prestasi siswa itu. Bentuk penilaian ini antara lain pertanyaan dan jawaban selama berlangsungnya pengajaran, wawncara, konferensi, percakapan, dan mendengarkan selam diskusi kelas, percakapan dengan orang lain tentang prestasi siswa.
e. Portofolio
Selain
metode penilaian diatas,ada juga metode penilaian portofolio, yaitu kumpulan
karya peserta didik.
3.
Penilaian Pengetahuan atau Ranah Kognitif
Penilaian
ranah kognitif untuk mengetahui apakah peserta didik sudah dapat memahami semua
bahan atau materi yang telah diberikan kepada mereka dilakukan dengan bentuk
penilaian pilihan (selected response test) atau tes objektif dan bentuk
menuliskan jawaban (constructed response test) atau tes esai.
Gambar
1. Pengelompokan test (Elly &
Indrawati, 2009:20)
a. Tes Objektif (selected response test)
Tes
objektif adalah tes yang penilaiannya dapat dilakukan secara objektif dengan
meniadakan unsur subjektivitas penilai atau setidak-tidaknya menekan sampai
yang terendah. Sifat objektif itu mengacu kepada cara penilaian yang dapat
dilakukan secara ajeg dengan hasil yang sama, tidak berubah-ubah, meskipun
seandainya penilaian itu dilakukan berulang-ulang atau dilakukan oleh penilai
yang berbeda. Hal itu dimungkinkan oleh ciri tes objektif yang harus
dikembangkan dan disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang benar terhadap
butir-butir soalnya dapat dipastikan sebelumnya dan dijadikan satu dalam bentuk
kunci jawaban (Endang & Endah, 2009:5) Tes objektif terdiri atas beberapa
bentuk yaitu benar salah, pilihan ganda, menjodohkan dan melengkapi atau jawaban
singkat (Zainal Arifin, 2009:135)
1) Soal Pilihan Ganda
Soal
pilihan ganda merupakan bentuk soal yang jawabannya dapat dipilih dari beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disedikan. Kontruksinya terdiri dari pokok soal
dan pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas kunci dan pengecoh. Kunci
jawaban harus merupakan jawaban benar atau paling benar sedangkan pengecoh
merupakan jawaban tidak benar, namun daya jebaknya harus berfungsi, artinya
siswa memungkinkan memilihnya jika tidak menguasai materinya (Depdiknas, 2007:
12).
Soal
pilihan ganda dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki objektivitas yang
tinggi, mengukur berbagai tingkatan kognitif, serta dapat mencakup ruang
lingkup materi yang luas dalam suatu tes. Bentuk ini sangat tepat digunakan
untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian
nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri. Hanya saja,
untuk meyusun soal pilihan ganda yang bermutu perlu waktu lama dan biaya cukup
besar, disamping itu, penulis soal akan kesulitan membuat pengecoh yang homogen
dan berfungsi, terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban, dan peserta mudah
mencotek kunci jawaban. Secara umum, setiap soal pilihan ganda terdiri dari
pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban
terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).
Dalam
penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah
penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun bahasa. Selain itu
soal yang dibuat hendaknya menuntut penalaran yang tinggi (Depdiknas, 2007: 13).
a) Materi
§ Soal
harus sesuai dengan indikator.
§ Pilihan
jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
§ Setiap
soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
b) Konstruksi
§ Pokok
soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
§ Rumusan
pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
§ Pokok
soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
§ Pokok
soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
§ Panjang
rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
§ Pilihan
jawaban jangan mengandung pernyataan, "Semua pilihan jawaban di atas
salah", atau "Semua pilihan jawaban di atas benar".
§ Pilihan
jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar
kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya.
§ Gambar,
grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan
berfungsi.
§ Butir
soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
c) Bahasa
§ Setiap
soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
§ Jangan
menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah
lain atau nasional.
§ Setiap
soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
§ Pilihan
jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan
pengertian.
Penyusunan
Kisi-kisi soal
Berbagai
paket tes yang memiliki tingkat kesulitan, kedalaman materi, dan cakupan materi
sama (paralel) akan mudah dihasilkan hanya dengan satu kisi-kisi yang baik.
Dalam panduan penulisan soal pilihan ganda (depdiknas, 2007:6), kisi-kisi soal
yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
§ mewakili
isi kurikulum yang akan diujikan;
§ komponen-komponennya
rinci, jelas, dan mudah dipahami; dan
§ soal-soalnya
dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Pemilihan
materi dalam penyusunan kisi-kisi hendaknya memperhatikan empat aspek sebagai
berikut:
§ urgensi,
secara teoretis materi yang akan diujikan mutlak harus dikuasai siswa;
§ relevansi, materi yang dipilih sangat
diperlukan untuk mempelajari atau memahami bidang lain;
§ kontinuitas,
materi yang dipilih merupakan materi lanjutan atau pendalaman materi dari yang
sebelumnya pernah dipelajari dalam jenjang yang sama maupun antar jenjang; dan
§ kontekstual,
materi memiliki daya terap dan nilai guna yang tinggi dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh
kisi-kisi soal dan soal pilihan ganda dapat dilihat pada lampiran.
2) Benar – salah (True-False, or Yes-No)
Bentuk tes benar-salah (B-S) adalah pernyataan yang
mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik
diminta untuk menentukan pilihannya mengenai petanyaan-pertanyaan atau
pernyataan-pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam petunjuk
mengerjakan soal. Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk
mengukur kemampuan peserta didik dalam membedakan antara fakta dengan pendapat.
Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan hendaknya
homogeny dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk
mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang
sederhana. Jika akan digunakan untuk mengukur kemampuan yang lebih tinggi,
paling juga untuk kemampuan menghubungkan antara dua hal yang homogeny. Dalam
penyususnan soal bentuk benar-salah tidak hanya menggunakan kalimat pertanyaan
atau pernyataan, tetapi juga dalam bentuk gambar, tabel dan diagram. ( Zainal
Arifin, 2011:135)
Contoh:
·
Micrometer sekrup dapat
digunakan untuk mengukur panjang buku B
– S
·
Satuan internasional
suhu adalah Fahrenheit B - S
Kebaikan
tes bentuk B-S, antara lain
a) Mudah
disusun dan dilaksanakan, karena itu banyak digunakan.
b) Dapat
mencakup materi yang lebih luas. Namun, tidak semua materi dapat diukur dengan
bentuk benar-salah.
c) Dapat
dinilai denga cepat dan objektif
d) Banyak
digunakan untuk mengukur fakta-fakta dan prinsip-prinsip.
Kelemahan
tes bentuk B-S antara lain:
a) Ada
kecenderungan peserta didik menjawab coba-coba
b) Pada
umumnya memiliki derajad validitas reliabilitas yang rendah, kecuali jika
itemnya banyak sekali
c) Sering
terjadi kekaburan, karena itu sukar untuk untuk menyusun item yang benar-benar
jelas
d) Terbatas
mengukur aspek pengetahuan saja.
Beberapa
petunjuk praktis dalam menyusun soal B-S, yaitu:
a) Dalam
menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item cukup banyak
sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, jika jumlah item kurang dari
50, kiranya kurang dapat dipertanggungjawabkan.
b) Jumlah
item yang benar dan salah hendaknya sama
c) Berilah
petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana.
d) Hindarkan
pernyataan yang terlalu umum, ompleks dan negative
e) Hindarkan
penggunaan kata yang dapat member petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki.
Mislanya, biasanya, umumnya, selalu.
3) Menjodohkan (Matching)
Soal tes menjodohkan sebenarnya masih merupakan
bentuk pilihan ganda. Perbedaannya dengan bentuk pilihan ganda adalah pilihan
ganda terdiri atas stem dan option, kemudian peserta didik tinggal
memilih salah satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk
menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunujukkan
kumpulan persoalan, dan kolom sebelah kanaan menunujukkan kumpulan jawaban.
Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak daripada jumlah persoalan. Bentuk
soal menjodohkan sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam
mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan
mengidentifikasi kemampuan menghubungkan antara dua hal. Makin banyak hubungan
antara premis dengan respons dibuat, maka makin baik soal yang disajikan (
Zainal Arifin, 2011:144)
Contoh:
Kebaikan
soal betuk menjodohkan, antara lain
a) Relative
mudah disusun
b) Penskorannya
mudah, objektif dan cepat
c) Dapat
digunakan untuk menilai teori dengan penemunya, sebab dan akibatnya, istilah
dan definisinya
d) Materi
tes cukup luas.
Kelemahan soal
bentuk menjodohkan, antara lain:
a. Ada
kecendrungan untuk menekankan ingatan saja
b. Kurang
baik untuk menilai pengertian guna membuat tafsiran.
Untuk
penyusunan soal perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a) Buatlah
petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah dipahami
b) Sesuaikan
dengan kompetensi dasar dan indicator
c) Kumpulan
soal diletakkan di sebelah kiri, sedangkan jawabannya di sebelah kanan
d) Jumlah
alternative jawaban hendaknya lebih banyak daripada jumlah soal
e) Susunlah
item-item dan alternative jawaban dengan sistematika tertentu.
4) Jawaban singkat (Short answer)
Bentuk tes ini
menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat
dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan
dalam bentuk pertanyaan.
Kebaikan tes
bentuk jawaban singkat, antara lain:
a. Relative
mudah disusun
b. Sangat
baik untuk menilai kemampuan peserta didik yang berkenaan dengan fakta-fakta,
prinsip-prinsip dan terminology
c. Menuntut
peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya secara singkat dan jelas
d. Pemeriksaan
lembar jawaban dapat dilakukan dengan objektif
Kelemahan
tes bentuk jawaban singkat, antara lain:
a. Pada
umumnya hanya berkenaan dengan kemampuan mengingat saja, sedangkan kemampuan
yang lain agak terabaikan
b. Dalam
memeriksa lembar jawaban dibutuhkan waktu yang cukup banyak
b. Tes Esai (Contructed- response test)
Tes ini meminta siswa untuk menyusun dan menuliskan
jawaban, penskoran berdasarkan kualitas jawaban (Brookhart & Nitko, 2008:
151).
Tes
esai (essay test), yang juga sering
dikenal dengan istilah subjektif (subjective
test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki
karakteristik (Anas Sudijono 2008: 100). Karakteristik yang dimaksud akan
dijelaskan sebagai berikut :
·
Tes tersebut berbentuk
pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa esai atau paparan
kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
·
Bentuk-bentuk
pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada test untuk memberikan penjelasan,
komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
·
Jumlah butir soalnya
umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh butir.
·
Pada umumnya
butir-butir soal tes esai itu diawali dengan kata-kata : jelaskan, terangkan,
uraikan, mengapa, bagaimana, atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Tes hasil belajar bentuk esai
sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila
pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian, dan lain-lain) disamping ingin
mengungkap daya ingat dan pemahaman terhadap materi pelajaran yang ditanyakan
dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan peserta didik dalam
memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Tes esai ini lebih tepat dipergunakan
apabila jumlah test terbatas.
1) Penggolongan
Tes Esai
Terdapat dua bentuk tes esai yaitu restricted response test (esai tertutup)
dan extentended response test (esai
terbuka).
a) Tes
esai tertutup
Restricted response essays items restrict or limit
both content student’s answer and the form of their written responses. This is
done by the way you phrase a restricted responses task (Nitko
& Brookhart, 2007: 204)
Tes
ini tidak hanya menilai pengetahuan/ingatan dan pemahaman. Item tes ini meminta
siswa untuk mengaplikasikan keterampilan yang dimiliki untuk menyelesaikan
masalah baru dan menganalisa situasi tertentu (Brookhart & Nitko, 2008:
152).
Tes
esai bentuk terbatas jawaban yang dikehendaki muncul dari peserta didik adalah
jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi) (Anas Sudijono 2008: 100).
b) Tes
esai terbuka
Extended response essay itemsrequire students to
write essays in which they are free to express and organize their own ideas and
the interrelationships among their ideas (Nitko
& Brookhart, 2007: 205).
Tes
esai bentuk terbuka mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan,
mengorganisasikan dan menyajikan jawaban dalam bentuk esai (Anas Sudijono 2008:
100).
2) Kebaikan
dan Kelemahan Tes Esai
Di antara keunggulan yang dimiliki oleh
tes esai, bahwa :
a) Tes
esai merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan
mudah dan cepat.
b) Dengan
menggunakan tes esai, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi
di kalangan peserta didik. Hal ini dimungkinkan karena hanya peserta didik yang
mampu memahami pertanyaan atau perintah yang diajukan dalam tes itu sajalah
yang akan dapat memberikan jawaban yang benar dan tepat.
c) Melalui
butir-butir tes esai, penyusunan soal akan dapat mengetahui seberapa jauh
tongkat kedalaman dan tingkat penguasaan peserta didik dalam memahami materi
yang ditanyakan dalam tes tersebut.
d) Dengan
menggunakan tes esai, peserta didik akan terdorong dan terbiasa untuk berani
mengemukakan pendapat dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang
merupakan hasil olahannya sendiri.
Adapun
kelemahan-kelemahan yang ada pada tes subjektif antara lain adalah :
a) Tes
esai pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan
luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada peserta didik,
yang seharusnya seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
b) Cara
mengoreksi jawaban soal tes esai cukup sulit. Hal ini disebabkan karena
sekalipun butir soalnya sangat terbatas, namun jawabannya bias panjang lebar
dan sangat bervariasi.
c) Dalam
pemberian skor hasil tes esai, terdapat kecenderungan bahwa guru lebih banyak
bersifat subjektif.
d) Daya
ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan (reliabilitas) yang dimiliki
oleh tes esai pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat
pengukur hasil belajar yang baik (Anas Sudijono 2008).
3) Petunjuk
Operasional
a) Dalam
menyusun butir-butir soal tes esai, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar
butir-butir soal tersebut dapat mencakup secara keseluruhan dari materi yang
telah diajarkan.
b) Untuk
menghindari timbulnya perbuatan curang oleh peserta didik (menyontek atau
bertanya kepada peserta didik lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan
kalimat soal diubah berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku
pelajaran atau bahan lain yang diminta untuk mempelajarinya.
c) Sesaat
setalah butir-butir soal tes esai dibuat, hendaknya segera disusun dan
dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang
dikehendaki oleh peserta didikr sebagai jawaban yang betul.
d) Kalimat
soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas, sehingga cepat dipahami
oleh peserta didik dan tidak menimbulkan keraguan atau kebingungan bagi peserta
didik dalam meberikan jawaban.
Contoh
kisi-kisi soal dan soal esai dapat dilihat pada lampiran.
4.
Penskoran
Hasil Belajar
a. Penskoran
untuk Tes Bentuk Objektif
Pada tes objektif hanya memiliki dua
kemungkinan jawaban yaitu benar dan salah. Lazimnya, jawaban benar diberi skor
1, sedang jawaban salah diberi skor 0. Skor yang dicapai siswa dilakukan dengan
menjumlahkan semua jawaban benar. Jadi, skor siswa sama dengan jumlah jawaban
benar. Hal ini berlaku untuk semua jes tes objektif baik pilihan ganda, benar
salah, isisan singkat, maupun penjodohan.
Jika guru sebagai penguji, ingin
memperhitungkan pertanyaan unsure spekulasi (untung-untungan) siswa sewaktu
menjawab pertanyaan dapat digunakan system denda, dimana jumlah jawaban benar
siswa itu harus dikurangi. Besarnya pengurangan adalah jumlah salah dibagi
jumlah opsi dikurangi satu. Dengan demikian, skor siswa yang sesungguhnya
adalah jumlah jawaban yang benar dikurangi jumlah jawaban salah dibagi jumlah
opsi minus satu. Dalam bentuk rumus dapat ditulis sbb :
ΣB adalah jumlah jawaban benar, ΣS adalah jumlah
jawaban yang salah, dan N adalah jumlah pilihan (option). (Asep Jihad &
Abdul Haris, 2008 : 87)
Pada prinsipnya system penskoran mana yang akan
dipakai diserahkan kepada guru sebagai penilai. Akan tetapi, pada umumnya
system yang dipakai adalah teknik yang tidak memakai/memberlakukan denda.
b. Penskoran
untuk Tes Esai
Tes esai tidak mempergunakan pola
jawaban benar = 1 dan salah = 0, atau data jenis pisah, tetapi menggunakan pola
kontinum missal 0 s/d 10, atau 0 s/d 100. Penskoran dapat pula menurut
kebutuhan tergantung bobot dari masing-masing butir soal yang diujikan. Bobot
nilai dari tiap butir soal tidak harus sama, dan ditentukan berdasarkan cakupan
bahan, tingkat kompleksitas, tingkat kesulitan, dan kemampuan berpikir yang
dituntut.
Untuk memudahkan penskoran pada tes
esai harus dibuat kunci jwaban serta rambu-rambu yang akan dijadikan acuan
penskoran. Misalnya : (a) jawaban tepat sekali sesuai dengan kunci dan
diungkapkan dengan bahasa yang benar mendapat skor tertinggi, (b) jawaban tepat
tetapi ada kekurangan pada aspek tertentu pada kunci mendapat skor dibawahnya,
dan seterusnya. Sementara jawaban salah sebaiknya tetap mendapat skor, yaitu
yang terendah. Sedangkan skor keseluruhan diperoleh dengan menjumlahkan skor
dari setiap butir soal. (Asep Jihad & Abdul Haris, 2008 : 87)
DAFTAR
PUSTAKA
Anas Sudijono. (1996). Pengantar
evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Asep
Jihad & Abdul Haris. (2008). Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta. Multi
Pressindo
Brookhart, Susan M. & Anthony J.
Nitko. (2008). Assassment and Grading in
Classrooms. New Jersey: Pearson Education
Depdiknas.
(2007). Panduan penulisan soal pilihan ganda. Jakarta : Balitbang
Dettmer,
P. (2006). New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing
[Versi elektronik]. Roeper Review, 28, 2, 70-78
Elly
Herliani & Indrawati. (2009). Penilaian hasil belajar untuk guru SD.
Bandung : PPPPTK IPA
Endang
Kurniawan & Endah Mutaqimah. (2009). Penilaian.
Jakarta: Depdiknas PPPPTKB
Nitko, Anthony J. & Susan M
Brookhart. (2007). Educational assassment
of students 6th ed. Boston: Pearson Education
Zainal Arifin. (2009).
Evaluasi Pembelajaran: prinsip teknik prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
No comments:
Post a Comment