Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya

Model Pembelajaran

Model pengajaran dapat disebut juga model pembelajaran. Peran guru membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, ketrampilan, cara berpikir, sikap dan pada akhirnya siswa dapat mengekspresikan dirinya sendiri. Guru berperan mengajari siswa cara belajar. Pada hakikatnya, hasil pembelajaran jangka panjang yang terutama adalah agar siswa terus-menerus meningkatkan kemampuannya sehingga dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif pada masa yang akan datang. baik pengetahuannya maupun ketrampilannya.

Cara penerapan suatu model pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa belajar dan mengekspresikan dirinya. Guru yang berhasil bukan sekedar guru yang berkharisma dan persuasif. Lebih daripada itu, guru yang berhasil adalah guru yang melibatkan para siswa dalam tugas-tugas yang memenuhi kebutuhan kognitif dan afektif (sosial) serta mengajari siswanya ketrampilan mengerjakan tugas-tugas tersebut secara produktif. Walaupun seorang guru sedang belajar untuk dapat berceramah dan menjelaskan dengan fasih dan mahir, para siswa pun harus dapat belajar dari ceramah tersebut. Pendidik yang berhasil akan senantiasa mengajari siswa bagaimana menyerap dan menguasai informasi yang berasal dari penjelasannya. Sedangkan peserta didik yang efektif mampu menjelaskan informasi, gagasan dan pengajaran yang berasal dari serta memanfaatkan sumber-sumber belajar yang efektif. Dengan demikian, peran utama guru adalah mengajar dan mencetak pembelajar yang handal atau disebut juga powerful learners.

Guru-guru yang hebat akan mengajari siswa cara belajar. Selanjutnya, pengajaran menjadi lebih efektif sejalan dengan kemajuan siswanya dari tahun ke tahun sampai mereka menjadi pembelajar yang handal. Pengaruh dari berbagai model pengajaran tidak hanya diukur dari seberapa besar tujuan pelajaran yang dicapai, tetapi juga sejauh mana kemampuan belajar siswa meningkat, yang merupakan tujuan utama pembelajaran.

Jika strategi pembelajaran seperti ini berhasil diterapkan, maka para siswa akan mampu melakukan lebih banyak gaya belajar yang lebih efektif. Penelitian-penelitian tentang model-model pembelajaran dan efektifitas penerapannya telah menghasilkan dua pertanyaan mendasar: seberapa cepat siswa diajari cara belajar yang lebih efektif dan seberapa jauh mereka dilatih untuk belajar lebih mandiri.

Sumber:
Joyce, B., et. al (2009), Model of teaching, 8th ed. Pearson Education, Inc, New Jersey, USA.

Baca juga:

35 Model Pembelajaran
Share:

Permasalahan Penelitian

Penelitian umumnya dimulai dengan adanya permasalahan yang perlu dicari pemecahanya atau jawaban secara ilmiah. Pertemuan antara aspek objektif dan aspek subyektif ini merupakan titik tolak dasar dari semua penelitian. Setiap penelitian selalu bermula dari adanya masalah‐masalah yang timbul di lapangan maupun sesuatu yang masih menjadi pertanyaan bagi peneliti dan orang banyak. Masalah menjadi semacam tempat awal berpijak melakukan penelitian, untuk selanjutnya dipecahkan melalui langkah‐langkah yang sistematis seperti yang ada dalam sebuah penelitian ilmiah.

Untuk memberikan jawaban secara ilmiah terhadap pertanyaan penelitian peneliti mencoba menggali khsanah teori dan konsepi konsep yang relevan dengan permasalahan yang diajukan.
Jawaban –jawaban yang dimaksud memiliki dua kedudukan yaitu:
1. sebagai jawaban final terhadap permasalahan penelitian, merupakan konklusi dan diperlukan sebagai tesis.
2. jawaban tadi walaupun dianggap paling benar namun masih akan dibuktikan lagi pada tahap lain.dianggap sebagai hipotesis jika jawaban itu diperlukan sebagi hipotesis, maka masih ada satu tahap lagi yang harus dilewati yaitu pembuktian.

Permasalahan dapat didefenisikan sebagai statement mengenai populasi yang menunjukan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan antara aspirasi dengan kenyataan, antara cita‐cita dengan harapan, yaitu antara kenyataan dan harapan. Jarak antara kenyataan dan harapan tersebut sering kali berupa ketimpangan, ketidakseimbangan, kelangkaan, kekurangan, ketidaktahuan, dan semacamnya sumber untuk merumuskan permasalahan penelitian bisa dari bermacam‐macam sumber:
1. kepustakaan
2. pengalaman
3. pengamatan
4. seminar/diskusi
5. intuisi, maupun
6. pernyataan pemegang otoritas.
Rumusan permasalahan yang baik memiliki ciri‐ciri sebagai berikut:
1. permasalahan dirumuskan secara spesifik hanya mengenai aspek tertentu secara jelas, kecuali peneliti memilki waktu, biaya, dan tentu saja kemampuan secara cukup memadai
2. permasalahan penelitian harus memiliki basic empirical atau bersifat factual problem metafisik seyogyanya tidak memiliki prioritas dalam riset
3. permasalahan prioritas perlu diorientasikan pada satu teori tertentu sebab teori merupaka body of knowledge yang memberikan penjelasan pada keaneka yang luas mengenai suatu fenomena.
4. permasalahan penelitian dirumuskan seyogyanya mimiliki tingkat tingkat aktulitas yang tinggi sehingga memiliki pula academic interest dan public interest yang cukup yang sangat tinggi bagi pengembangnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan ada 3 langkah awal dalam proses penelitian, yaitu:
1. Identifikasi bidang masalah (topik)
2. Pencarian data awal melalui studi pustaka (survey literature)
3. Perumusan masalah secara jelas dan tepat

Alur berpikir dalam merumuskan masalah penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. berikut ini.

Latar Belakang Masalah
Identifikasi Masalah
Batasan Masalah
Rumusan Masalah

Gambar 1. Pola Pikir Merumuskan Masalah Penelitian

Semoga bermanfaat!

Baca juga:


Share:

Arti Proposal Penelitian


Proposal penelitian adalah suatu usulan penelitian yang diajukan oleh seseorang atau suatu badan/ perusahaan/ organisasi untuk menghasilkan suatu output tertentu atau memberikan jasa penelitian kepada sponsor atau pendukung. Adapun maksud proposal penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk merumuskan masalah apa yang akan diteliti dan mengapa masalah tersebut penting. 
2. Untuk mengkaji upaya penelititan‐penelitian lain yang telah dilakukan dalam masalah serupa. 
3. Untuk menguraikan jenis data yang diperlukan dalam penyelesaian masalah dan bagaimana metode pengumpulan data, pengolahan data dan menganalisisnya.

Jenis Proposal Penelitian
1. Proposal Internal 
Proposal internal yang kebanyakan dibuat oleh sebuah perusahaan pada umumnya lebih ringkas dibandingkan dengan proposal eksternal. Biasanya dilakukan oleh staf pengajar atau bagian Litbang (penelitian dan pengembangan).
2. Proposal Eksternal 
Jenis proposal eksternal dapat dibedakan menjadi proposal pesanan dan proposal bukan pesanan. Proposal pesanan biasanya harus melalui sebuah persaingan untuk mendapatkan kontrak atau dana dengan proposal yang diajukan pihak lain. Proposal bukan pesanan menggambarkan saran dan anjuran peneliti untuk sebuah penelitian yang mungkin akan dilaksanakan.

Manfaat Proposal
a. Manfaat bagi peneliti 
1. Persamaan Persepsi 
Permasalahan Permasalahan yang akan diselidiki merupakan permasalahan yang diinginkan untuk diselidiki oleh pembimbing. 
2. Orientasi Penelitian 
Keseluruhan Dengan menyusun proposal terlebih dahulu sebelum melaksanakan penelitian, peneliti menjadi lebih mampu melihat keseluruh aspek penelitian. Data apa saja yang harus dikumpulkan, metoda analisis yang akan dipergunakan, serta waktu dan anggaran penelitian semuanya dapat dipersiapan dan dapat diketahui dalam proposal penelitian. 
3. Pedoman Pelaksanaan Penelitian 
Dari proposal penelitian, diketahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan baik dari jenis kegiatan maupun waktu pelaksanaan kegiatan. 
4. Kejelasan Kegiatan Penelitian 
Dengan menggunakan proposal yang baik, kegiatan penelitian yang akan dilakukan menjadi lebih jelas. Dengan menggunakan proposal, efisiensi waktu penelitian dapat ditingkatkan, kemungkinan kesalahan penelitian dapat dikurangi, dan pada umumnya akan menghasilkan kualitas penelitian yang lebih tinggi. 
5. Kemudahan Evaluasi Penelitian 
Dari proposal penelitian dapat diketahui kegiatan apa saja yang harus, tidak perlu, atau tidak mungkin dapat dilaksanakan. Pembimbing penelitian, konsumen penelitian, serta pihak lain yang terkait dapat mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh peneliti dan dapat memberikan saran atau koreksi sesuai dengan fungsi dan kepentingan masing‐masing. 
6. Proteksi Pelaksanaan Penelitian 
Proposal yang sudah disusun dan disetujui berbagai pihak yang terkait dapat menjadi ”pelindung” peneliti dari permintaan perubahan kegiatan penelitian. Dengan menunjukan proposal, campur tangan dari berbagai pihak lain dapat dihindarkan, karena apa yang diminta tidak tertulis dalam proposal. 
7. Persetujuan Peneliti dan Pembimbing 
Dari proposal akan diketahui batasan sejauh mana informasi yang akan diperoleh pembimbing, sehingga akan dapat mengurangi harapan yang akan berlebihan dari pembimbing.

Manfaat bagi pembimbing (dalam pemenuhan unsur penelitian)
1. Jaminan Kualitas Penelitian 
Proposal penelitian yang diajukan harus memberikan informasi yang diinginkan oleh pembimbing. Hal ini perlu dilakukan sebelum peneliti mengeluarkan lebih banyak biaya untuk kegiatan penelitian yang tidak mempunyai nilai manfaat yang cukup. 
2. Persetujuan Metode Penelitian 
Metode dan teknik penelitian harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi pembimbing dan peneliti sebelum penelitian akan dilakukan. 
3. Kendali Penelitian 
Proposal akan berfungsi sebagai kendali pelaksanaan penelitian, sehingga pembimbing akan dapat memperoleh hasil penelitian dengan menggunakan metode dan teknik sesuai dengan apa yang tertulis dalam proposal. 
4. Prioritas Penelitian 
Peneliti menyusun daftar preferensi penelitian atas usulan‐usulan yang diterima dari pembimbing. Daftar ini sangat penting bagi pembimbing, terutama dalam hubungannya dengan kendala waktu dan dana yang tersedia untuk penelitian. 
5. Penilaian Informasi 
Dalam rangka penentuan biaya penelitian yang akan dikeluarkan oleh peneliti (dan pembimbing jika memungkinkan), nilai informasi penelitian merupakan masukan yang sangat penting.

Struktur Proposal Penelitian
1. Halaman Judul 
Judul penelitian sebaiknya disusun ringkas‐padat dan menarik. 
2. Ringkasan Eksekutif 
Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk lain dari usulan penelitian yang disajikan secara singkat dan padat sehingga memungkinkan bagi para sponsor untuk mengetahui maksud dan tujuan secara cepat dan tepat. 
3. Latar Belakang 
Latar belakang berisi uraian singkat mengenai “lingkungan” di seputar masalah yang akan diteliti. 
4. Rumusan Masalah 
Namun juga harus diperhatikan susunan paragrafnya, agar suatu permasalahan dapat diuraikan secara runtut dan focus dengan dihasilkannya kata akhir suatu permasalahan yang dapat ditangkap dan dimengerti oleh pembaca secara jelas. 
5. Tujuan Penelitian 
Bagian ini menjabarkan secara jelas apa saja yang direncanakan untuk dilakukan dalam usulan penelitian. 
6. Studi Pustaka 
Bagian ini melihat kembali semua penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya ataupun yang sedang dilakukan, yang memiliki hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan ini. 
7. Manfaat Penelitian 
Penekanan pentingnya dilakukan penelitian ini dapat dijabarkan dalam bagian ini. 
8. Desain Penelitian 
Desain penelitian menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh peneliti,yaitu tahapan yang akan dilakukan, informasi mengenai cara penarikan sample bila diperlukan survei primer, berapa besarnya sample, metode pengumpulan data, instrumen penelitan, dan prosedur teknis penelitan lainnya. 
9. Analisis Data 
Dalam bagian ini perlu dijabarkan mengenai metode yang direncanakan dan dasar teoritis untuk memakai teori tersebut (dalam analisis data). 
10. Bentuk Laporan 
Bagian ini memuat kesimpulan statistik, hasil temuan, rekomendasi, rencana kegiatan, model, rencana strategi, dan sebagainya yang merupakan contoh dari bentuk hasil. 
11. Kualifikasi Penelitian
Pada bagian ini akan menyebutkan siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan proses penelitian. Alangkah baiknya apabila disertai dengan data pribadi atau curiculum vitae dari peneliti. 
12. Anggaran 
Dalam penelitian harus diketahui secara benar pos‐pos apa saja yang dianggarkan dalam pelaksanaan penelitian. 
13. Jadwal 
Jadwal ini perlu dibuat untuk memperlihatkan gambaran mengenai kapan dan berapa lama jangka waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap langkah dalam penelitian. 
14. Daftar Pustaka 
Semua kegiatan penelitian memerlukan referensi atau kepustakaan dari banyak sumber untuk menghindari unsur penjiplakan. 
15. Lampiran 
Lampiran ditujukan untuk memuat hal‐hal yang perlu dijelaskan dalam penelitian.

Evaluasi Proposal
Suatu usulan penelitian dapat dievaluasi secara formal dan tidak formal. Evaluasi formal didasarkan pada kriteria yang dibuat oleh sponsor berdasarkan kebutuhan mereka sebelum mereka menilai. Evaluasi secara tidak formal penilaiannya didasarkan pada sejauh mana usulan tersebut sesuai dengan kebutuhan suatu proyek beserta kriterianya, tanpa harus didokumentasikan secara baik.
Ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar suatu usulan proposal dapat mendapat perhatian pihak sponsor, yakni sebagai berikut: 
1. Proposal harus ditampilkan secara rapi, terstruktur, dan terorganisasi. 
2. Topik utama dari proposal hendaknya daoat ditemukan dan dipahami dengan cepat dan mudah.

Beberapa pedoman cara penulisan laporan yang baik: 
ô€‚ƒ Buatlah kalimat sejelas mungkin. Setiap kalimat haruslah diusahakan dalam bentuk kalimat tunggal yang sempurna. Usahakan pula agar setiap paragraf jangan terlalu panjang. Tulislah buah pikiran yang ada ke dalam kalimat‐kalimat yang dibagi menjadi beberapa paragraf dan gunakan sub‐bab, apabila perlu untuk setiap butir yang dianggap penting. 
ô€‚ƒ Berhati‐hatilah dalam menggunakan istilah (terminology). Terlebih‐lebih dalam suatu penelitian ilmu social, sikap berhati‐hati dalam setiap mengemukakan istilah‐istilah tersebut harus tinggi. Kalau tidak, mungkin dapat menimbulkan berbagai macam kesalahpahaman. Setiap istilah haruslah didefinisikan secara jelas dan konsisten. Istilah‐istilah yang digunakan sebaiknya juga disesuaikan dengan sasaran/ pembaca laporan. 
ô€‚ƒ Gunakan tata bahasa, ejaan, dan tanda‐tanda kalimat (koma, seru, titik dua, dan lain sebagainya) yang baku. Dengan demikian adanya kemungkinan salah pengertian antara penulis dan pembaca dapat dihindari. 
ô€‚ƒ Usahakan menggunakan kalimat langsung dan positif, serta hindarkan penggunaan kalimat‐kalimat yang kompleks. Jangan menggunakan kata‐kata yang tidak berguna dan hindarkan penggunaan istilah yang bersifat lokal. 
ô€‚ƒ Berilah nomor urut pada setiap bab, sub‐bab, tabel dan diagram secara konsisten dan memadai. Hindari cara pemberian nomor urut yang tidak konsisten dan berlebih‐lebihan. 
ô€‚ƒ Gunakan catatan kaki (footnotes) atau bodynotes. Kalau menggunakan footnotes harus secara konsisten, dan beri nomor secara berurutan dan letakkan setiap catatan kaki pada bagian bawah di masing‐masing halaman yang bersangkutan. Dapat pula kita mengelompokkan catatan kaki itu di bagian belakang pada akhir laporan asal saja nomor urutnya tetap konsisten. Jika menggunakan bodynotes juga harus konsisten, dengan memasukkan tahun saja atau tahun beserta halaman yang dikutip.

Semoga bermanfaat.

Baca Juga:

Permasalahan Penelitian


Share:

DESAIN PENELITIAN

Hal terpenting yang harus diperhatikan peneliti dalam menyusun dan memilih langkah – langkah metodologinya adalah menjelaskan variabel – variabel yang terkait di dalam penelitiannya
Ada empat atribut variabel yang perlu dijelaskan yaitu :
1. Nama variabel
2. Definisi
3. Klasifikasi
4. Instrumen atau cara pengamatannya

Jika keempat atribut variabel tersebut telah dijelaskan, dapat dikatakan bahwa variabel penelitian telah dioperasionalkan. Hanya variabel – variabel yang dapat dioperasionalkanlah yang dapat diteliti. Variabel yang tak teroperaionalkan tidak dapat diteliti.

Variabel penelitian sedikitnya dapat digolongkan ke dalam kelompok variabel diskrit, pengklasifikasiannya akan bersifat nominal atau kategorial atau saling terpisah, seperti variabel jenis kelamin, pekerjaan, agama, dan sebagainya. Bilangan yang bisa dilekatkan pada variabel diskrit adalah 1 atau 0. Sedang untuk variabel kontinum, pengklasifikasiannya bersifat ordinal, interval atau rasio. Klasifikasi ordinal berdasarkan rank, dengan pencatatan secara ordered, misalnya : 1. Untuk jenjang tertinggi, 2. Untuk jenjang dibawahnya, dan seterusnya. Untuk klasifikasi interval dan rasio, bilangan pencatatannya bergerak dari angka 0 sampai berapa saja sesuai dengan penskalaan yang digunakan oleh peneliti. Yang penting untuk dipastikan bahwa peneliti telah menetapkan kaidah ataunorma yang digunakan sebagai dasar pengklasifikasian.

Dalam penelitian eksperimental, baik eksperimental murni maupun eksperimental ex post facto. Variabel – variabel penelitian sering diklasifikasikan ke dalam variabel terikat dan variabel bebas serta variabel kendali. Variabel terikat merupakan variabel perilaku sebagai kriterium darimana efek perlakuan hendak dinilai, sementara variabel bebas merupakan variabel perlakuan yang efeknya akan dinilai melalui kriterium dan variabel kendali merupakan variabel yang dikontrol, dipersamakan, disetarakan, dinetralkan atau dieliminasi efeknya terhadap variabel perilaku. Variabel – variabel lain yang tidak diamati diperlakukan sebagai variabel ambang.

Pentingnya operasionalisasi variabel terletak pada implakasinya dalam penentuan instrumen atau cara pengumpulan data penelitian, serta dalam penentuan rancangan penelitian. Instrumen pengamatan merupakan alat untuk mengumpulkan data variabel yang diteliti. Instrumen itu bisa berujud alat yang sangat sederhana seperti check – list, interview schedule sampai alat – alat elektronik yang canggih. Sebagian instrumen mungkir sudah tersedia, sebagian lainnya belum tersedia dan harus disusun. Jika instrumen telah tersedia peneliti harus mampu memilih alat – alat yang ada dengan memperhatikan 3 syarat : (1). Relevansi, (2). Akurasi, (3). Keandalannya. Dua syarat pertama masuk dalam syarat validitas, sedang yang ketiga merupakan syarat realibilitas. Peneliti wajib membuktikan bahwa ketiga syarat tadi telah dipenuhi dalam menyusun instrumen penelitiannya.

Ada syarat keempat yang jika berhasil dipenuhi akan membuat instrumen penelitian menjadi makin baik, yaitu standarized. Persyaratan ini menuntut agar instrumen penelitian telah ditera atau diseragamkan cara penggunaannya. Misalnya ukuran berat, panjang, suhu, dan sebagainya.

Setelah menjelaskan variable – variable yang terkait dalam penelitiannya, seorang peneliti perlu membuat research design yang umumnya memuat : (1). Model struktur sampling, dan (2). Model analisis data. Berapa banyak sampel yang akan diteliti, bagaiman mengatur smpel –smpel itu sehingga menjadi suatu rancangan sampel yang memadai, akan sangat tergantung pada permasalahan penelitian dan strategi yang telah ditetapkan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Jadi sebenarnya merancang sampel hanya sebagai tindak turunan saja dari strategi penelitian yang ditetapkan, bukan sebaliknya. Namun istimewanya, pengetahuan yang luas mengenai rancangan sampel dapat membantu pemilihan strategi penelitian.

Dari sekian banyak rancangan sampel yang ada dalam kepustakaan bisa dibedakan menjadi 2 bagian besar : Rancangan dasar (basic design) dan Rancangan paduan (combinatorial design). Ketepatan pemilihan rancangan penelitian sangat menentukan presisi infernsi penelitian.

Pada dasarnya ada 4 rancangan sampel : 
1. Rancangan satu sampel, dengan pengamatan satu variable atau lebih. 
2. Rancangan satu sampel, dengan pengamatan ulangan. 
3. Rancangan satu faktor (single factor design), dalam rancangan ini digunakan sejumlah sampel yang di klasifikasi atas dasar hanya satu variable. 
4. Rancangan facktorial, dalam rancangan ini digunakan sejumlah sampel yang di klasifikasikan atas dasar dua variable, tiga variable atau lebih.

Di samping rancangan diatas terdapat juga rancangan campuran dari rancangan – rancangan diatas yang tiada lain merupakan perluasan dari rancangan dasar. Masing – masing rancangan penelitian memiliki model analisis sendiri – sendiri, dan setiap model analisis memiliki andaian tertentu. Karena itu dalam mempelajari rancangan penelitian sekaligus dipelajari model – model analisisnya serta asumsi – asumsi yang mendasarinya.

Telah dikemukakan bahwa salah satu dasar ilmiah suatu penelitian terletak pada metodologinya, dan dalam metodologi itu kecanggihan rancangan penelitian memegang peran sangat penting. Setelah menentukan rancangan penelitian maka masalah berikutnya yang harus diperhatikan oleh peneliti adalah mengenai sampel. Masalah sampling merupakan masalah penting dalam setiap penelitian ilmiah, karena : 
(1). Penelitian ilmiah sering dilakukan terhadap sampel, 
(2). Setiap usaha meningkatkan generalisasi hasil – hasil penelitian dihadapkan pada kenyataan terjadinya kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan sampling, 
(3). Untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian diperlukan pengetahuan yang sebaik – baiknya mengenai masalah sampling.

Semoga bermanfaat.

Baca juga:

Proposal Penelitian
Share:

Klasifikasi Penelitian menurut Metode

Klasifikasi Penelitian menurut Metode
• Penelitian Historis.: Penelitian yang meliputi kegiatan penyelidikan, pemahaman, penjelasaan keadaan yang telah lalu. 
• Penelitian Deskriptif.: untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel (lebih) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain Penelitian ini meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Beberapa hal yang termasuk yaitu pengumpulan data, mengolah data, menganalisis serta menyajikannya. 
Contoh :
> Tingkat produktivitas kerja karyawan PT. ABC 
> Kecenderungan masyarakat dalam mengkonsumsi makanan instan. 
> Analisis kinerja keuangan perusahaan perbankan.

• Penelitian Korelasional: Penelitian yang bertujuan apakah terdapat asossiasi antara dua variabel atau lebih serta seberapa jauh korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti. Penelitian ini tidak menjelaskan sebab akibat melainkan menjelaskan apakah terdapat hubungan antara variabel yang diteliti. Penelitian untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Fokus dari analisis ini adalah menemukan indeks yang menunjukkan seberapa kuat variabel X dan Y berhubungan yang dapat dijelaskan dengan jarak titik yang berpencar disekitar garis regresi. Contoh:
> Hubungan peningkatan volume penjualan dengan penggunaan penglaris. 
> Hubungan tinggi badan salesgirl dengan peningkatan penjualan. 
> Hubungan prestasi kerja dengan kepuasan kerja karyawan. 
> Hubungan kekayaan dengan tingkat kecerdasan.

• Penelitian kausal komparatif dan eksperimental.: Penelitian yang menunjukkan arah hubungan variabel bebas dengan variabel terikat disamping mengukur kekuatan hubungannya. Studi ini mempertanyakan masalah sebab‐akibat. Contoh:
􀂙 Pengaruh harga terhadap permintaan produk.
􀂙 Pengaruh keamanan politik terhadap kurs mata uang.
􀂙 Keinginan keluar kerja akibat kebijaksanaan gaji.

Ada 2 metode analisis kausalitas.:
􀂙 Kausalitas satu arah.
􀂙 Kausalitas dua arah.

Dalam penelitian eksperimental aktivitas atau karakteristik yang dipercaya menyebabkan perubahan yang disebut variabel bebas.sedangkan akibat dari perubahan disebut variabel terikat. Dalam studi eksperimental peneliti mengendalikan paling tidak satu varible bebas dan mengamati akibat yang terjadi kepada satu atau lebih variabel terikat. Adanya hubungan sebab‐akbat yang jelas dari hasil penelitian kausal komparatif tidaak terdapat pengendalian terhadap variabel bebas, hasil dari penelitian umumnyaa bersifat tentative.

Perbedaan antara Penelitian Korelasional dengan Kausal Komparatif.
• Kausal komparatif berupaya mengidentifikasi hubungan sebab‐ akibat sedangkan Korelasional mengukur kekuatan hubungan variabel yang diamati
• Kausal komparatif mencakup perbandingan sedangkan korelasional hanya mengukur korelasi.
• Kausal komparatif umumnya mencakup 2 atau lebih kelompok variabel dan 1 variabel independent sedangkan korelasional 2 varible independent.

variabel independent dalam kausal komparatif adalah variabel tidak bisa dimanipulasi ,Seharusnya tidak dimanipulasi dan tidak dimanipulasi tapi bisa dimanipulasi. Sedangkan studi Eksperiment adalah penelitian investigasi dengan kondisi yang terkendali dimana satu atau lebih variabel dapat dimanipulasiuntuk uji hipotesis.Tujuan dari penelitian ini adalah memungkinkan peneliti mengendalikan situasi penelitian sehingga hubugan kausal antar variabel dapat di evaluasi

Langkah‐ langkah studi Eksperimental.
􀂙 Pemilihan dan perumusan masalah
􀂙 Pemilihan objek penelitian dan instrument pengukurannya.
􀂙 Pemilihan desain penelitian.
􀂙 Pelaksanaan prosedur penelitian
􀂙 Analisis data
􀂙 Perumusan kesimpulan.

Dalam penelitian ini yang banyak digunakan adalah teknik Analisis Komponen Utama (PCA) dan teknik Analisis Faktorial (FA). Tujuannya adalah meringkas pola korelasi antar variabel, mengurangi jumlah variabel yang diobservasi dari jumlah yang diamati dari banyak ke yang sedikit, penelitian ini melibatkan 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. kelompok eksperimen mendapat perlakuan baru yang sedang diteliti sedangkan kelompok control mendapat perlakuan yang berbeda.

semoga bermanfaat!

Baca juga :

Desain Penelitian

Penelitian
Share:

Klasifikasi Penelitian menurut Tujuan

Klasifikasi Penelitian menurut Tujuan
• Penelitian Dasar : Penelitian yang meliputi pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini digunakan untuk menguji teori tertentu, atau mengetahui konsep tertentu secara lebih mendalam.
• Penelitian Terapan: Peenelitian yang menyangkut applikasi teoriuntuk memecahkan permasaalahan tertentu.

Penelitian terapan ada 3 macam: 
1.Penelitian Evaluasi 
Penelitian yang diharapkan dapat memberikan masukan atau mendukung pengambilan keputusan tentang nilai reelatif dari 2 atau lebih alternatif tindakan. 
2.Penelitian dan Pengembangan 
bertujuan untuk mengembangkn prooduk sehingga produk teersebut mempunyai kualitas yang lebih tinggi. 
3.Penelitian Tindakan 
Yang dilakukan untuk segera dipergunakan sebagai dasar tindakan pemecahan masalah yang ada.

Penelitian terapan dilakukan untuk menerapkan ilmu pengetahuan atau uji teori untuk kepentingan pemecahan permasalahan bisnis. Penelitian murni semata‐mata untuk pengembagan dan perbaaikan teorri yang sudah ada, bukan bertujuan untuk penerapaan teori. Penelitian Evaluasi dalam hubungannya dengan penelitian terapan merupakan proses pengumpulan dan analisis sistemattis yang bertujuan untuk membuat keputusan tertentu.


semoga bermanfaat!

Baca juga :

Klasifikasi Penelitian menurut Metode

Penelitian
Share:

Definisi Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Awal perkembangan penelitian tindakan kelas.

Penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan berkembang sangat pesat melalui berbagai kajian permasalahan pendidikan. Metode-metode, teori-teori ataupun hasil-hasil penelitian telah terakumulasi sehingga membentuk tradisi penelitian yang semakin kompleks.

Selanjutnya penelitian kualitatif berkembang menjadi cabang-cabang spesialisasi seperti etnografi atau fenomenologi (creswell, 1998), grounded teori, penelitian sejarah dan masih banyak cabang ilmu lainnya.

Salah satu bentuk kajian inkuiri yang termasuk penelitian kualitatif adalah penelitian emansipatoris tindakan (emancipatory action research) (Borg dan Gall,2003) yang merupakan studi mikro untuk membangun ekspresi kongkrit dan praktis aspirasi perubahan di dunia sosial atau pendidikan untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja kualitas para praktisinya.

Penelitian emansipatoris tindakan ini, pemakaian atau penamaannya berbeda-beda, misalnya penelitian kelas (classroom research) karena penelitian ini bertujuan untuk perubahan atau perbaikan diruang kelas (Hopkins, 1993). Hopkins menggunakan istilah classroom research in action atau classroom action research. Kemmis (1993) menggunakan istilah educational action research untuk jenis penelitian tindakan yang digunakan untuk menghadapi berbagai masalah dan isu pendidikan. Dalam penelitian pendidikan istilah yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas atau disingkat PTK.

Apa yang disebut penelitian tindakan kelas (PTK)?
Ada banyak persoalan yang dihadapi oleh guru pada waktu ia mengajar di kelas. Berbagai solusi atau penyelesaian masalah juga telah banyak dibahas dalam berbagai telaah penelitian akademik, baik dalam laporan penelitian berbentuk artikel jurnal, skripsi, tesis, ataupun disertasi. Akan tetapi guru sulit memahaminya, apalagi menerapkannya dalam pembelajaran sehari-hari, terutama karena berbagai kendala. Misalnya tidak semua guru memahami teori-toeri yang menjadi landasan ilmiah dan laandasan metodologi atau instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut.

Pengertian penelitian tindakan kelas, untuk mengidentifikasi penelitian kelas, adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif , suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Hopkins, 1993).

Rapoport (1970) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membanu guru mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial atau pendidikan dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.

Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan praktek sosial atau pendidikan, b) pemahaman guru mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan, c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.

Ebbutt (1995) mengemukakan penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan - tindakan tersebut.

Elliot (1991) mendefinisikan penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.

Rumusan masalah penelitian tindakan kelas.
Bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengelaman mereka sendiri?
Bgaimana mereka dapat mencobakan sesuatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh ntata dari upaya tindakan itu?


Share:

Teori-teori Belajar

Teori Belajar Deskriptif dan Perspektif

Untuk membedakan antara teori belajar dan teori pembelajaran bisa diamati dari posisional teorinya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau perspektif. Bruner (dalam Dageng 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah perspektif dan teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskritif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan antara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. (C.Asri Budiningsih,2004)

Asri Budiningsih (2004) dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan bahwa upaya dari Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan teori pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth. Teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variable kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil belajar sebagai variabel yang diamati. Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung.

Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variabel yang diamati dalam mengembangkan teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pembelajaran deskriptif, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi.

Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri siswa.

Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR DESKRIPTIF DAN PRESKRIPTIF

• KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR DESKRIPITIF

KELEBIHAN

lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.

mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas.


KEKURANGAN

kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.

• KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR PRESKRIPTIF

KELEBIHAN

lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas.

banyak member motivasi agar terjadi proses belajar.

mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.

KEKURANGAN

membutuhkan waktu cukup lama


Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behavioristik:

1. Mementingkan faktor lingkungan

2. Menekankan pada faktor bagian

3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.

4. Sifatnya mekanis

5. Mementingkan masa lalu


A. Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme

Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

S R S1 R1 dst

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.

Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :

1. Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

2. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.

Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.

3. Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).

Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude).

Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.

c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).

d. Hukum Respon by Analogy.

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.

e. Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :

1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.

2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.

3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.

4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.


Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.

B. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).

Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.

Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.

Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.

Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.

Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lai adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

C. Edwin Gutrie

Ia berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah, tingkah laku baik dapat diubah menjadi buruk dan sebalkinya tingkah laku buruk dapat diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus satu ke stimulus yang lain.

Tiga metode pengubahan tingkah laku ang dikemukakan Gutrie antara lain:

Metode respon bertentangan. Misalnya jika anak takut terhadap sesuatu, misalnya kucing, maka letakkan permainan yang disukai anaka dekat dengan kucing. Dengan mendekatkan permainan anak pada kucing lambat laun anak tidak akan takut lagi pada kucing.

Metode membosankan. Misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok, minta kepadanya untuk mengisap rokok terus sampai bosan, setelah ia bosan ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.

Metode mengubah tingkah laku. Jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan belajarnya dengan suasana lain dengan yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga ia merasa tertarik untuk belajar.


D. Watson

Setelah ia mengadakan berbagai eksperimen ia menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan atau membiasakan memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima. Stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dalam bentuk tingkah laku.


E. Clark Hull

Clark hull sangat terpengaruh terhadap teori evolusi charles Darwin. Semua fungsi tingkah laku mengemukakan bahwa semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup. Karena ituu kebutuhan biologis dan pemuasan biologis menempati posisi sentral.

Implikasi logisnya adalah guru harus merencanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap motivasi belajar yang terdapat pada siswa. Dengan adanya motivasi, maka belajar merupakan penguatan. Makin banyak belajar makain banyak reinforcementm makin besar motivasi memberikan respon yang menuju keberhasilan belajar.


F. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990).

Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)

B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.

Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.

Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.

Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :

Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.

Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.

Beberapa prinsip Skinner antara lain :

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.

2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.

5. dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.

6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.

7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.


G. Robert Gagne ( 1916-2002).

Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.

Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.

H. Albert Bandura (1925-masih hidup)

Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:

1. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.

2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.

3. Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.

4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.


Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebgai berikut:

1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.

2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.

Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.

Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

a. Mementingkan pengaruh lingkungan

b. Mementingkan bagian-bagian

c. Mementingkan peranan reaksi

d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon

e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya

f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan

g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyartan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti

Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oelh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

KELEBIHAN *)


1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar

2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.

3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan

4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

5. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif, yang didasari pada perilaku yang tampak.

6. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang kontinue dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudah mahir dalam satu bidang tertentu maka akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang kontinue tersebut dan lebih optimal.

7. Bahan pelajarn yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilkan sustu perilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.

KEKURANGAN *)


1. Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap

2. Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini

3. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

4. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif

5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa

6. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.

7. Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu kondisi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru melatih dan menetukan apa yang harus dipelajari murid sehingga dapat menekan kreatifitas siswa.

Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan meghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaiakn oleh siswa


Teori Belajar Kognitivistik dan Penerapannya

Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi yang menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidajk hanya berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh.

Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikolog pendidikan kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi atau pengetahuan yang baru.

A. Robert M. Gagne

Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:

Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.

Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.

Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.

Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.

Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.


B. Jean Piaget

Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :

• Asimilasi : proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.

• Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.

• Equilibrasi : penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.

C. Ausubel

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa.

Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :

Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.

Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari.

Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

D. Bruner

Sementara Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning. Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.

Keuntungan belajar menemukan :

Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan jawabannya.

Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.

Teori-teori kognitif ini juga sarat akan kritik terutama konsep Piaget karena sulit di terapkan ditingkat lanjut. Selain itu beberapa konsep tertentu, seperti intelegensi, belajar dan pengetahuan yang mendasari teori ini sukar dipahami dan pemahaman itu sendiripun belum tuntas.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISTIK

KELEBIHAN

1. menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.

2. membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah


KEKURANGAN

1. teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.

2. sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.

3. beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.


Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru,

2. Personalia informasi ini pada individu.

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow, Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford, Habermas, dan Carl Rogers.


a. Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

b. Abraham Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :

(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang

(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

c. Bloom dan Krathwohl

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Taksnomi Bloom telah digunakan di seluruh dunia untuk menyusun tujuan pembelajaran.


d. Kolb

Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu :

Pengalaman konkret : pada tahap dini seseorang hanya mampu ikut mengalami suatu kejadian . inilah terjadi tahap awal proses pembelajaran.

Pengalaman aktif dan reflektif : siswa lambat laun melakukan pengamatan aktif terhadap kejadian itu, dan mulai berusaha memikirkan serta memahaminya.

Konseptualisasi : siswa mulai belajar membuat abstrak atau teori tentang hal yang pernah diamatinya.

Eksperimentasi aktif : siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu autran umum ke situasi yang baru.


e. Honey dan Mumford

Honey dan Mumford menggolongkan siswa atas empat tipe yaitu :

Siswa tipe aktivis : mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman baru, cenderung berpikir terbuka dan mudah diajak dialog.

Siswa tipe reflektor : tipe ini cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah. Dalam pengambilan keputusan cenderung konservatif.

Siswa tipe teoris : biasanya sangat kritis, suka menganalisis, dan tidak menyukai pendapat yang bersifat subjektif.

Siswa tipe pragmatis : menaruh p[erhatian besar pada hal yang bersifat praktis dalam segala hal, tidak suka bertele-tele membahas aspek teoritis-filosofis dari sesuatu hal.


f. Habermas

Habermas membagi tipe belajatr mebnjadi tiga bagian yaitu :

Teaching learning (belajar teknik) : siswa belajar berinteraksi dengan alam sekelilingnya.

Practical learning (belajar p[raktis) : siswa belajar berinteraksi dengan orang sekelilingnya.

Emanciipatory learning (belajar emansipator) : siswa berusaha mencapai suatu pemahaman yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.


g. Carl Rogers

Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.

Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

1. Kognitif (kebermaknaan)

2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa

3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :

a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.

b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.

c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.

d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.

e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.

f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.

h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.

i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.

j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1. Merespon perasaan siswa

2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang

3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa

4. Menghargai siswa

5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan

6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)

7. Tersenyum pada siswa

Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a. Guru Sebagai Fasilitator

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok

7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.

8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa

9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar

10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas

2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri

4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri

5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.

6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.

7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Sumber:

1. Psikologi Belajar: Dr. Mulyati, M.Pd

2. Psikologi Belajar: Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono

3. Psikologi Pendidikan: Sugihartono,dkk

4. Psikologi Pendidikan: Rochman Natawidjaya dan Moein Moesa

5. Landasan Kependidikan: Prof. Dr. Made Pidarta


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK

KELEBIHAN *)

1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.

2. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

3. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

KEKURANGAN *)


1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.

2. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.

Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya

Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas. (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table berikut ini.

Piagetian and Vygotskyan Constructivism

Piagetian Constructivism Vygotsky Constructivism

Concept constructivism focus on individual cognitive development through co-constructed learning environments with national, decontextualized thinking as the goal of development Vygotsky, in order to understand human development, a multilevel analysis using all four levels of history must be employed: sosiocultural constructivism,

SSubject of Study Focus on the development of autonomous cognitive forms within the individual, culminating in rational thought that is decentered from the individual. argued that individual development cannot be understood without reference to the interpersonal and institutional surround which situates the child

Development of cognitive forms the structure of the mind is the source of our understanding of the world.

the construction of knowledge occurs through interaction in the social world. Thus for Vygotsky the development of cognitive forms occurs by means of the dialectical relationship between the individual and the social context


Pandangan Konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran.

Konstruktivistik

Pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan.

Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.


Pandangan Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran :

Konstruktivistik

Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses.


Pandangan Konstruktivistik tentang Penataan Lingkungan Belajar:

Konstruktivistik

Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan,

Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungna belajar.

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.

Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.

Control belajar dipegang oleh si belajar.


Pandangan Konstruktivistik tentang evaluasi pembelajaran:

Konstruktivistik

Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam kelompok.


Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik


Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:

Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview

Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.

Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.

Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.

Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.

Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

KELEBIHAN *)


1. Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.


KEKURANGAN *)


1. Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

2. lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami.


Kesimpulan

Kesimpulan Makalah Teori-teori Pembelajaran

Reigeluth (1983 dalam degeng 1990) mengemukakan bahw teori perspektif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil.

Menurut teori behavioristik, belajar diartikan sebagi proses perubahan tingkah laku akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada factor yang diberikan lingkungan.

Menurut teori kognitif, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi melibatkan proses belajar yang sangat kompleks.

Menurut teori humanistic, proses belajar dilakukan dengan memberikan sebebas-bebasnya kepada individu.

Menurut teori konstruktivisme memahami belajar sebagai proses pembentukan pengetahuan oleh si belajar itu sendiri.
Share:

Pengembang

Pengembang

Statistik Pengunjung

Post Populer

ANGGOTA

Ads

Post Terbaru